Tampilkan postingan dengan label bpnramadan30. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bpnramadan30. Tampilkan semua postingan

19 Mei 2020

Antara Novel dan Film

BPN Challenge Day#30

Disclaimer
Tulisan ini tidak ada sangkut pautnya dengan endorse novel atau film manapun. Tulisan ini murni pemikiran dari saya sendiri.

film saduran dari novel
Film yang disadur dari novel
Pernah gak sih pas nonton film yang disadur dari novel, tiba-tiba kita latah pengen jadi sutradara sekaligus pencari aktor dan aktrisnya? Hehe, saya sering!

Merasa kurang puas dengan adegan-adegan dalam cerita yang sudah pernah kita baca sebelumnya dalam bentuk novel, rasanya wajar ya. Sebagai pembaca novel dan cerita-cerita fiksi lainnya, saya kira kita sependapat kalau imajinasi setiap orang ketika membacanya itu pasti akan berbeda.

Atau merasa tokoh-tokoh yang ada tidak sesuai dengan tokoh hasil imajinasi sendiri ketika membaca novel aslinya. Yah, walaupun si penulis sudah mendeskripsikan si tokoh dengan panjang disertai adegan pendukung.

Saya sudah beberapa kali mengalaminya. Menonton film hasil saduran dari novel terkenal yang banyak pembacanya, yang ketika novelnya diluncurkan di toko-toko buku, langsung habis dalam waktu singkat. Bahkan ada yang rela pre-order juga.

Saya memang senang membaca novel. Sebenarnya bukan hanya novel saja, tetapi semua cerita fiksi dari banyak genre. Komedi, roman, novel sejarah, detektif, dan sedikit novel horor. Bagi yang sama-sama suka membaca seperti saya, pasti tahu lah ya sensasi membaca itu tiada duanya. Saya bisa membayangkan bagaimana tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. Bagaimana suaranya. Bagaimana penampilannya. Bagaimana emosinya.

Dengan buku yang sama, mungkin imajinasi setiap pembaca akan berbeda. Saya pernah mencobanya. Saya dan suami membaca novel yang sama, tentunya yang suami beneran tertarik karena dia gak begitu suka baca. Nah, setelah selesai, saya tanya bagaimana bayangan dia tentang beberapa tokoh yang ada dalam cerita itu.


Ternyata benar. Saya dan dia punya bayangan yang sedikit berbeda. Soal penampilan salah satu tokoh misalnya. Saya dan dia agak berbeda menggambarkannya. Dari sini saya bisa simpulkan bahwa membaca itu bisa membuat pikiran jadi kreatif dan punya imajinasi yang banyak. Tak terlepas dari buku yang dibaca juga ya.

Nah, ketika novel itu dijadikan film, saya yang harap-harap cemas. Bisa sesuai dengan bayangan saya gak ya? Haha *siapalah saya ini kok berharap tinggi seperti itu!

Film pertama hasil saduran dari novel yang pertama kali saya tonton itu kalau gak salah Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. Itu dulu terkenal banget kan? Saya sampai pesan ke toko buku langganan lho untuk dapatin novelnya. Saya punya imajinasi sendiri tentang tokoh-tokoh yang ada dalam novelnya. Wajahnya, perawakannya, ekspresinya, emosinya, dan penampilannya. Bahkan saya bisa membayangkan suaranya!

Ketika novel itu dijadikan film, tentu imajinasi yang saya bangun sedikit banyak berubah. Dari tokohnya, adegan-adegannya, juga dari suaranya. Wajar lah, sutradara dan saya punya imajinasi yang berbeda. Tapi saya menikmati film dengan melihat akting tokoh-tokohnya, cara pengambilan gambar, dan bagaimana percakapan yang dibangun itu terlihat natural dan tidak ketara hanya menghafal.

Seiring berjalannya waktu, makin banyak film-film Indonesia yang disadur dari novel, bahkan dari judul buku puisi. Salah satunya adalah Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono. Oh iya, saya juga sangat suka dengan puisi-puisinya. Bahkan bukunya itu saya jadikan permintaan mahar untuk pernikahan saya, hehe.

Sebelumnya, saya juga nonton film saduran dari novel fenomenalnya Dee Lestari. Supernova seri pertama, Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Saya baca juga novelnya sebelum nonton filmnya. Seperti biasa, saya punya imajinasi sendiri dengan tokoh-tokoh dan adegan dalam novel Dee itu.

Ketika saya nonton filmnya, agak kecewa sih. Jujur ini ya. Aktor dan aktrisnya kurang greget memerankan tokoh dalam novel itu. Apalagi pas dialog, banyak yang seperti hanya menghafal daripada meresapi sendiri. Ini pendapat pribadi saya lho ya.

Tapi kalau hanya lihat filmnya tanpa membaca novelnya terlebih dahulu, mungkin akan berbeda sensasinya. Sebab, kita tidak punya imajinasi sendiri sebelumnya dan hanya dituntun oleh sang sutradara.

Mungkin pemikiran seperti saya inilah yang membuat beberapa penulis novel seperti enggan untuk memfilmkan novelnya yang laris manis. Salah satunya adalah Andrea Hirata untuk novel Orang-Orang Biasa.


Seperti karya Andrea Hirata lainnya, novel ini juga punya kisah sederhana tapi selalu bisa membuat jejak di kepala pembacanya. Dalam suatu kesempatan, Andrea sempat bilang bahwa ia tidak ingin buru-buru memutuskan untuk memfilmkan novelnya itu.

Di satu sisi, saya setuju. Sebab, imajinasi dalam membaca novel itu tidak bisa digantikan dengan adegan-adegan yang dituangkan dalam film. Tapi di sisi lain, saya juga penasaran bagaimana serunya kisah si Sersan dan Inspektur di kota yang sepi kriminalitas itu.

Nah, kalau menurutmu gimana? Suka baca novelnya dulu atau langsung nonton filmnya?

18 Mei 2020

Kamu Tim Kuker Bikin Sendiri atau Pesan Aja?

BPN Challenge Day#29

Hai!
Tinggal berapa hari lagi nih lebaran? Kamu sudah siap-siap kue belum? Walaupun masih dirudung wabah, lebaran tetap harus dirayakan dong ya. Kapan lagi coba kita bersenang-senang selain di hari lebaran?

kue kering lebaran
Kue kering lebaran
Biasanya lebaran belum lengkap tanpa jajaran kue kering dalam toples di meja. Memang mainstream banget sih ya, dimana-mana ketemunya kue kering. Malah sering ada jenis yang sama di tiap rumah. Sebut saja yang paling mainstream, nastar, putri salju, dan ring keju. Selain itu, pasti akan dijumpai juga jenis kue kering lainnya semacam kue kacang, kastengel, babon, dan lain-lain.

Walaupun sebenarnya kue kering itu lakunya sudah lewat beberapa hari lebaran (ada yang sama gak? Hehe), tapi rasanya hampa lebaran tanpa kue kering.

Beli vs Bikin Sendiri

Dulu waktu saya masih kecil, saya inget banget kehebohan soal bebutan kue kering ini. Kamu tahu kan kehidupan di kampung itu pasti beda dengan kehidupan di kota? Khususnya soal bantu membantu. Nah, waktu saya dan adik-adik masih kecil, ibu saya nekat mau bikin kue kering sendiri. Mungkin ibu pikir saya sudah agak besar, jadi bisa lah bantu-bantu sedikit.

