Tampilkan postingan dengan label Idul Fitri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Idul Fitri. Tampilkan semua postingan

29 Mei 2022

Reuni Kecil Forum Lingkar Pena Lampung Jaman Old

Halo!

Masih belum move on ya dari cerita lebaran kemarin? Saya masih ada satu cerita lagi yang kalau gak saya tulis, rasanya ada yang kurang gitu. Kalian masih ingat gak, lebaran tahun lalu, ada Five Girls Gank yang datang ke rumah saya. Rombongan gadis tanggung yang dulu senangnya cekakak cekikik kalau sudah jalan kaki sepulang sekolah. Sekarang cukup ketawanya di rumah aja.

Nah, minggu ke dua Syawal kemarin, giliran teman sekomunitas saya dulu yang datang ke rumah. Berawal dari satu lingkaran di komunitas FLP selama beberapa tahun, sampai sekarang masih terhubung berkat adanya grup obrolan di WA.

Forum Lingkar Pena

Dan pertemuan ini diinisiasi oleh salah satu anggotanya, Jams. Namanya Jamastuti, tapi kami lebih suka memanggilnya dengan Jams (Bacanya seperti membaca nama James Bond, gitu).

“Kangen” katanya memulai obrolan di grup WA.

“Gak usah bilang kongan kangen, mau ketemuan aja Cuma wacana.” Saya timpali aja begitu.

Satu dua orang mulai menanggapi yang intinya sebenarnya pengen pada ketemu. Tapi ya itu, seringnya sudah rencana, tapi ketika ada yang bilang “Aku ikut aja.” Inilah cikal bakal kegagalan dan penundaan hingga periode berikutnya.

Baca juga : Five Girls SMP vs Now

Karena pengalaman itulah, makanya kemarin kami sepakat untuk langsung cari waktu yang tepat dan tempat yang sekiranya bisa dijangkau oleh semua orang. Sedikit alot sih waktu pemilihan tempat karena memang kami tinggalnya saling berjauhan. Tadinya akan disepakati satu tempat di tengah-tengah, tapi dengan pertimbangan ini itu, saya mengajukan tempat untuk sesekali silaturahmi ke rumah saya.

Dan ternyata sepakat. Yeay! Akhirnya pertemuan pun terlakasana dengan bahagia dan suasana yang ceria.

Jams adalah orang pertama yang datang hampir tepat waktu, lewat sedikit dari jam yang telah disepakati. Yang lain, agak telat tapi gak apa-apa. Ini bukan acara resmi juga dan dimaklumi karena memang jaraknya lumayan jauh dan belum pernah kesini juga sebelumnya.

Rewang
Karena pertama datang jadi bantuin masak (ups! ada kucing hehe)

Kami berbagi cerita banyak setelah dua tahun tidak bisa saling kunjung karena kondisi pandemi. Rasa ini masih sama seperti kami dahulu yang masih aktif dan semangat di FLP. Rasanya seperti masih jadi mahasiswa dan single, haha.

Forum Lingkar Pena Lampung
Tahun 2008 atau tahun berapa ya ini?

Forum Lingkar Pena
Tahun 2022

Dari sekian banyak topik, ada satu bahasan yang selalu Jams ulang-ulang setiap bertemu dengan saya dan teman-teman ini.

“Aku masih kesel, aku gak diajak foto waktu Lia nikahan! Dendam pokoknya aku!” kata Jams misah misuh.

Aku tertawa saja. Ya serius ini, saya juga heran kenapa gak ada foto bareng Jams waktu itu. Entahlah, pikiran saya mungkin sedang ngeblank, kalian tahu kan bagaimana rasanya jadi sepasang pengantin yang dipajang sehari semalam di pelaminan? Hehe.

Saya juga baru sadar ketika Jams protes gak diajak foto beberapa waktu setelah saya resmi menikah itu. Maafkanlah temanmu ini, Jams.

Dan tetiba, saya punya ide untuk mengobati kekesalan hatinya itu. Ini dia! Maafkan dengan editan saya yang seadanya ini ya, Jams, hehe. Oh iya, saya buatkan gak hanya satu foto, tapi tiga foto sesuai dengan gaun yang saya pakai sepanjang hari itu.

Wedding Photography
Setelah akad

Wedding Photography
Pakai baju adat Jawa

Wedding Photography
Pakai Gaun Malam

28 Mei 2022

Air Mata Ibu Saat Arus Balik

Dulu, sewaktu saya masih bekerja dan tinggal di Palembang, saya juga merasakan mudik saat lebaran. Ada satu moment yang bagi saya gak akan bisa dilupakan. Waktu itu, saya pulang pergi Palembang-Lampung naik kereta. Sendirian di antara manusia-manusia yang berjejalan di gerbong.

Drama Arus Balik

Pagi itu seperti biasa, ibu mengantar saya sampai pintu kereta, sampai kereta berjalan menjauhi stasiun dengan tetap melambaikan tangan. Oh iya, waktu itu perusahaan kereta api ini belum sebaik sekarang, jadi siapapun bisa mengantar hingga pintu, bahkan bisa masuk dalam gerbong selama kereta belum bergerak.

Saya duduk di bangku yang berhadapan dengan penumpang lain, seorang bapak yang belum terlalu tua. Dia bilang agak iri melihat ibu saya menangis mengantarkan saya. Katanya, dia tidak pernah mendapat perhatian yang sedalam itu. Saya hanya tersenyum dan jujurnya saya agak bingung mau menanggapi bagaimana.

Baca juga : Menggali Kenangan di Kota Ampera

Ibu memang seperti itu. Setiap kali mengantar anaknya ke tempat yang berjauhan dari rumah, selalu ada air mata yang mengalir. Saya sudah gak heran. Dulu sewaktu adik-adik saya mondok di Jawa juga begitu. Setiap kali mengantar ke terminal Rajabasa, pasti saja ibu banyak terdiam kemudian menghapus air matanya sambil melambaikan tangan, tapi bibirnya tak henti memanjatkan doa untuk keselamatan anak-anaknya.

Kemarin, begitu juga. Kloter pertama untuk arus balik adalah adik perempuan saya yang sudah berkeluarga dan punya buntut tiga. Untuk kloter ini, ibu gak seberapa sedih karena memang terbilang bisa sering ketemu. Juga, karena memang dia sudah berkeluarga, jadi tetap ada yang menjaga meskipun jauh dari ibu. Hanya saja, masih kangen sama si bungsu karena dialah cucu paling kecil di keluarga ibu. Masih lucu-lucunya, dan selama berada di rumah, dia belum mau digendong siapapun selain ibu dan bapaknya, fiuhh.

sebelum arus balik lebaran
Sebelum kloter pertama berangkat >,<

Rasanya belum puas sih ngobrol bareng, belum puas cerita-cerita, tapi sudah mau pulang aja. Gak bisa dipungkiri, rombongan ini yang bisa buat rumah terasa ramai karena memang pasukannya banyak dan masih kecil-kecil. Si sulung yang kalem dan selalu mengalah ke adik-adiknya. Juga dialah yang paling antusias kalau ditanya soal otomotif. Saya sampai heran, tuh anak kok bisa lebih tahu banyak dari kami yang orang dewasa, wkwk.

bayi gemes

Lalu si tengah, princess yang kalau ngomong lembut banget, tapi kalau sudah nangis dan jerit berasa pakai TOA raksasa. Senangnya beli mainan, segala macam mainan mulai dari masak-masakan, dokter-dokteran, kereta, boneka dan lain-lain sudah punya. Tapi kalau lewat toko mainan selalu pengen mampir.

Bayi gemes

Terakhir si bungsu yang belum bisa ngomong dengan jelas. Belum mau diajak siapa-siapa padahal waktu ke Palembang beberapa bulan lalu, maunya sama saya lho! Pernah coba dipaksa untuk digendong ibu, tapi sayangnya gagal, haha.

Bayi gemes

Dari ketiga anaknya itu, si sulung ditinggal di rumah dengan alasan libur sekolah masih panjang. Senanglah dia masih bisa liburan di Lampung bareng Uti dan Akungnya. Eh tapi ternyata, baru berselang beberapa hari, sudah ditelpon harus segera pulang karena mau ikut lomba. Hadeh! Ini mah kayaknya sengaja biar kami semua ke rumahnya.

Akhirnya mau gak mau, kami antar si sulung kembali ke rumahnya. Yah, hitung-hitung sekalian silaturahmi lah ke rumah besan yang lumayan jauh, beda provinsi pula.

Baca juga : Idul Fitri Pasca Pandemi 2022

Sehari sebelum mengantar si sulung ini pulang ke rumah, ada kloter kedua yang melakukan perjalanan arus balik. Dia adalah adik perempuan saya yang tinggal lebih jauh lagi dari Lampung. Masih single, tinggal di kosan sendirian, bekerja. Makanya, dari sini drama air mata ibu dimulai lagi.

bandara radin inten
Foto dulu di Bandara Radin Inten

Pagi saat hari keberangkatannya, kami semua sengaja ingin mengantarnya sampai bandara. Dari pintu masuk sebelum check in, mata ibu sudah berkaca-kaca. Bahkan saat salaman pun, ibu sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Sebenarnya saya pun ketularan sedihnya, tapi mau bagaimana lagi? Saya hibur ibu dengan mengajaknya ke halaman parkir di lantai paling atas.

parkir bandara radin inten
Ibu di halaman parkir

Dari halaman parkir ini, kami bisa melihat dengan jelas pesawat yang akan dinaiki oleh adik saya. Kami juga rela menunggu sampai pesawat lepas landas. Demi perasaan ibu, gak apa-apa deh. Dari raut wajah ibu, ketara sekali kalau sebenarnya ia masih rindu dengan gadis kecilnya. Matanya selalu melihat ke arah pesawat yang sedang parkir dan menunggu para penumpang masuk.

Hingga saat akhirnya pesawat yang dinaiki adik saya bersiap untuk lepas landas, air mata ibu keluar lagi. Bibirnya tak henti berdoa, tangannya terus melambai seakan adik saya bisa melihatnya dari jendela, dan matanya tak lepas dari pesawat. Mulai dari bersiap hingga benar-benar terbang dan hilang dari pandangan mata.

Saya menggandeng tangan ibu selama turun ke parkiran bawah, menyelipkan humor kecil untuk membuat hati ibu cerah kembali.

ibu sedih
Ibu masih sedih, saya ajak foto hehe

Momen perpisahan seperti ini memang menyedihkan ya. Apalagi setelah semingguan selalu ramai dan berkumpul bersama di rumah, lalu kemudian satu persatu kembali. Tiba-tiba entah kenapa, rumah serasa sepi sekali meskipun masih ada saudara atau tetangga yang datang. Saya yang tadinya mau langsung pulang ke rumah pun, jadi gak tega, hihi.

“Lebarannya habis. Bubar lagi.” Kata ibu kemudian.

21 Mei 2022

Idul Fitri Pasca Pandemi 2022

Halo semuanya!

Apa kabar? Ternyata sudah 20 hari ya saya belum posting tulisan lagi. Eh iya, selamat hari raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin kalau selama ini saya ada posting yang sekiranya menyinggung perasaan kamu semua.

Idul Fitri 2022

Lebaran tahun ini luar biasa, alhamdulillah. Bersemangat dan sampai saya baru sempat nulis setelah dua mingguan. Sibuk? Iya beneran. Tahun ini Ramadhan tuh seperti cepat sekali berlalu. Padahal serasa baru kemarin bersiap mau masak untuk sahur dan buka puasa hari pertama, eh kok tetiba sudah dekat lebaran aja. Nah, keseruan apa yang terjadi tahun ini? Lanjut ya bacanya!

Berkumpul Setelah 2 Tahun

Alhamdulillah, pemerintah kita sudah mengizinkan warganya untuk mudik di lebaran tahun ini. Jadi adik-adik saya yang tinggalnya sudah di seberang-seberang sana bisa berkumpul lengkap. Mereka sudah sampai di rumah orang tua saya 4 hari sebelum lebaran. Jadi masih sempat untuk buka puasa bareng juga.

Dan seperti kebanyakan rumah kampung pada umumnya kalau keluarga sedang berkumpul, rumah orang tua saya juga jadi penuh. Untungnya sebelum mereka datang, saya dan ibu berinisiatif untuk sedikit beberesan kamar biar agak legaan kalau ada beberapa koper yang parkir disana.

Kamar tidur yang biasanya bersisa dan kosong, kemarin berpenghuni semua, bahkan ada yang sampai tidur di ruang keluarga. Jadi, kalau sudah menjelang waktu tidur, siap-siap aja mengkapling ruangan sendiri-sendiri, haha.

Itu mengingatkan saya tentang keadaan rumah almarhum mbah buyut waktu saya masih kecil. Kalau lebaran dan kumpul semua, saya dan beberapa anggota keluarga juga menggelar karpet untuk tidur di ruang tamu dan ruang keluarga. Berjejer seperti ikan asin sedang dijemur. Semenjak mbah buyut meninggal, sepertinya sudah tidak ada lagi acara gelar-gelaran tidur begitu karena tidak semua anaknya mudik lagi. Nyatanya, ini jadi kenangan indah sampai sekarang.

Sebelum lebaran tiba, ibu juga bersemangat sekali untuk buat kue-kue kering. Dua tahun lalu, paling hanya beli beberapa macam dan sedikit karena memang tahu anak-anaknya gak akan boleh mudik dan gak bisa kumpul pas lebaran. Tahun ini, tampaknya pembalasan dendam ibu. Buat kue lumayan banyak dan beberapa macam dengan alasan agar bisa dibagi-bagi pas kembali ke rumah masing-masing.