Padahal lebaran-lebaran sebelumnya, ibu selalu minta tolong mbah putri untuk buat kue kering ini. Saya bisa bayangkan sih sekarang bagaimana repotnya ibu waktu saya dan adik-adik masih kecil. Selisih umur kami itu hanya 1-3 tahun. Makanya gak heran kalau ibu hanya terima beres dari mbah putri.

Setelah dirasa saya sudah cukup bisa membantu (waktu itu saya masih kelas 3 atau 4 SD kalau tak salah), ibu nekat pengen coba-coba bikin sendiri di rumah. Dan, saat itulah ada beberapa tetangga yang siap membantu. Namanya tradisi pasti tidak akan berubah sebelum ada tradisi lain menggantikannya.


Jadi waktu itu, sekali bikin adonan bisa sampai 3 kg mentega dalam sehari. Bisa kebayang kan banyaknya? Gelaran cetak mencetak kue juga bisa sampai penuh seruang makan, hehe. Karena banyak tangan yang bantu, hasilnya juga banyak yang beda. Tapi disitulah serunya.

Seiring dengan berjalannya waktu, tradisi bantu membantu ini pelan-pelan hilang juga. Mungkin orang-orang sudah lebih sibuk dengan keperluan masing-masing. Atau mungkin juga karena tak ingin membuat terlalu banyak, jadi tidak terlalu membutuhkan banyak tangan.

Keluarga saya pun begitu. Karena saya dan adik-adik sudah beranjak dewasa, jadi kami mulai membuat sendiri kue-kue kering saat lebaran tanpa bantuan tetangga atau mbah putri lagi. Seperti biasa, ada pembagian tugas yang rasanya sudah diatur sendiri tanpa dikomandoi. Saya yang buat adonan, adik keempat mencetak, adik ketiga kebagian jaga oven karena dia yang telaten dan rela panas-panasan depan kompor, hehe.

Dari tahun ke tahun seperti itu kebiasan di keluarga saya. Sampai waktunya saya dan adik saya menikah kemudian pisah rumah. Bikin kue kering sendiri di rumah tetap jalan meskipun tidak banyak. Puncaknya, saat adik saya kuliah di Bogor. Bubar deh semua anak peremuan ibu dari rumah, hehe.

Nah, saat itu saya coba untuk pesan saja kue kering dari teman. Kebetulan ada teman sesama penulis yang produksi kue kering lebaran. Praktis memang. Tanpa lelah buat adonan, mencetak, dan memanggang, hehe. Kuenya juga enak.


Selain praktis itu, pesan kue kering memang lebih pasti hasilnya. Dari segi penampilan, pasti yang jual akan memilihkan tampilan kue paling bagus kan? Lebih seragam dan konsisten bentuknya dibanding dengan buat kue sendiri yang kalau sudah capek, bentuknya mendadak berubah hehe.
Waktu kita juga akan lebih banyak untuk melakukan kegiatan lain. Mungkin bisa lebih banyak untuk beberes rumah, atau lebih banyak ibadah lagi.

Tapi bagi kami, lebaran tanpa bikin kue kering sendiri itu seperti ada yang kurang dari lebaran kami. Seolah ada sesuatu yang ditinggalkan. Lebay ya, hehe. Tapi begitulah. Jadi kami memutuskan untuk kembali bikin kue kering lebaran lagi.

Tak terkecuali tahun ini.
Walaupun kedua adik saya gak bisa mudik karena adanya pandemi, saya nekat bikin kue di rumah ibu. Alhamdulillah sudah ada adik ipar yang bantu. Di keluarga suami juga kemarin bikin kue kering sendiri. Saat saya bebikinan kue kering ini, ingatan saya dengan sendirinya kembali saat saya dan adik-adik perempuan masih berkumpul di rumah.

Bikin kue kering sambil bercanda, kadang malah sambil ngantuk. Banyak kenangan dengan kue kering bikinan sendiri ini.

Nah, kalau kamu tim mana nih? Kue kering bikin sendiri atau kue kering pesan saja?

17 Mei 2020

Doa di Penghujung Ramadhan

BPN Challenge Day#28

(1) Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. (2) Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (3) Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (4) Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. (5) Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
(Q.S. Al Qadr : 1-5)

doa di penghujung ramadhan

Tidak terasa ya Ramadhan sudah memasuki penghujungnya. Di sepuluh hari terakhir Ramadhan ini, ada satu malam istimewa yang selalu dinanti oleh umat Islam. Malam Lailatul Qadar. Malam yang mulia dan bernilai baik dari seribu bulan.

Seperti yang digambarkan dalam Alquran surat Al Qadr di atas, pada malam itu akan turun malaikat-malaikat Allah. Makanya banyak orang berburu ingin mendapat malam Lailatul Qadr yang turun pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan.

Doa-doa di penghujung Ramadhan

Ada satu riwayat mengenai malam Lailatul Qadr. Begitu agungnya malam Lailatul Qadar ini, sehingga Aisyah ra pernah bertanya kepada Rasulullah.

“Wahai Rasulullah, seandainya aku bertepatan dengan malam Lailatul Qadar, doa apa yang aku panjatkan?”
Rasulullah menjawab,
Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwan fa’fu ‘anni
Yang artinya, Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan Engkau menyukai maaf, maka maafkan aku.
(H.R Tirmidzi dan Ibnu Majah)


Selain doa meminta ampunan itu, ada satu doa lagi yang biasa diajarkan Nabi Muhammad SAW. Mungkin doa ini juga sudah akrab dengan telinga kita dan kita baca setiap selesai solat.

Robbanaa aatina fiddunya hasanah, wa fil aakhirati hasanah wa qina ‘adzaabannar.
Yang artinya, Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat. Lindungilah kami dari siksa api neraka.

Ramadhan memang terasa lebih istimewa dibanding dengan bulan-bulan lain dalam setahun. Banyak keberkahan yang melingkupi. Dan saya selalu berharap bisa dipertemukan kembali pada Ramadhan tahun depan. 

16 Mei 2020

Tips Hemat Saat Lebaran

BPN Challenge Day#27

Siapa yang setiap kali lebaran, pengeluaran selalu membengkak drastis? Bahkan uang THR pun seperti menguap tak bersisa lagi. Seringnya merasa aneh ya, kok tetiba semua barang terlihat lusuh dan harus diganti dengan yang baru, hehe. Tiba-tiba saja, barang yang belum ada di rumah, jadi suatu keharusan untuk ada saat lebaran.

hemat saat lebaran
Tips Hemat Saat Lebaran

Eits! Lebaran tahun ini, berubah dong. Masa pemikiran boros seperti itu harus terulang lagi? Betul memang, lebaran adalah hari kemenangan dimana kita sebagai umat Islam harus merayakan dengan sukacita. Tapi, pemborosan juga tak pernah diajarkan dalam Islam.

Jadi gimana dong biar hemat saat lebaran?

Sebenarnya berhemat itu mudah lho asal kita ada niat dan kemauan. Karena hemat bukan berarti kikir dan pelit, maka hemat bisa dilakukan tanpa mengurangi kebahagian berlebaran.

Beli atau buat kue secukupnya

Di masa pandemi covid seperti ini, kemungkinan besar akan sedikit sekali tamu yang datang. Bahkan bisa jadi tidak ada tamu kecuali keluarga dan saudara dekat sendiri. Maka dari itu, sediakan kue secukupnya saja. Kalau biasanya belanja kue dalam porsi banyak karena keluarga, saudara, tetangga, dan teman-teman pada kumpul, kali ini cukupkan untuk keluarga saja.