Baca juga : Segubal, Kuliner Khas Lampung Saat Lebaran

Dan memang begitu. Saat adik-adik saya kembali ke tempat masing-masing, mereka dibawakan ibu kue-kue lebaran yang kemarin dibuat. Saya juga sih. Bedanya, saya bawa toples sendiri aja dari rumah, biar gak rempong mindahin kue lagi dari plastik ke toples. Yah, hitung-hitung go green lah, mengurangi sampah plastik, hehe.

Malam Takbiran Ramai

Malam hari menjelang Idul Fitri adalah malam yang ramai di kampung. Dulu sewaktu saya masih kecil, saya dan adik-adik akan bersemangat minta dibuatkan obor dari bambu atau batang daun pepaya. Tujuannya sebagai penerangan sewaktu takbir keliling kampung bersama warga lain.

Seiring waktu, obor api itu dirasa agak berbahaya kalau sudah terlalu banyak yang membawa. Apalagi kalau yang bawa anak-anak kecil, jalannya kemana, arah mata kemana, obornya juga kemana. Makanya sekarang diganti dengan lampu stik berwarna warni yang pastinya akan membuat anak-anak senang dan tentunya lebih aman.

Malam takbiran tahun ini juga berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang sepi. Kemarin saya dan keluarga menunggu arakan takbir lewat depan rumah. Sengaja gak ikut arakannya karena sepertinya keasikan ngobrol di rumah sambil beberesan.

Malam takbiran
Arakan takbiran

Saya selalu menunggu moment seperti ini. Masih di kampung, jadi masih ramai dan semarak. Saya juga selalu suka dengan dekorasi yang dibuat anak-anak Risma. Membuat arakan takbir semakin ramai dan meriah.

Berbeda suasananya kalau saya bermalam di rumah mertua. Disana, tidak ada arakan takbir seramai disini. Pun tidak ada dekorasinya. Itu yang saya tahu selama enam tahun menikah dan beberapa kali menginap di rumah mertua saat malam Idul Fitri.

Silaturahmi Keroyokan

Selama dua tahun kemarin, memang lebaran benar-benar terbatas dan tidak bisa saling kunjung dengan bebas. Kalaupun ada yang berkunjung, paling hanya tetangga kanan kiri dan saudara yang dekat rumah saja.

Tahun ini sepertinya pembalasan dendamnya, hehe. Rumah orangtua saya ramai di hari lebaran, tidak saja di hari pertama, tapi juga sampai semingguan masih ada kerabat yang silaturahmi. Bisa jadi juga karena memang ada mbah yang tinggal di rumah orangtua saya. Jadi, saudara dan tetangga yang akan menjenguk mbah, ya pasti datang ke rumah.

Silaturahmi lebaran
Saudara bersilaturahmi

Untungnya, situasi seperti ini sudah diprediksi dan karenanya kami sudah mengatur ulang letak kursi dan beberapa perabot di rumah agar lebih luas. Seperti beberapa tahun yang lalu, kebiasaan kami untuk menata ulang ruangan kembali lagi. Kali ini lemari buku yang awalnya berdiri sebagai penyekat ruang tengah, kami geser ke dinding. Jadi, ruang tengah terasa lega karena tanpa pembatas.

Kami juga menyusun beberapa karpet di ruang tamu dan ruang keluarga. Dengan begini, tamu-tamu yang datang pun akan bisa lebih lama duduk karena tidak merasa harus bergantian tempat duduk. Dan memang terbukti sih, tamu yang banyak bisa muat semua dan ngobrol dengan asik.

Saya dan suami sholat Idul Fitri di masjid tempat tinggal orang tua saya. Setelahnya, kami menghabiskan sepanjang hari di rumah karena memang tamu yang datang silih berganti. Baru pada sore hari, berangkat ke rumah mertua.

Gak bisa dipungkiri sih memang, suasana di rumah Mamak agak berbeda. Tamu yang datang tidak sebanyak tamu yang ada di rumah orangtua saya. Mungkin tradisi di kota dan kampung berbeda. Kalau di kota, saling kunjung hanya dari pagi hingga siang menjelang sore. Setelahnya, paling hanya saudara saja.

Baju Lebaran Yang Tertunda

Lebaran tahun lalu, saya dan adik perempuan sepakat untuk punya seragam lebaran yang sama atau paling tidak senada warnanya. Sudah sempat dipesan dan dikirim ke alamat rumah adik, ternyata malah gak boleh mudik. Jadi baju seragam lebaran itu mangkrak setahun lamanya. Cerita versi lengkap ada di link ini ya.

Baca juga : Sepenggal Cerita Lebaran 2021

Tahun ini, kami sepakat untuk mewujudkan keinginan yang sempat tertunda tahun lalu. Beruntungnya kami juga bisa berkumpul semua. Memang ya takdir Allah itu gak akan pernah mengecewakan asal kita tetap berbaik sangka.

Sebaliknya, dari keluarga suami sepertinya gak ada kesepakatan mau pakai baju warna apa. Mungkin karena tidak bisa kumpul bersama dalam satu waktu juga. Gantian sih ya. Agak merasa ada yang kurang sih karena gak ada keseruan diskusi panjang para wanita untuk menentukan warna baju seragam, hehe. Tapi dibawa senang aja deh.

Terakhir, bonus foto dong. Alhamdulillah bisa kumpul semua anak abah dan ibu. Tapi sayangnya, gak ada foto keluarga dari pihak suami. Gimana mau foto bareng, saya kesana pun sudah pada berpencar haha.

Idul Fitri 2022
Keluarga lengkap

3 Bidadari
Mau foto bertiga ya diganggu terus

3 Bidadari
Akhirnya gak ada foto bertiga

Before after
2007 vs 2022

*Foto terakhir ini sudah lama pengen dibuat. Niatnya untuk seru-seruan aja sih. Dulu pernah foto di tempat yang sama, bedanya cuma usia dan yang paling mencolok sih adek bungsu. Kalau dulu dia masih bisa berdiri di depan saya dengan tubuhnya yang mungil, sekarang harus berdiri dengan lutut ditekuk biar saya gak ketutupan, haha.

Baiklah, sepertinya sekian cerita lebaran 2022 dari saya. Mohon maaf lahir dan batin ya!

21 Juni 2021

Five Girls SMP vs Five Girls Now

Haloooo!!

Ya ampuunn.. berapa lama ini blog ditinggal?? Beneran deh tulisan ini jujurnya sudah mulai ditulis dari beberapa hari setelah lebaran kemarin, tapi belum kelar-kelar dan akhirnya harus diperem lama kayak tape ketan, haha. Nanti saya cerita deh kenapa lama gak nge-blog.