Toh kalau kebanyakan dan kelamaan habisnya, kue juga jadi tak terlalu enak kan? Apalagi kue basah yang daya tahannya hanya beberapa hari saja. Jangan hanya nafsu pengen kue ini itu, tapi mubazir karena gak ada yang makan. Mubazir itu temannya syaithan!

Boleh beli baju, asal…

Hanya yang dibutuhkan. Iya, seringnya kita juga nafsu nih mau beli baju. Kalau baju lama masih ada dan layak, kenapa gak pakai itu saja? Sekarang banyak kok tokoh publik yang gak malu-malu pakai baju dengan model yang sama di kesempatan berbeda.

Trik menghemat beli baju saat lebaran ala saya adalah, beli baju yang gak Cuma bisa dipakai saat lebaran aja. Jadi, baju itu bisa juga dipakai saat acara lain. Misalnya pergi jalan-jalan santai atau acara semiformal. Juga, saya akan pilih model yang simpel dan cenderung warna netral, jadi bisa gonta ganti asesoris dan padu padankan dengan yang lain.


Jangan menuruti nafsu ganti barang-barang di rumah

Nah, satu lagi nih penyakit yang biasanya melanda ibu-ibu. Lebaran maunya semua baru. Gak hanya baju dan sepatu baru saja, barang-barang di rumah pun kalau bisa baru semua. Duh!

Lebaran bukan ajang untuk pamer macam-macam. Apalagi saat sekarang ya. Mau beli barang baru juga gak ada yang lihat karena orang-orang pada di rumah aja. Kecuali mau difoto dan posting sana sini, beda cerita itu mah.

Sama seperti baju tadi, hak pribadi sih untuk beli perabot dan segala macam untuk lebaran. Tapi, perlu diingat juga kebermanfaatannya. Yakin barang itu dibutuhkan saat lebaran saja? Atau bisa digunakan dalam waktu yang lama? Atau apakah barang yang lama sudah benar-benar tidak bisa dipakai lagi sehingga harus diganti? Disini, kita sendirilah yang perlu bijak untuk menyikapinya.


Lebaran memang hari kemenangan untuk kita. Merayakannya juga suatu keharusan. Tapi sekali lagi, bukan untuk bermewah-mewah dan memubazirkan banyak makanan dan barang. Yuk kita coba sedikit demi sedikit merubah pemikiran boros tadi. Semoga kita dihindarkan dari sifat boros tetapi juga tidak kikir dan pelit.

15 Mei 2020

Lebaran Dimana Tahun Ini?

BPN Challenge Day #26

Lebaran dimana tahun ini? Duh, si BPN bikin ngakak nih. Halunya jadi kelewatan deh ah. Ya lebaran di rumah aja lah, hehe.

Di masa pandemi seperti ini, mau lebaran atau hari biasa, baiknya tetap di rumah. Lagipula, saya juga gak merantau kemana-mana, jadi gak heboh mau mudik atau pulang kampung. Paling saya hebohnya Cuma mau menyiapkan lebaran di rumah orang tua atau di rumah mertua.

Lebaran di rumah aja
Lebarang tahun lalu, kumpul semua
Jadi, ada semacam kesepakatan tidak tertulis antara saya dan suami. Setiap lebaran, kami harus selang seling. Gantian gitu antara rumah orang tua dan rumah mertua. Kalau tahun ini di rumah orang tua saya, berarti tahun depannya ya di rumah mertua. Padahal mah ya, rumahnya deketan, hehe.

Karena masing-masing kami memang punya keluarga besar, jadi ajang berkumpul saat lebaran pastilah selalu ditunggu-tunggu. Apalagi ada 2 orang adik saya yang tidak tinggal di Lampung. Otomatis, jarang ketemu dan kalau gak lebaran rasanya susah untuk kumpul di rumah.

Nah, tahun ini sepertinya di rumah orang tua saya sedikit sepi. Tidak seperti tahun-tahun lalu yang bisa kumpul semua anggota keluarganya. Adanya kebijakan PSBB dan larangan mudik, membuat adik-adik saya terpaksa menunda mudiknya. Walaupun di rumah masih ada saya dan adik-adik lain, tapi rasanya tetap berbeda kalau ada yang tidak hadir.

Tapi tidak apa-apa. Menunda mudik akan jauh lebih baik daripada memaksakan mudik di tengah wabah seperti ini. Lagipula, kita juga masih tetap bisa berkomunikasi lewat telepon dan panggilan video. Hari gini mah, yang jauh terasa dekat.


Setelah dari rumah orang tua, saya dan suami lanjut ke rumah mertua a.k.a rumah orang tua suami. Disana memang lebih ramai dan terasa benar keluarga besarnya. Boleh dihitung sendiri dari 6 bersaudara dan punya pasangan juga anak-anak. Kalau kumpul jadi seru dan asik.

Karena ada wabah seperti ini, di rumah mertua juga sepertinya gak akan kemana-mana lagi. Kalau biasanya kami akan silaturahmi ke rumah saudara, tahun ini sepertinya ditunda dulu. Cukup berkumpul di rumah saja. Masak-masak. Makan-makan. Ngobrol sana sini. Golar goler.


Sudah beres di rumah orang tua dan mertua, kami pulang deh ke rumah sendiri. Menikmati hari-hari lebaran sendiri. Semoga saja wabah ini segera berakhir ya. Jadi tahun depan bisa berkumpul dengan suasana yang meriah dan bahagia. Eh tapi yang paling penting, berharap dipanjangkan usianya sampai Ramadhan dan Idul Fitri lagi.

Baiklah. Sekian saja celoteh saya siang ini. Jadi, kamu lebaran di rumah juga, kan?


14 Mei 2020

Tahan Dulu Deh Mudiknya Ya!

BPN Challenge Day#25

Sejak dicanangkannya PSBB di Indonesia dan keluarnya pernyataan dari Presiden RI tentang mudik atau pulang kampung, banyak orang yang jadi galau menjelang lebaran ini. Tidak boleh mudik untuk mencegah penyebaran wabah covid.

mudik lebaran 2020
Mudik? Tahan dulu deh ya!
Alhamdulillah saya dan suami gak tinggal jauh dari orang tua, jadi gak terlalu ambil pusing soal mudik di hari lebaran nanti. Tapi, saya sendiri punya adik yang tinggalnya beda provinsi. Jauh pula. Makanya kemarin ibu dan ayah saya sempat sedih karena kemungkinan adik-adik saya itu gak bisa pulang lebaran ini.

Walaupun beberapa hari yang lalu sempat diberitakan ada pembukaan jalur transportasi antar provinsi, tapi tetap di rumah adalah suatu hal yang bijak saat ini. Setidaknya ada beberapa alasan kenapa harus menunda mudik dulu lebaran ini.
  • Kamu bisa saja tertular virus corona dalam perjalanan

Mungkin kamu memang sudah mempersiapkan perlengkapan tempur sebelum mudik. Masker, hand sanitizer, sabun cuci tangan, dan vitamin C untuk jaga daya tahan tubuh. Tapi, dalam perjalanan pasti akan bertemu banyak orang dan berhenti di beberapa tempat umum. Gak mungkin kan bawa-bawa toilet portable sendiri?

Nah, di tempat-tempat umum seperti ini, tak ada jaminan steril kan? Bahkan jika kamu menyemprotkan desinfektan terlebih dahulu. Belum lagi, kamu bertemu dengan banyak orang dalam transportasi umum. Yakin masih bertekad beli tiket untuk mudik?

  • Kamu mungkin merasa sehat, tapi…

Pada kenyataannya, virus corona ini dapat menyerang siapapun. Bahkan pada orang dengan daya tahan tubuh yang sehat. Nah, ini bahayanya. Kamu mungkin merasa sehat dan baik-baik saja, tetapi belum tentu di dalam tubuhmu tidak ada virus corona ini.

Sudah banyak kan informasi mengenai orang tanpa gejala yang masih tetap bisa menularkan virus corona ini pada orang lain. Apalagi, kalau sampai bertemu orang tua yang sudah lanjut usia dan lebih rentan terhadap virus. Duh, jangan sampai ya kedatangan kamu malah membuat orang-orang di sekelilingmu terancam wabah.

Jadi, anggaplah kita ini sebagai pembawa virus sehingga kita bisa lebih berhati-hati dan menjaga jarak aman dengan banyak orang.
  • Jadilah pemutus rantai penyebaran wabah

Untuk kamu, saya, dan banyak orang di dunia yang sering bertanya kapan wabah ini akan berakhir, sekaranglah saatnya untuk ambil bagian menuju jawabannya. Dengan tetap di rumah saja dan menunda mudik, berarti kamu sudah berkontribusi untuk memutus rantai penyebaran wabah covid ini.

Kalau kamu berkilah dengan, ‘ah, masih banyak orang yang melanggar PSBB kok, jadi kalau saya sendiri yang tertib, gak akan signifikan dong.’ Sepertinya pemikiranmu harus direset ulang, hehe. Kebaikan sekecil apapun, bisa dimulai dari diri sendiri lho. Siapa tahu kamu jadi inspirasi untuk tetanggamu yang nekat mau mudik juga.


Sedih karena gak mudik? Walaupun sampai saat ini, saya memang belum pernah merasakan lebaran sendiri di kampung orang, tapi saya bisa ikut merasakan kesedihan. Dulu pernah tinggal diluar Lampung, tapi lebaran selalu bisa pulang. Sampai menikah, ternyata jodohnya masih di Lampung walaupun beda kota/kabupaten. Jadi masih aman aja saat yang lain ribut mempersiapkan mudik.

mudik lebaran 2020
Lebaran tahun lalu
Sekali lagi, tahan dulu aja mudiknya. Percayalah, bukan kamu aja yang kangen keluarga. Keluarga besarmu juga kangen kamu sangat. Biarlah tak bertemu lebaran ini tapi bisa membawa kemaslahatan untuk banyak orang. Berikhtiar untuk mencegah penyebaran covid lebih penting daripada memaksakan kehendak untuk bertemu keluarga. Oke!

13 Mei 2020

Rindu Lebaran Masa Kecil

BPN Challenge Day#24

Saya merindukan lebaran saat saya masih kanak-kanak. Mengenangnya selalu membuat saya merasa sudah sangat berumur.

Dulu, lebaran adalah hari yang paling saya nanti-nantikan. Pada malam takbir, saya dan teman-teman akan janjian untuk berkeliling. Ada satu hal yang masih saya kenang sampai sekarang. Alih-alih pakai lightstick, kami berkeliling untuk takbiran dengan membawa obor buatan sendiri.

pawai obor
Pawai obor menjelang Idul Fitri. Foto dari tempo.co
Karena di kampung saya listrik masih sangat terbatas waktu itu, maka jangan heran kalau di jalan pun belum ada lampu sebanyak sekarang. Entah tradisi atau memang kebutuhan, maka membawa obor saat takbiran menjadi seperti sebuah keharusan. Mungkin juga keseruan.

Obor sederhana dibuat dari batang daun pepaya. Dengan adanya lubang di dalam batangnya, maka itu bisa diisi dengan minyak lampu dan diberi sumbu. Kalau mau lebih kuat lagi, obor dibuat dari bambu. Tapi karena bambu lebih lama buatnya, maka obor dari batang daun pepaya jadi pilihan. Toh hanya dipakai semalam saja saat berkeliling.

Seiring berjalannya waktu, tradisi membawa obor ini menghilang juga. Bahkan beberapa tahun sebelum saya lulus SD. Obor sederhana tergantikan dengan lampu warna-warni dari lightstick yang lebih praktis, murah, dan tentunya lebih aman untuk anak-anak.


Setelah saya dewasa, saya sempat bertanya-tanya. Kok bisa sih dulu anak-anak pakai obor dengan aman? Tak pernah saya dengar ada yang terbakar saat malam takbiran. Apakah anak-anak kecil dulu lebih mudah diatur atau bagaimana.

Dulu, lebaran adalah hari yang paling saya nanti-nantikan. Mungkin sudah jadi kebiasan para ibu untuk membelikan baju dan sepatu baru saat lebaran. Lumrah dan wajar lah ya. Makanya, saya dan adik-adik begitu senang akan lebaran. Kami akan punya baju dan sepatu baru!

Perihal baju dan sepatu baru ini juga ada kenangannya. Seperti sekarang, model baju dan sepatu itu musim-musiman. Model baju yang sedang tren akan benar-benar tren sehingga banyak sekali anak-anak yang kembaran. Padahal ya sama sekali gak janjian.

Saya mengalaminya. Jadi, saya dan teman saya sama-sama punya adik perempuan yang sebaya. Saya sekelas dengan teman saya. Adik perempuan saya sekelas dengan adik perempuannya. Ada beberapa orang yang seperti itu. Nah, pada saat lebaran tiba dan kami bertemu, ternyata kami pakai baju dengan model yang sama. Bahkan warnanya juga senada!

Saya kembaran dengan teman saya. Adik saya pun kembaran dengan adik perempuannya. Tapi, reaksi kami malah senang. Tidak seperti orang dewasa yang kedapatan punya baju dengan model yang sama saat pesta kemudian jadi saling menjauh. Kami malah memamerkannya pada hampir setiap orang di rumah yang kami datangi saat lebaran.


Dulu, lebaran adalah hari yang paling saya nanti-nantikan. Setelah berpuasa selama sebulan penuh, dengan perjuangan menahan haus dan lapar, akhirnya tiba juga saatnya bisa memakan apapun yang saya mau. Tiba juga hari dimana saya akan berkeliling bersama teman-teman, mencicipi kue-kue dan minuman manis, serta mengantongi uang jajan dari para tetangga dan saudara-saudara.

Tak terkecuali dari ayah dan ibu saya. Seperti juga anak kecil lainnya yang sedang dilatih berpuasa, saya dan adik-adik juga dilatih untuk berpuasa. Awalnya setengah hari, tetapi karena tergiur iming-iming dari ayah dan ibu, akhirnya saya dan adik-adik mencoba untuk puasa sehari penuh.
Apa coba iming-imingnya?

Yup! THR saat lebaran tiba, haha. Ayah dan ibu menjanjikan untuk memberi Rp 500,-/hari kalau berhasil puasa sehari penuh. Dulu uang segitu sudah sangat berarti untuk kami yang masih SD. Kalikan saja Rp 500,- selama 30 hari. Kami akan dapat Rp 15.000,- saat lebaran. Bahkan ayah dan ibu tak segan-segan untuk menggenapkannya menjadi Rp 20.000,-.