Masih terbawa suasana lebaran yang ada senang dan sedihnya. Di postingan pertama yang sudah tayang beberapa waktu lalu, saya cerita tentang lebaran bersama keluarga yang tumben banget hanya foto dari keluarga saya aja. Cerita lengkapnya baca aja disini ya!

Nah, kali ini ceritanya masih seputar lebaran. Tapi, versi serunya bareng teman-teman yang sudah lamaaaaaa banget gak ketemu. Teman SMP yang dulu membentuk kelompok keren pada jamannya, haha.

Five Girls Ala Emak
Five Girls ala Emak

Pernah kan kalian punya teman kelompok yang rada eksklusif gitu pada jaman sekolah dulu. Bisa dibilang geng gitu deh. Saya pernah tuh, jaman SMP. Katanya sih kalau temenan dari SMP itu memang lebih bisa dapet ikatan emosionalnya sampai bertahun-tahun, bahkan bisa sampai tua gitu. Ya semoga aja ya, karena sampai sekarang (kami belum mau disebut tua, terutama saya wkwk) kami masih tetap berteman dekat. Kami menamainya dengan Five Girls.

Sesuai namanya, Five Girls ini beranggotakan lima orang gadis remaja yang gak ada kesamaannya sama sekali. Watak beda, hobi masing-masing beda, eskul di sekolah juga beda, sampai suku pun beda juga. Untuk yang terakhir ini, saya baru sadar juga sih ternyata kami ini seperti Indonesia mini, haha. Mungkin satu-satunya kesamaan dari kami berlima adalah arah jalan pulang dari sekolah.

Walaupun rumah kami gak saling berdekatan, bahkan bisa dibilang jauh, tapi arahnya tetap sama. Jadi bisa satu angkot pas pulang. Jangan ditanya bagaimana dulu kami berjalan kaki dari gerbang sekolah ke pinggir jalan raya. Menuhin jalan karena berjejer. Belum lagi ngakak ngikikinya. Dah lah, alay tapi seru pada jaman itu.

Waktu paling favorit adalah saat para guru akan rapat di jam pelajaran dan berakhir dengan kami yang pulang lebih awal. Waktunya main ke rumah anggota geng secara bergantian dan menikmati hiburan.

Nonton Film Legendaris

Kuch Kuch Hota Hei. Yup! Siapa coba yang gak kenal film bollywood yang satu ini? Jaman dulu paling hits di seantero sekolah. Entah dari mana itu kami dapat VCD nya yang tentu saja bajakan (plis, jangan ditiru ya). Lebih karena kami gak tahu sih mana yang asli dan mana yang bajakan. Taunya ada yang jual aja dengan harga murah, hihi. Jaman dulu belum ada youtube atau streaming online. Ponsel aja hanya beberapa orang tua yang punya.

Kuch Kuch Hota Hei
Kuch Kuch Hota Hai

Sebenarnya saya gak terlalu hobi juga sih nonton film India, tapi demi ikatan persahabatan, ya nonton juga. Sampai sekarang pun, saya masih belum paham tuh jalan ceritanya kayak apa, haha.

Film kedua yang gak kalah hits pada waktu itu adalah Titanic. Untuk yang satu ini, saya inget banget lho kami nonton sampai tutup gorden jendela, wkwkwk. Biar feel-nya dapet katanya. Dan terbengong-bengonglah kami pas adegan Rose dan Jack di mobil, haha. Tutup mata dan ngakak bareng gak jelas.

Film Titanic
Film Titanic

Makan Siang Berlauk Ikan

Makan ikan hasil olahan ibu di rumah, mungkin sudah biasa ya. Tapi, kalau mau makan ikan harus nangkep ikan sendiri dan mengolahnya sampai bisa dimakan, itu baru ada keasyikan tersendiri. Nah, ini dia salah satu hal menyenangkan untuk kami pada saat itu. Jadi, salah satu dari kami ini punya peliharaan ikan konsumsi di pekarangan rumahnya. Saya agak lupa juga sih ikan apa, lele atau mas gitu.

Kalau kami kesana, makan siangnya ya lauk ikan itu. Tapi, harus nangkep dulu pakai jaring, hehe. Kebayang gak sih, anak cewek SMP yang pada centil ini harus ‘kerja’ dulu sebelum makan? Kenangannya disitu. Setelah makan pun, kami pantang pulang sebelum dapur bersih. Secara gak langsung, kami buat peraturan tak tertulis semacam itu. Jadi kalau main ke rumah siapa gitu dan ada acara makan, beberes dulu biar meringankan pekerjaan ibu cuci piring. Anak-anak baik kan kami ini, wkwk.

Saling Marahan dan Ngambek Gak Jelas

Dalam suatu kelompok, pasti pernah lah ya ada salah seorang yang marah, ngambek, jail, gak jelas gitu. Ini juga terjadi sama Five Girls kami. Paling sering ngambek kayaknya saya deh, haha. Mungkin bagi sebagian orang, masalahnya simpel sih, tapi entah kenapa sampai sekarang saya memandang masalah waktu itu gak sesimpel itu, haha.

Ngambek saya gegara mereka baca buku harian saya! Receh banget ya? Tapi, mereka baru ngaku kalau ternyata sebenarnya mereka gak pernah baca buku harian saya. Ya entahlah. Itu sudah lama banget, hey!

Kembali ke masa sekarang setelah belasan tahun tak berkumpul. Jadi awalnya salah seorang dari Five Girls ini main ke rumah saya sebelum lebaran tiba. Sebelumnya juga sudah beberapa kali main sih. Nah, tiba-tiba aja terlintas untuk ngadain semacam reuni kecil pas lebaran. Pumpung hari libur dan ada semua.

Gak pakai rencana macam-macam sih karena biasanya rencana yang banyak dan lama itu berakhir sebagai wacana aja. Awalnya memang ada aja yang tabrakan dengan agenda lain. Tapi demi pertemuan sakral ini, kami semua rela menyisihkan agenda lain. Yeaaayyyy!

Baca juga : Lagu JKT48 yang Membuatmu Nostalgia SMA

Dan akhirnya kami berjodoh juga! Hari ke-2 lebaran kami bertemu. Tapi sayangnya, mendadak salah satu dari kami gak bisa datang karena anaknya sakit. Yah, mau bagaimana lagi ya. Mungkin di lain kesempatan semoga bisa kumpul berlima lagi.

Banyak cerita yang kami ulang pas kemarin ketemu. Serunya itu kayak berasa kami masih bocah SMP yang labil. Ngakak-ngikik seru padahal ada bocah-bocah. Sampai suami dengan sadar diri bergeser ke teras rumah demi para istri yang lagi reunian, haha.

Beneran Candid
Beneran candid ini

Satu hal yang gak boleh terlewat adalah foto. Untungnya, saya masih punya cetakan foto waktu SMP dulu. Dengan muka polos tanpa polesan sedikitpun, kami foto berlima, seringnya berempat karena salah satu dari kami harus jadi fotografer (dulu belum ada tongkat selfie). Dan, kami mencoba untuk pose ulang!