Lebaran adalah hari dimana saya adik-adik saling bertanya sudah berapa uang THR yang terkumpul, hehe. Ketika lebaran sudah lewat, kami biasanya akan membeli barang-barang kesukaan kami dengan uang itu. Rasanya tuh bangga bisa membeli sesuatu dengan uang sendiri.

Baca juga : 5 Tips Mengatur THR

Dan sekarang…

Saya merindukan lebaran saat wabah covid belum menyerang. Padahal belum sampai lebaran ya, tapi rasanya saya sudah melihat lebaran besok akan sepi. Mungkin tidak ada orang-orang berkeliling dari rumah ke rumah untuk seilaturahmi. Mungkin tidak ada anak-anak yang menyerbu kue-kue dalam toples. Mungkin tidak ada keluarga dari jauh yang datang berkumpul.

Aih, meembayangkannya sekarang malah jadi sedih.

12 Mei 2020

Segubal, Kuliner Khas Lampung Untuk Lebaran

BPN Challenge Day#23

Waw! Tema kali ini bikin saya sedikit berfikir. Kira-kira apa ya menu khas lebaran di daerah saya? Ada sih beberapa makanan yang disajikan saat lebaran, semacam menu khas begitu. Tetapi saya juga tidak tahu persis apakah makanan-makanan itu asli khas Lampung atau termasuk juga makanan khas pada umumnya orang Sumatera.

segubal lampung

Soalnya, meskipun saya tinggal di Lampung, tapi darah keluarga tetap Jawa dari kedua belah pihak. Baik dari ayah atau ibu saya. suami juga begitu. Jawa tulen. Jadi, sepertinya memang makanan yang dibuat saat lebaran adalah makanan pada umumnya saja. Tidak ada yang benar-benar jadi ciri khas daerah Lampung.

Menu Lebaran Khas Lampung

Kalau saya perhatikan, ada beberapa makanan khas lebaran dari Lampung yang memang mirip-mirip bentuk dan rasanya dengan makanan khas dari daerah lain di Sumatera. Mungkin karena memang masih sejalur ya, dan juga masih bertalian suku Melayunya. Jadi tidak terlalu heran kalau beberapa makanan ini tidak hanya dijumpai di satu provinsi saja, tetapi juga di provinsi lain di Sumatera.

Segubal

Makanan yang satu ini terbuat dari ketan putih dicampur santan yang dibungkus daun pisang atau daun kelapa dan dimasak dengan cara dikukus. Biasanya dibentuk per lempeng kecil berdiameter sekitar 5 cm dengan ketebalan sekitar 2 cm. Lempengan-lempengan kecil ini kemudian disatukan sebanyak per 5 atau per 10 keping dan dibalut lagi dengan daun pisang, lalu diikat. Maka bentuknya akan terlihat seperti lontong.

segubal lampung
Segubal. Foto dari Travelingyuk.com
Berikut resep segubal yang saya ambil dari Teraslampung.com.

Resep Segubal

Bahan :
1 kg beras ketan, cuci bersih, kukus
Santan dari 1 butir kelapa, masak hingga berminyak
Garam secukupnya
Daun pisang untuk membungkus

Cara membuat :
Ketan yang sudah dikukus masukkan dalam wadah, kemudian siram dengan santan dan beri garam. Kukus lagi hingga matang. Cetak dengan cetakan. Bungkus dengan daun pisang lalu susun berlapis dan bungkus lagi daun pisang. Ikat agar tidak berceceran. Rebus sekitar 2 jam, kemudian angkat dan siap disajikan.

Cara menikmatinya bisa bermacam-macam. Kalau ingin sensani manis, bisa dimakan bersama tapai ketan hitam. Kalau ingin sensasi gurih, bisa dimakan bersama opor, rendang, atau kari. Kalau mau original juga bisa dengan memakannya langsung.

Sekilas, sepertinya segubal mirip dengan gemblong dari Jawa atau Lemang dari Padang, Sumatera Barat. Tetapi meskipun bentuk dan bahannya hampir sama, tetapi cara membuatnya berbeda. Inilah yang membuat rasanya juga agak berbeda. Kalau segubal dibuat dengan cara dikukus, lemang dibuat dengan mencetaknya dalam bilah bambu kemudian dibakar.

Baca juga : 3 Kue Legendaris Kala Lebaran Tiba

Lapis Legit

Nah kalau makanan yang satu ini hampir selalu ada di rumah orang Lampung saat lebaran. Sesuai dengan namanya, kue ini memang berlapis-lapis tipis dan punya rasa yang manis legit, dan lembut. Bahan-bahan pembuatnya terdiri dari tepung terigu, kuning telur, susu kental manis, dan gula dengan perbandingan yang hampir sama.

lapis legit lampung
Lapis legit. Foto dari malahayati.ac.id
Kue ini termasuk makanan mewah yang kalau dijual bisa seharga hingga ratusan ribu rupiah per loyangnya. Tapi rasanya juga memang mewah dan membuat orang ketagihan setelah mencicipinya. Ini juga salah satu kue yang selalu saya incar kalau datang ke rumah saudara atau teman, hehe.

Lempok Durian

Selain kopi dan lada, Lampung juga terkenal dengan duriannya. Kalau sudah musim durian, Lampung khususnya daerah Kota Agung punya durian yang jadi primadona. Selain rasanya yang manis dan legit, harganya juga bisa lebih murah daripada durian yang dijual di tempat lain.

lempok durian lampung
Lempok Durian Lampung. Foto dari Tokopedia
Salah satu olahan durian ini adalah lempok durian atau dodol durian. Dibuat dengan campuran daging durian dan tepung ketan yang dicampur dengan gula merah. Makanan ini biasa disajikan saat lebaran bersama dengan kue-kue basah lainnya seperti lapis legit, engkak, dan dodol agar.

Itu dia beberapa makanan khas saat lebaran di daerah Lampung. Dari beberapa makanan itu, yang biasa ada di rumah mertua atau di rumah ibu adalah lapis legit dan dodol agar. Seringnya sih pesan karena kepraktisan.

Baca juga : Resep Dodol Agar Cokelat

Tapi, kalau kakak ipar saya malah memilih buat kue delapan jam. Kue basah khas Palembang yang benar-benar delapan jam untuk mengukusnya. Kalau saya, angkat tangan deh, hehe. Membayangkannya saja saya sudah ngantuk *dasar pemalas!

Nah, ada kue khas apa nih di daerahmu kalau lebaran tiba? Share di kolom komentar ya!

11 Mei 2020

Baju Baru Atau Baju Lama?

BPN Challenge Day#22

“Besok jadi kan pakai baju warna milo?”
“Jadi dong. Siapa yang belum punya?”
Sambil nyengir, saya tunjuk tangan.
“Aku, hehe.”

Itu sepenggal obrolan saya dan kakak-kakak ipar saya beberapa waktu yang lalu. Saya nyengir saja mengingat saya belum punya baju warna milo hasil kesepakatan bersama yang rundingannya sampai berminggu-minggu itu, hehe.

baju lebaran 2020
Gambar oleh StockSnap dari Pixabay 
Sudah beberapa tahun ini, kami sepakat untuk menyeragamkan warna baju lebaran. Biar kompak aja gitu, seru-seruan. Makin asik karena anggotanya juga banyak. Dari 6 bersaudara ditambah pasangan dan anak-anak yang juga sudah pada besar-besar, kesepakatan untuk kompakan warna baju ini makin asik.