Geng anak SMP
Five Girls jaman SMP

Five Girls SMP
Five Girls jaman SMP

Hasilnya, taraaaaa!

Five Girls Ala Emak
Five Girls Ala Emak

Siapa yang gayanya paling sama? Masih cocok jadi anak SMP gak? Haha. Bonus foto di sela-sela kerempongan ibu-ibu yang punya anak kecil.

Emak rempong
Emak rempong

Five girls now
Five Girls yang sudah beranak pinak
(sayangnya minus 1 orang)

25 Mei 2021

Sepenggal Cerita Idul Fitri 2021

Selamat Idul Fitri yaaaa! Mon maap nih, lumayan telat posting lebarannya, tapi belum telat untuk ngucapin selamat lebaran kan ya? Masih bulan Syawal kok ini, hehe.

Gimana, gimana? Tahun ini pada mudik gak? Gak mudik? Gak apa-apa, sama kok. Saya juga tetap di rumah setelah sehari nginep di rumah mertua dan orangtua, hehe. Deketan soalnya. Inilah hikmahnya punya orangtua dan mertua yang gak sampe nyebrang pulau atau nyebrang laut, lebaran bisa bolak balik dengan aman.

Idul Fitri 1442 H
Idul Fitri 1442 H

Untuk yang seharusnya mudik tapi gak jadi karena ada penyekatan, ya ambil hikmahnya aja. Hitung-hitung, memanfaatkan teknologi untuk mendekatkan yang jauh dan tetap terhubung walaupun raga tak bisa berkumpul, hehe.

Lebaran Tak Lengkap

Oke, ceritanya lebaran saya tahun ini cukup menyenangkan walaupun ada sedihnya karena para adik gak bisa kumpul bareng. Adik yang dekat rumah, malah lebaran di pulau seberang, jauh hari sebelum ada penyekatan sudah mudik dia. Adik yang seberang provinsi, gak bisa berkutik karena memang liburnya pas hari pertama penyekatan, haha. Adik yang terdampar paling jauh di ujung pulau Jawa apalagi, memang sudah pasrah lebaran sendirian disana.

Paling sedih sih, ibu sama abah di rumah. Sudah adik-adik gak bisa pulang, saya yang memang diharapkan untuk bisa lebaran hari pertama disana, malah gak bisa juga. Ya gimana ya, kalau sudah punya dua keluarga, memang harus mengorbankan salah satunya. Saya yang dari awal menikah sudah punya pernjanjian perihal lebaran (haha, kalian punya gak sih?), tahun ini memang jatahnya hari pertama di rumah mertua.

Honeymoon old
Cieee yang kayak lagi pacaran >,<

Hasilnya? Ibu dan abah hanya bertiga di rumah bareng adik bungsu. Mohon maaf lahir dan batin ya Bu sama Abah, hehe. Di rumah mertua, hari pertama juga gak bisa kumpul semua kok. Masih ada minus kakak ipar yang belum lama ini menikah dan lebaran pertama di rumah mertuanya. Juga minus ponakan yang harus dinas di hari lebaran pertama.

Entah karena memang gak bisa kumpul semua denga lengkap, atau karena waktunya juga gak bisa singkron, lebaran tahun ini gak ada foto bersama keluarga besar. Agak aneh gimana gitu sih, karena memang setiap lebaran pasti ada foto ramean. Serius ini mah, di keluarga besar suami malah gak ada satu foto pun pas hari lebaran kemarin, haha.

Ketika saya telepon ibu di hari pertama kemarin dan tanya sudah foto atau belum, jawabannya juga hampir sama. Karena gak ada yang kumpul, jadi males foto, haha!

Balada Baju Lebaran

Kalau biasanya keluarga besar dari suami itu sudah heboh soal baju seragam lebaran dari jauh-jauh hari, tahun ini entah kenapa sepi-sepi aja. Gak ada sidang isbat untuk menentukan warna baju apa pakai jilbab apa, baju koko model apa paduan pecinya bagaimana, hehe. Kemarin-kemarin sebelum lebaran sempat diisukan untuk pakai baju seragam yang belum lama ini dibuat saja.

Lumayan lah, irit dana lebaran untuk beli baju. Tapi ternyata karena memang gak bisa kumpul itu, jadi pakai outfit masing-masing aja. Tetep, saya dan suami gak beli baju juga. Pertama, karena memang saya berfikir gak harus baju baru sih pas lebaran, yang penting baju terbaik dan rapih aja. Kedua, sebenernya niat beliin suami baju koko, tapi ternyata gak sempat dan tiba-tiba sudah lebaran, haha. Ya sudahlah, pakai ada aja. Toh gak mengurangi nilai khidmatnya Idul Fitri juga.

Nah, justru isu baju seragam lebaran ini datang dari keluarga saya. Adik perempuan saya sudah milih-milih baju yang cocok dan sudah pesan untuk semua anggota keluarga yang perempuan (cuma 4 orang sih yang perempuan). Seneng banget dong saya. Pertama kali lho pakai baju seragam lebaran, biasanya kan selera masing-masing atau yang senada aja warnanya.

Baca juga : Baju Baru atau Baju Lama?

Eh, tragedi datang! Baju seragam dipesan dan dikirim ke alamat adik saya yang tinggal beda provinsi itu. Niat awal mau pulang kampung dan bawain itu baju, ternyata ada penyekatan dan gagal mudik, hwaaaa! Yah, memang belum takdir sih tahun ini bisa pakai seragam lebaran, haha.

Walaupun begitu, lebaran tetap momen menyenangkan kok. Tetap bisa terhubung lewat video call yang bisa menyatukan semua anggota keluarga. Lupakan baju seragam lebaran, dan ingat momen indahnya aja.

Baiklah, cerita lebarannya disambung di postingan selanjutnya aja ya. Sedikit bocoran, ada kisah tentang Five Girls yang kembali membawa serta pasukannya. Ada apa ya kira-kira? Pantengin aja blog ini di postingan selanjutnya!

Bonusnya seperti biasa, deretan foto di momen lebaran. Ada yang diambil sudah hari ke berapa sampai ada yang diambil pas kondangan, hehe.

Idul Fitri
Yah, belum siap, haha

Menikah di bulan Syawal
Pasagan romantis

OOTD Kondangan
Gak ada pasangannya, wkwk

03 Juni 2020

Rela Terpanggang Terik Demi Foto

Cerita Lebaran Part #3

Preview part #2

Dengan sangat tumbennya, di rumah ibu saya segala persiapan lebaran sudah beres sebelum magrib! Padahal di tahun-tahun sebelumnya, kami harus begadang untuk beberes rumah dan masak. Adik-adik perempuan saya juga heran bercampur tidak percaya saat saya telepon karena mereka tidak bisa mudik. Jadi kami tarik kesimpulannya. Tahun ini tidak banyak becandanya karena kami tak bisa berkumpul, makanya kerjanya cepat beres, hehe.

cerita lebaran

Lanjut ah di cerita lebaran lainnya.