Dari mulai warna hitam, putih, gold, dan sekarang menuju milo. Sempat kepikiran gak sih, ada aja ya penjual yang ngasih nama warna dengan merk minuman coklat itu. Mungkin besok-besok akan ada lagi warna ovaltine atau luwak white cofe, hehe.

Dari sepenggal cerita itu, mungkin ada yang berkesimpulan saya harus pakai baju baru terus dong kalau lebaran. Ya gak juga sih. Kalau ada baju lama dengan warna senada juga gak apa-apa. Gak harus baru. Tapi karena saya memang belum punya, jadi ya memang beli baju baru.

Sebenarnya tentang baju baru atau baju lama ini, bukan masalah untuk saya. Dulu, waktu saya dan adik-adik masih kecil, iya. Kami akan ribut minta baju baru menjelang lebaran tiba. Apalagi, teman-teman sepermainan sering tanya-tanya.

Kamu pakai baju warna apa? Model apa? Lucunya lagi, sudah diumpet-umpetin gak boleh ada yang tahu dulu, eh pas lebaran ternyata model dan warnanya mirip! Ada yang pernah mengalami masa kecil seperti ini? Jadi kenangan ya sekarang.


Kembali ke topik baju baru ini, bisa dibilang saya tim tengah-tengah. Gak harus baju baru, tapi seringnya beli juga untuk lebaran. Gimana ya? Saya ini tipe yang jarang banget beli baju kalau gak kepengen banget atau perlu banget. Nah, momen lebaran ini seringnya saya jadikan untuk ajang beli baju.

Alasannya, pasti para penjual itu mengeluarkan banyak model, jadi bisa pilih-pilih sesuai selera walaupun sudah dipastikan pilihan jatuh pada model yang serupa. Gamis berpinggang yang simpel dan gak rame. Juga, yang bisa dipakai kemanapun dan ke acara apapun. Kalau beruntung, bisa ikutan pre-order untuk model terbatas dari penjual-penjual online yang sekarang banyak tersebar.

Tapi kembali lagi sih. Lihat situasi dan kondisi. Kalau tidak memungkinkan untuk beli baju baru, kenapa harus maksa beli kan? Toh lebaran bukan ajang untuk pamer baju juga. Penampilan memang harus rapi, bersih, dan memakai pakaian yang paling indah yang kita punya. Kalau masih ada baju lama dan jarang dipakai, mubazir juga kan kalau hanya ditumpuk saja?

Sebenarnya kita juga bisa kok punya baju baru dengan merombak sedikit baju lama yang ada. Misalnya untuk set dengan outer, kita bisa padu padankan dengan outer yang lain. Atau kalau ada gamis polos, bisa ditambahi sedikit renda atau pernak pernik tambahan lain.


Dan untuk tahun ini juga sepertinya gak akan kemana-mana. Paling Cuma kepakai untuk dokumentasi keluarga. Foto lebaran seperti biasanya, hehe.

So, kalian masuk tim mana nih? Baju baru atau baju lama?

10 Mei 2020

Harapan Untuk Ramadhan

BPN Challenge Day#21

Apa kabar puasa di hari ke 17 ini? Semoga tetap sehat dan semangat ya walaupun masih dikepung dengan wabah yang entah kapan akan berakhir ini. Padahal sebelum masuk Ramadhan kemarin, saya berharap akan menjalani puasa dengan meriah dan semarak. Tapi rupanya kondisinya memang seperti ini. Jadi ya dijalani saja Ramadhan ini meski dengan suasana berbeda.


harapan saat ramadhan


Eh tapi, saya memang merasakan Ramadhan selalu berbeda antara tahun yang satu dengan tahun lainnya. Selalu saja ada hal yang bisa membuat saya terkenang dan berharap pada Ramadhan selanjutnya. Kalau ditanya punya harapan apa untuk Ramadhan tahun depan, saya akan jawab, banyak sekali. Tapi, gak mungkin ya menjabarkan satu per satu disini? Bisa ketiduran sambil baca postingan saking kepanjangan hehe.

Baca juga : Momen Terbaik Ramadhan

Misalnya, beberapa tahun yang lalu, saya menjalani Ramadhan dengan sangat berbunga-bunga. Sebab, selepas Idul Fitri, saya akan menikah. Tahun berikutnya, saya merasakan Ramadhan pertama bersama suami. Rasanya tetap berbunga-bunga, tapi kali itu bunganya lebih banyak, hehe. 

Pengalaman pertama dong menyiapkan sahur dan buka puasa untuk seseorang selain orang rumah.
Begitu juga Ramadhan selanjutnya, menjadi Ramadhan pertama di rumah sendiri. Gubrak gubruk menyiapkan sahur dan buka puasa tanpa ibu. Alhamdulillahnya, suami adalah laki-laki yang kooperatif. Karena kami berdua sama-sama kerja waktu itu, dia mau turun tangan membantu saya menyiapkan semuanya. Jadi saya gak merasa cape sendiri di rumah.

Hingga sampai tahun ini. Ramadhan dengan segala keterbatasan. Ramadhan paling sepi yang pernah saya rasakan. Tidak ada acara punggahan menjelang Ramadhan. Tidak ada tarawih jamaah di masjid. Dan tidak ada yang ribut ngajak buka puasa bersama.

Eh, malah curhat. Kembali ke harapan untuk Ramadhan tahun depan.
Oke, harapan pertama adalah bisa dipertemukan kembali dengan Ramadhan. Sepertinya ini juga jadi harapan banyak orang. Siapa yang tidak berharap akan bertemu lagi dengan bulan pernuh keberkahan ini?

Baca juga : 3 Hal Positif Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi

Saya merasa belum maksimal dalam mengisi Ramadhan kali ini. Walaupun di rumah saja, rasanya masih banyak kegiatan duniawi yang saya lakukan. Padahal harusnya bisa lebih banyak lagi ibadah, lebih banyak lagi memperbaiki diri.

Harapan kedua, saya ingin Ramadhan kembali semarak dan ceria. Sungguh walaupun baru kali ini saya merasakan Ramadhan sepi, tapi saya merindukan Ramadhan yang ramai. Anak-anak tergesa ke masjid, berlarian, ribut sana sini selepas tarawih.


tadarus

Tak apa. Saya malah lebih suka anak-anak ramai di masjid. Itulah yang nanti akan jadi kenangan mereka setelah dewasa. Seperti saya dan mungkin teman-teman juga, yang semasa anak-anaknya masih suka dimarahi oleh guru ngaji karena selalu ribut. Tapi itu juga yang dirindukan sekarang kan?

Harapan ketiga, saya ingin Ramadhan tahun depan bisa damai. Tanpa wabah, tanpa bencana alam, dan tanpa peperangan. Cukuplah sekali ini saja Ramadhan bersama wabah yang berhasil membuat banyak orang khawatir dan seperti katak dalam tempurung. Gak bisa kemana-mana. Bahkan silaturahmi pun hanya lewat dunia maya. Dan cukuplah sekali ini saja Ramadhan tanpa rencana mudik dari sanak keluarga yang merantau.

Oke, itu beberapa harapan saya untuk Ramadhan tahun depan. Giliran kamu nih cerita. Punya harapan apa untuk tahun depan?