Lebaran di Tengah Pandemi

Pagi hari di hari lebaran, kami sudah terbiasa dengan rangkaian kegiatan yang sepertinya sudah jadi pakem walaupun tidak tertulis. Bangun pagi dan bergegas untuk siap-siap ke masjid. Sarapan ringan sekadarnya hanya untuk menunjukkan bahwa kami sudah tidak berpuasa lagi. Biasanya kami hanya minum teh atau kopi, atau sesuai selera dan persedian di rumah sambil ngemil kue-kue.

Tahun ini pun demikian. Kami tetap melakukan rutinitas idul fitri seperti biasanya. Hanya bedanya, di rumah gak terlalu ramai. Di kampung kami, solat Idul Fitri masih tetap boleh dilaksanakan dengan mengedepankan protokol kesehatan. Di masjid yang biasanya didirikan tenda, kali ini hanya digelar karpet seluas halaman masjid.

lebaran di tengah pandemi
Lebaran di tengah pandemi

Seluruh jamaah dihimbau untuk membawa sajadah sendiri, memakai masker, dan memberi jarak pada shaf sholat. Sebelum masuk area masjid juga harus cuci tangan dan cuci kaki dulu. Sedih? Ya tentu. Pada saat seharusnya semua muslim berkumpul dengan riang gembira, memenuhi masjid dan merapatkan shaf, kali ini tidak begitu. Bersalaman selesai solat pun ditiadakan.

Pagi hari selepas solat Ied, kami juga terbiasa untuk bergegas rapih-rapih diri. Dandan biar gak keliatan kusam, hehe, dan langsung berburu sungkeman. Di rumah ibu saya, kami terbiasa untuk bersalaman secara teratur. Mulai dari ibu ke abah, lalu berurutan dari anak pertama hingga si bungsu. Sedikit formal tapi begitulah khidmatnya.

Kami harus bergegas ke rumah mbah sebelum banyak tamu yang datang. Itu yang biasanya terjadi di rumah kami. Kalau gak bergegas kesana duluan, bisa dipastikan kami tidak bisa secara khidmat sungkem sama mbah.

Baca juga : Cerita Lebaran Part 2 : Tidak Sibuk Malam Lebaran

Mbah adalah salah seorang yang awal-awal dulu membuka kampung ini, makanya gak heran kalau hari lebaran begini, tamu seperti tidak habis-habis. Abah, yang merupakan anak pertama mbah dan kebetulan tinggal pas di samping rumah, kedapatan berkahnya juga. Tamu yang datang juga ramai dan belum habis bahkan sampai malam tiba.

Makanya, acara sungkem dan sarapan selepas solat Ied ini harus dilakukan sesegera mungkin, hehe. Itulah serunya tinggal di kampung. Orang-orang saling bersilaturahmi. Walaupun sudah bertemu di masjid atau rumah tetangga, tetap saja kami akan sebisa mungkin mendatangi rumah orang yang lebih tua atau kerabat.

Tapi tahun ini, kebiasaan itu sedikit berubah. Rumah kami sepi. Bahkan kami bisa sarapan dengan tenang dan tidak terburu-buru. Tamu yang datang hanya tetangga kanan kiri dan saudara saja. Tidak ramai anak-anak dan berebutan salaman. Tidak sibuk merefill kue di toples dan keranjang air mineral.

Sedih? Ya mau bagaimana lagi. Hanya bisa berdoa supaya tahun depan bisa kembali seperti sedia kala.

Rela Terpanggang Terik Demi Foto

Sepertinya tidak ada orang yang rela melewatkan kesempatan untuk mengabadikan momen lebaran ini. Bagaimanapun keadaanya. Sama seperti saya dan anggota keluarga besar, baik dari pihak saya maupun dari pihak suami. Untung bukan saya aja yang demen foto-foto, haha.

Foto keluarga pertama dilakukan di rumah ibu saya. Selepas solat Idul Fitri, kami bersiap untuk pose. Ya walaupun gak kemana-mana, rapih-rapih, dandan sedikit lah, biar gak terlihat suram.

Biasanya bagian ini agak lama, karena banyak anggota keluarga terutama yang perempuan. Pake pelembab lah, bedak, lipen, pemulas pipi, dan lain-lain. Belum lagi pakai jilbab dan milih bros atau asesosoris lainnya, wkwk. Tapi karena tahun ini dua adik perempuan saya gak mudik, jadi terasa biasa aja. Gak heboh cekakak cekikik di kamar saya.

Lokasi foto masih di tempat sama seperti tahun-tahun sebelumnya, ruang tamu. Secara, ini yang visualnya lebih rapi dan ada cahayanya bagus. Foto keluarga besar yang seperti hanya keluarga kecil bahagia, hehe.

foto lebaran
Foto lebaran dari keluarga saya

Foto dari keluarga saya ya cuma begitu aja. Ganti gaya pun gak jauh-jauh dari duduk seperti itu. Karena pagi itu juga kami belum sungkem ke rumah mbah, jadi yang penting dapat foto dulu. Jadi ingat waktu lebaran tahun kemarin, kami gak bisa foto keluarga dengan santai karena memang berburu ke rumah mbah sebelum ramai tamu.

Baca juga : Aku dan Kenarsisan

Bandingkan dengan foto keluarga yang satu ini.

foto lebaran
Foto lebaran dari keluarga suami

Siapa sangka di balik foto ceria ini, ada bermacam cerita sebelumnya. Dimulai dari sidang panjang penentuan warna baju seragam dan segala drama yang menyertainya. Saya sudah posting ceritanya di link ini. Dilanjutkan pada hari H, hari raya itu sendiri. Gegara saya sudah bela-belain pakai seragam lebaran dengan beberapa drama, jadi saya sedikit mengancam. Saya gak mau ditinggalin foto keluarga besar. Apapun yang terjadi, haha.

Karena saya dan suami pun sempat mampir ke beberapa titik di perjalanan, jadi sampai rumah sudah hampir tengah hari. Sampai disana, rupanya semua orang sudah menunggu. Yah, intinya kami berdua inilah yang jadi bintang tamunya. Dua orang paling ditunggu demi foto bersama.

Tahukah kamu? Mereka rela untuk tidak melepas atribut seperti itu sepanjang pagi hingga kami datang! Padahal kalau gak menunggu kami, mungkin sudah dari tadi berganti baju dengan setelan paling nyaman di rumah. Daster dan baju tidur! Ya, secara gak ada tamu selain tetangga depan rumah. Mau apa lagi kan?