09 Mei 2020

Tetap Bersyukur di Tengah Pandemi

BPN Challenge Day#20

Sudah beberapa hari ini menyusuri timeline media sosial teman-teman. Kebanyakan berisi pertanyaan -kalau gak mau disebut keluhan- tentang kapan wabah ini berakhir? Pertanyaan itu memang gak ada yang bisa jawab sekarang ya. Gak ada yang tahu dan gak ada yang bisa menjamin wabah akan berhenti minggu depan, bulan depan, atau tahun depan.

bersyukur di tengah pandemi

Satu-satunya hal yang bisa dilakukan ya bersyukur saja. Bersyukur karena masih diberi kesehatan, gak ikut kena wabah. Kalaupun harus isolasi, kan masih di rumah sendiri bukan di rumah sakit yang penuh aroma obat dan jarum suntik. Ya gak?

Tema hari ini menarik nih. Apa yang kamu syukuri saat berpuasa di tengah pandemi?
Banyak!

Meminimalkan ghibah, haha. Meskipun sudah diantisipasi semaksimal mungkin, potensi ghibah itu pasti ada setiap adanya perkumpulan. Nah, kalau pandemi begini dan hanya di rumah masing-masing, lebih mudah untuk mengerem mulut banyak orang. Ya kan?

Ini serius lho. Tahun kemarin saya masih kerja kantoran, ya begitu. Gak ada tempat yang murni dari obrolan unfaedah, hehe. Kalau sudah begitu, paling saya menghindarinya dengan mengalihkan pembicaraan seputar menu sahur atau berbuka atau malah lebih baik ngobrolin baju model apa yang algi tren untuk lebaran. Kalau pas jam istirahat, ya mending tidur daripada ngobrol gak jelas.


Beruntungnya puasa tahun ini di rumah aja. Apalagi, ada tantangan dari ngeblog setiap hari begini. Fix deh setiap hari kudu setor tulisan. Otomatis, otak ini harus terus jalan untuk menghasilkan tulisan yang bermanfaat.

Selain mengerem mulut untuk gak ngomongin orang dan ngomongin hal apapun tanpa faedah, puasa di tengah pandemi seperti ini juga bisa mengerem pengeluaran untuk jajan diluar. Kalau tahun kemarin, sibuk aja mau buka di kafe inilah, rumah makan itulah, foodcourt baru inilah, sekarang cukup di rumah aja. Paling kalau beneran bosen, ke rumah orang tua aja biar agak ramean.

blogger perempuan
Ngeblog dari rumah
Gak hanya soal pengeluaran untuk jajan saja, pengeluaran untuk beli barang-barang juga jadi lebih sedikit. Secara, perempuan kan pengennya semua fresh pas hari lebaran. Taplak meja baru, karpet gres model terbaru, vas bunga baru, sampai keset dapur pun kalau bisa baru deh, hehe. Nah karena gak bisa kemana-mana, otomatis agak tertahan lah ya.

Kalaupun mau belanja, paling mantengin situs belanja online. Sekuat apa sih mata ini mantengin barang-barang di hape? Lagipula, pengiriman juga agak tersendat karena adanya kebijakan PSBB ini.

Memang sih hari lebaran itu hari kemenangan yang patut dirayakan. Tapi menurut saya pribadi, gak semuanya harus baru. Barang lama kalau bersih, rapi, dan wangi juga pasti akan bagus dan enak dipandang. Kalau memang ada yang benar-benar harus diganti dan punya uang lebih, ya kembali lagi itu ke individu masing-masing.

Apa lagi?
Terkait ibadah, saya bersyukur banget tahun ini bisa full di rumah aja. Bisa menyusun rencana dan strategi untuk meningkatkan target baca Alquran misalnya. Gak asik dong, sudah di rumah dan gak ada kegiatan serius, masih gak khatam Alquran dalam sebulan di Ramadhan ini? Saya sengaja buat target semacam ini untuk memotivasi diri sendiri.


Banyak target ibadah yang bisa ditingkatkan dengan puasa di rumah aja. Kamu juga pasti punya target dong. Khatam Alquran 5 kali misalnya, atau sholat Dhuha lebih dari 4 rokaat setiap paginya, atau tarawih setiap malam, dan lain-lain.

Apapun keadaannya, satu hal yang harus kita syukuri adalah kita masih hidup. Masih diberi kesempatan untuk menikmati bulan Ramadhan. Masih diberi kesempatan untuk solat meski gak bisa ke masjid lagi. So, sudah bersyukur hari ini?

08 Mei 2020

Cemilan Praktis Untuk Buka Puasa

BPN Challenge Day#19

Siapa disini yang kalau masak atau sekadar buat camilan pun anti ribet? Tos sama saya! Kita satu genk berati, hehe.

Walaupun sekarang saya sering bikin camilan karena lebih punya banyak waktu di rumah, tapi tetap saja saya pilih yang praktis-praktis aja. Nguprek sendirian di dapur kan males ya kalau bebuatan yang ribet. Kecuali pas suami lagi libur, saya masih mau lah buat yang satu tingkat lebih tinggi level keribetannya dari yang biasa.

CAMILAN PRAKTIS BUKA PUASA

Malah kadang pak suami sih yang sering buat, semisal pempek, donat, atau bolu kukus. Saya jadi asistennya aja atau malah pengawasnya, haha. Bukan apa-apa sih, saya Cuma malas cape 2 kali. Sudahlah ribet buatnya, nanti yang beberes dapur setelah masak juga saya.

Nah, pas puasa begini, saya juga masih anti ribet. Buat camilan untuk takjil atau menu sehari-hari untuk berbuka dan sahur pun saya pilih yang praktis. Tapi, sepraktisnya saya, tetap saja saya usahakan untuk buat sendiri. Bisa sih beli di warung, takjil dan sayur matang pun ada. Tapi kok kurang sreg aja gitu.

Camilan Praktis Saya dan Suami

Sebenarnya untuk camilan saat berbuka puasa, saya dan suami sepakat untuk yang sederhana aja. Gak perlu banyak dan bermacam-macam, toh perut ini gak akan muat banyak kalau sudah berpuasa seharian. Entah ya, rasanya jadi menciut aja nih. Baru makan sepotong pisang goreng dan minum the manis sudah kenyang aja, hehe.

Jadi, beberapa camilan yang sering saya buat untuk takjil adalah,

Roti bakar

Ini kesukaan kami berdua. Roti tawar dioles mentega dan ditaburi mesis lalu dibakar pakai teflon aja. Dah, segitu praktisnya. Gak sampai 10 menit sudah terhidang tuh untuk buka puasa. Lha daripada beli roti bakar di pinggir jalan, nunggunya malah lebih lama, ya kan? Lagipula, kami juga hanya berdua, jadi seringnya hanya buat 2 potong roti saja sudah cukup.

Kalau ingin yang berbeda, saya buat ala-ala sandwich. Tinggal ganti isinya aja. Pakai kornet atau sosis atau keju, dan sayuran semisal timun, wortel, atau daun selada. Ditambah saus sambal dan mayonaise. Gak kalah deh sama restoran cepat saji itu, haha.


Bakwan

Apa nama lain makanan ini di daerahmu? Bala-bala, ote-ote, weci, atau ada nama lain? Hehe. Iya, saya dan suami juga suka camilan yang satu ini. Tepung terigu yang dicampur macam-macam sayuran, lalu digoreng. Isinya bisa sesuka hati dan seadanya bahan di kulkas. Cara makannya juga tergantung selera. Bisa dicocol saus sambal, dilalapin cabe rawit, atau disiram kuah cuka.