Tapi, demi foto bersejarah setahun sekali ini, kami rela panas-panasan. Apalagi tak berapa lama kami datang, kami langsung menuju lokasi. Panas banget sih memang hari itu. Bayangkan foto di jam 11.45 saat matahari ada di ubun-ubun. Belum lagi, penentuan lokasi dan tes foto sebelumnya. Asli deh itu kerasa banget ada keringat yang ngalir di dahi, di punggung, di perut, haha.

BTS Foto lebaran
Behind the scene, wkwk

BTS Foto lebaran
Behind the scene di tengah hari

Sekali lagi, demi lho ini.. demi foto lebaran yang legendaris kayak orang-orang. Rela deh terpanggang terik dan bergaya dengan mata sipit itu, hehe.

Nah, kalau kamu? Foto lebaran juga kan tahun ini?

29 Mei 2020

Tidak Sibuk Sebelum Lebaran

Cerita Lebaran Part #2

Preview part #1

Setelah sidang cukup panjang, akhirnya kami lebaran dengan seragam warna milo. Walaupun sudah selesai memutuskan warna, tapi drama seragam ini masih berlanjut hingga pemotongan dan jahit ulang baju karena masih kebesaran. Untung masih ada penjahit dekat pasar yang mau nerima reparasi, haha.

Drama menjelang lebaran bersambung pada kelilingnya saya dan suami demi biskuit kaleng legendaris, Khong Guan. Bagian ini nih yang bikin saya tepok jidat. Iya sih, kalau gak lebaran, gak bakal beli biskuit sekaleng besar yang harganya bisa untuk beli telor 4 kilo itu, wkwk.

ketupat lebaran
Ketupat lebaran

Baca : Cerita Lebaran Part #1, Keliling Demi Kaleng Khong Guan

Nah, selain dua cerita itu, saya masih punya cerita lainnya yang sayang kalau hanya mengendap di kepala.

Tumben Banget! Masak Cepat Kelar

Adalah kebiasaan di rumah ibu saya, menjelang lebaran itu selalu riweh. Sehari sebelum lebaran adalah hari paling sibuk. Beberes rumah dan masak-masak. Kalau dipikir sebenarnya gak ada pekerjaan yang benar-benar wah sih, tapi entah kenapa detak waktu terasa sangat cepat. Selepas subuh kok tau-tau sudah menjelang malam takbiran. Sementara, masak dan beberes rumah belum selesai.

Beberes rumah adalah hal wajib yang ibu saya lakukan pertama kali. Istilahnya, ini general cleaning setahun sekali. Hordeng-hordeng dicuci, kusen-kuseun dibersihkan, teralis dan kaca jendela dilap jadi kinclong lagi. Saya memaklumi kalau bersih-bersih skala besar ini hanya bisa dilakukan setahun sekali. Dengan anggota rumah yang semuanya sibuk, tanpa asisten rumah tangga, gorden yang banyak dan besar-besar, jendela yang gak Cuma sepetak kecil, wajar lah gak bisa kepegang setiap hari.

Ibu pantang sekali melihat kardus, buku-buku bertumpuk, dan printilan-printilan gak jelas ada di beberapa sudut rumah saat lebaran tiba. Makanya menjelang lebaran, sudah bisa dipastikan rumah akan terlihat lebih berantakan karena aksi pindah sana pindah sini itu kardus, tumpukan buku dan segala macamnya. Ibu menyulapnya jadi ruang yang lega untuk duduk para tamu sambil ngobrol dan mencicipi kue lebaran.

Baca juga : 5 Tradisi Lebaran Yang Masih Eksis

Saya juga memaklumi tujuan ibu beberes rumah ini. Ayah adalah salah satu tokoh di kampung saya. Ibunya (mbah saya) juga salah seorang yang awal-awal dulu membuka kampung ini. Makanya wajar kalau di hari lebaran, tamu-tamu yang berkunjung seperti tidak ada habisnya. Gak enak dong rumah berantakan saat lebaran?

Nah, tahun ini pun demikian. Walaupun ada instruksi untuk lebaran di rumah aja, ibu tetap cuci hordeng, dibantu abah membersihkan kaca, kusen dan teralis. Bedanya, ibu gak saya biarkan untuk pindah-pindahin barang lagi. Biarlah beberapa tumpukan kardus dan buku tetap mengisi ruang tengah. Lagipula, gak ada tamu juga, wkwk.

Jadi, gak terlalu banyak pekerjaan di hari itu. Saya yang datang ke rumah ibu sudah agak siang pun masih bisa beberes dengan nafas teratur, hehe. Memasang gorden yang habis dicuci, menyetrika pakaian dengan santai (biasanya kalau lebaran gini, di rumah hanya menyetrika baju lebaran aja karena mendesak, haha), dan beberes printilan yang sekiranya bisa membuat rumah terlihat lebih rapi saja.

Untuk urusan masak memasak juga sama seperti tahun-tahun yang lalu. Menu lebaran pada umumnya. Ketupat (kali ini hanya buat 20 biji aja), rendang, sayur kuah santan, dan sambal (kali ini orek tempe karena kemarinnya ada saudara yang nawarin tempe beberapa papan).

Baca juga : Tips Meminimalkan Waktu Masak Ketupat

Ajaibnya, sebelum magrib semua masakan itu sudah matang! Paling hanya koreksi rasa karena kami semua berpuasa saat memasak. Saya dan ibu yang notabene bertahun-tahun masak beginian, hanya tertawa saja. Kok bisa ya sudah matang sebelum magrib? Adik-adik perempuan saya yang gak bisa mudik pun heran saat kami telepon, haha.

masakan lebaran
Suasana dapur rumah ibu saat malam lebaran

Jadi, selepas magrib, gak ada kegiatan berarti yang melelahkan seperti tahun-tahun sebelumnya. Sayangnya, gak ada takbiran keliling yang meriah kemarin. Padahal kalau ada takbir keliling, mungkin kami yang sudah santai ini bisa ikutan keliling.

Di tengah-tengah keheranan kami, ada satu kesimpulan yang kami tarik. Tahun-tahun sebelumnya, kami semua berkumpul. Ada anak-anak kecil juga, di rumah ramai. Jadi kerjanya gak beres-beres karena disambi bercanda dan mengobrol. Malah banyakan becandanya daripada kerjanya, hehe.

Tapi, serius saya agak sedih waktu masak-masak kemarin. Biasanya anak-anak perempuan ibu berkumpul, berbagi tugas dengan sendirinya. Saya beberes rumah area dalam, adik perempuan nomor 3 masak, ibu beberes di halaman, adik perempuan nomor 4 spesialis asisten bagi kami, hehe. Tapi kemarin, saya hanya ditemani mereka lewat video call.

Ah, semoga tahun depan masih diberi umur panjang dan bisa menikmati lebaran bersama lagi. Menikmati keseruan dan kesibukan menjelang malam takbiran.