Tapi, saya dan suami punya kesukaan yang berbeda dari cara menggorengnya. Kalau saya suka bakwan yang tebal dan lembut, jadi walaupun sudah agak dingin juga gak akan keras. Nah, pak suami lebih suka yang tipis dan kriuk-kriuk. Jadi, kalau buat sendiri, suka ada 2 jenis ini di meja makan.

Walaupun kami sama-sama suka bakwan, tapi kami agak membatasi makanan ini saat puasa. Takut tenggorokan jadi gak enak kalau keseringan makan gorengan. Untungnya kami gak terbiasa juga untuk menemani bakwan dengan segala macam minuman dingin. Cari aman aja lah kami ini, hehe.

Pisang goreng

Saya lebih memilih untuk membuat pisang goreng atau pisang rebus ketimbang membuat kolak pisang. Selain saya tidak terlalu suka kolak, pisang goreng atau pisang rebus juga lebih praktis dibuat untuk camilan buka puasa.

Agar lebih gurih dan berbeda, biasanya saya tambahkan wijen di adonan tepung untuk goreng pisang. Rasanya jadi beda lho, lebih enak. Kalau mau versi lebih sehatnya, ya direbus. Setelah direbus bisa langsung disantap atau mau dikasih topping mesis dan keju juga boleh. Gak ribet kok, dijamin deh.


Nah, itu dia beberapa camilan praktis yang biasanya saya buat untuk menu buka puasa. Pada hakikatnya, puasa kan untuk menahan diri ya. Bukan hanya menahan lapar dan haus saja, tetapi juga menahan nafsu untuk makan berlebihan saat berbuka. Ini sebagai nasihat diri sendiri saja, supaya gak tergoda untuk menghidangkan segala macam makanan di atas meja makan.

Kalau dituruti, sebelum buka puasa tuh pengen ini itu. Kenyataannya, setelah berbuka, makan 3 biji kurma dan minum air putih saja sudah cukup lho. Belum lagi ditambah makan besar selepas solat maghrib. Kalau terlalu banyak, pastinya akan mubazir.

Baiklah, kamu punya resep camilan yang praktis juga? Tulis di komentar ya!

07 Mei 2020

3 Ide Kegiatan Ramadhan

BPN Challenge Day#18

Alhamdulillah ya kita sudah masuk ke pertengahan Ramadhan. Semoga Allah terus memberi kesempatan untuk sampai di penghujungnya.

IDE KEGIATAN RAMADHAN

Apa kabar nih semuanya? Masih pada puasa atau ada yang sudah bolong? Hehe. Anak-anak gimana puasanya? Masih pada lancar juga kan ya? Walaupun mungkin si kecil agak merengek-rengek gimana gitu menjelang siang, disabarin aja ya. Itu juga ujian, hehe.

Ide Kegiatan Ramadhan

Puasa tahun ini memang berbeda ya dari tahun-tahun sebelumnya. Kalau tahun lalu, kita biasa tarawih berjamaah di masjid, anak-anak ramai, tadarus juga terdengar di sana sini, tahun ini bisa dibilang sepi. Tarawih di rumah, anak-anak juga harus menerima kenyataan untuk gak bebas lagi berlarian di masjid, hehe.


Tapi, kita bisa kok buat kegiatan sendiri di rumah untuk mengisi Ramadhan kali ini. Libatkan semua anggota keluarga yang ada. Mudah-mudahan bisa menghilangkan kebosanan ketika di rumah aja.

Tarawih berjamaah

Walaupun gak boleh tarawih di masjid, kita masih bisa kok tarawih sendiri di rumah. Sekalian lah, merasakan suami kita jadi imam tarawih, hehe. Saya juga begitu kok. Bagi yang sudah punya anak, anak laki-laki bisa dilibatkan untuk menjadi bilal dan membaca doa kamilan selama tarawih. Dengan itu, anak jadi terlatih juga kan? Bagi yang masih berdua seperti saya, ya lebih khusyuk aja solatnya.

posisi solat jamaah
Posisi solat berjamaah di rumah
Untuk menyemangati anak-anak solat tarawih di rumah, kita bisa lho buat makanan kesukaannya yang akan dihidangkan selepas solat tarawih. Misalnya kolak pisang, atau roti bakar. Seringnya makanan itu malah lebih enak dimakan selepas solah tarawih.

Tadarus bersama

Kalau biasanya anak-anak tadarus di masjid bersama teman-temannya, tahun ini saatnya bersama keluarganya. Jangan sampai kehilangan momen berharga seperti ini. Kita bisa buat target dengan anak-anak, misalnya 1 kali khatam atau lebih.

tadarus bersama

Bacanya bergantian dengan ayah, ibu, dan kakak adik, kalau ada. Dengan begitu, bacaan kita juga bisa disimak dan dikoreksi kalau ada kesalahan. Bisa juga diselipkan cerita tentang asbabun nuzul beserta artinya. Jadi, sambil menyelam minum air. Dapat bacaannya, juga dapat mengerti artinya.

Kalau masih berdua suami, ya bisa juga kok. Alternatif lain juga boleh, yaitu dengan berlomba-lomba untuk mengkhatamkan Alquran. Fastabiqul Khoirot, berlomba-lomba dalam kebaikan. Bisa sekali, dua kali, atau tiga kali khatam. Ramadhan di rumah aja kan waktunya akan lebih banyak. Ya kan?

Oh iya, sedikit tips untuk bisa mengkhatamkan Alquran dalam sebulan. Baca Alquran minimal 2 lembar (4 halaman) setelah waktu solat wajib. Insyaallah akan khatam dalam sebulan ini. Kalau mau menambahkan jumlah khatamnya, tambahkan per 2 lembar setiap solatnya. Bonusnya bisa diselipkan saat selesai solat sunnah, seperti solat Dhuha, solat Tahajud, ataupun menjelang berbuka dan setelah imsak menjelang solat subuh.


Menyiapkan takjil

Kegiatan yang satu ini juga bisa dilakukan bersama anak-anak. Hitung-hitung untuk mengisi waktu kosongnya selama berpuasa di rumah saja. Untuk menyemangatinya, kita bisa mengajaknya buat makanan kesukaan atau makanan yang ingin ia makan untuk berbuka puasa nanti.

Masak bersama juga bisa dijadikan selipan pelajaran agar anak-anak menghargai jerih payah orang-orang di balik hidangan yang tersaji. Dalam sepiring pisang goreng saja, anak-anak bisa dilatih bagaimana harus menyiapkan adonan tepungnya, mengupas pisang dan memotongnya, hingga menjaga gorengannya agar tidak gosong dan matang merata.

Kalau sudah tahu prosesnya, insyaallah anak-anak akan lebih menghargai makanan apapun yang tersaji di meja makan. Akan dapat bonusnya juga kalau besok-besok ia akan siap membantu tanpa diminta, hehe.


Nah, itu dia beberapa ide kegiatan yang bisa dilakukan selama Ramadhan di rumah saja. Pasti masih banyak lagi ide lain yang ada di kepala, ya kan? Pada intinya, lakukan kegiatan itu dengan senang hati, jadi orang-orang di sekeliling kita juga akan merasa senang.

Punya ide lain mungkin? Tulis di kolom komentar gih!