Well, sepertinya cerita lebaran ini harus dilanjutkan di episode berikutnya. Kepanjangan kalau ditaro disini semua, hehe. Cerita dong kesibukan kamu sebelum lebaran tahun ini.

28 Mei 2020

Sidang Panjang dan Keliling Demi Kaleng Khong Guan

Cerita Lebaran Part #1

Waaah sudah lebaran ya? Selamat Idul Fitri yaaaa! Taqobbalallahu minna waminkum. Semoga Allah menerima puasa kita semua dan menjadikan kita diri yang lebih baik lagi di tahun-tahun mendatang. Aamiin.

Gimana, gimana? Ada cerita apa aja nih lebaran kemarin? Kalau saya mah banyak cerita! Makanya pengen saya bagi lewat tulisan ini. Sekadar untuk menciptakan kenangan dan jejak sejarah untuk masa tua nanti, bahwa saya dan semua muslim di dunia pernah berlebaran di tengah pandemi. Berlebaran di situasi paling berbeda sepanjang sejarah, hehe.

Lebaran 2020

Eits! Tapi saya gak mau cerita yang sedih-sedih mulu. Saya mau cerita yang bahagia dan seru aja. Manalah masih wabah dari corona, ceritanya sedih lagi. Bye deh. Baiklah. Saya mulai dari mana ya?

Sidang Panjang Untuk Seragam Lebaran

Di beberapa tulisan saya sebelumnya, saya pernah menyinggung soal seragam lebaran ini. Jadi memang sudah beberapa tahun, keluarga dari suami suka seru-seruan untuk pakai baju seragam di hari lebaran. Tidak terkecuali tahun ini juga.

Walaupun katanya lebaran gak boleh kemana-mana, tapi namanya seseruan tetap aja jalan. Apalagi saat menentukan mau pakai baju warna apa. Itu tuh persis sidang yang alot. Lamaaaaaa banget untuk ambil keputusannya. Dari pengajuan berbagai warna, sampai mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan samaan dengan keluarga besar lainnya.

Kami mulai dari peach. Warnanya lembut dan kebetulan sudah ada beberapa orang yang punya. Tapi, melihat ke belakang, kok saya sering banget pakai warna itu ya. Waktu itu gamis saya hitam, jilbab peach. Lalu gamis putih, jilbab peach lagi. Lha kok ini mau gamis peach dengan jilbab hitam? Fix ganti! Cari lagi warna lain. Ungu-pink, rose pink-hitam, biru-dongker, hijau-hitam dan paduan warna-warna lainnya.

Karena takut para lelaki dalam grup keluarga gak nyaman dengan kluntang klunting wa yang muter-muter bahas seragam ini, akhirnya kami bela-belain untuk bikin satu grup wa lagi dengan nama ‘Baju Seragam Lebaran’ ckck! Dengan pertimbangan ini itu dan berbagai kemungkinan, maka sidang ditutup dengan sedikit pemaksaan karena salah satu kakak ipar saya sudah nekat beli baju warna milo. Fix deh akhirnya lebaran kali ini kami pakai seragam warna milo. Horee!

Saya kira, masalah seragam lebaran ini sudah selesai sampai disini. Ternyata masih ada lagi dramanya. Saya yang waktu itu masih santai belum dapat bajunya, terpaksa harus ngebut cari tuh baju. Mana gak berani ke pasar atau mall kan, jadi carinya lewat online deh. Sempat khawatir juga karena ada kabar bahwa beberapa jasa pengiriman akan tertunda dengan adanya kebijakan PSBB. Sampai gak nih baju sebelum lebaran tiba? Tapi, alhamdulillah, akhirnya baju tiba tepat waktu. Masih sempat dicuci dan disetrika juga.

Idul Fitri 2020
Fix pakai warna milo

Lain lagi dengan drama kakak ipar dan mamak. Karena badan yang kecil, jadi ukuran baju paling kecil pun masih kurang kecil juga. Di beberapa hari sebelum lebaran, baju yang dipesan harus dipotong dan jahit ulang. Karena sudah mepet waktu, penjahit langganan dekat rumah gak mau terima jahitan lagi walaupun hanya menjahit sedikit. Alhasil, pergi deh ke penjahit dekat pasar. Alhamdulillah bisa.

Rempong ya kami ini. Tapi disitulah serunya lebaran. Kan jadi ada cerita ya, hehe.

Baca juga : Sibuknya Menyambut Lebaran Ini

Keliling Demi Khong Guan

Ya ampun kalau inget ini mah, saya langsung tepok jidat, haha. Jadi, suami saya ini salah seorang penggemar berat biskuit. Pokoknya kalau sudah ke swalayan, bisa lama tuh di depan rak biskuit. Pilah pilih biskuit walaupun pada akhirnya jatuh pada biskuit favorit semacam gabing (see hong puff) atau marie (atau biasanya biskuit dempet yang ada krim coklatnya itu).

Nah, lebaran ini doi pengen banget beli biskuit Khong Guan yang kaleng besar. Maklum lah, hari-hari biasa gak pernah beli yang itu, gak kuat harganya. Lumayan banget kan kalau dibeliin telor bisa dapet 4 kiloan, wkwk.

Khong Guan Kaleng
Akhirnya ada Khong Guan Kaleng, wkwk

Semingguan sebelum lebaran, dia memang lihat masih ada jejeran kaleng besar itu di toko langganan dekat rumah, di swalayan dekat tempat kerjanya, dan di beberapa warung sekitar. Dipikir masih agak lama kan dan kami juga sempat beberapa hari menginap di rumah mertua dan rumah ibu saya, jadi kami tunda-tunda terus deh untuk belinya.

Dua hari sebelum lebaran, akhirnya kami putuskan untuk beli juga. Ternyata.. deng dong! Di warung langganan sudah habis. Mau beli di swalayan dekat tempat kerja kok jauh banget ya, dia sudah libur juga. Akhirnya kami keliling deh ke warung-warung dan toko-toko di sekitar. Sampai ke Indoma***t pun stok kosong!

Saya bilang aja,

“Makan biskuitnya di rumah ibu aja. Kemarin sempat lihat dapat bingkisan yang ada biskuit khong guan walaupun kaleng kecil.”

Dari mimik wajahnya, kayaknya doi masih belum mau menyerah. Katanya, besok kita cari lagi sebelum berangkat ke rumah ibu. Ya ampuunn!

Baca juga : Segubal, Kuliner Khas Lampung Untuk Lebaran

Benar. Jadi di satu hari sebelum lebaran itu, kami keliling lagi. Padahal itu sudah siap-siap mau mudik ke rumah ibu (tahun ini jatah lebaran pertama di rumah ibu). Baiklah. Kami jalan lagi menyusuri toko yang sekiranya kami lewati kemarin. Kosong semua. Sempat terpikir untuk ke swalayan besar yang agak jauh dari rumah, tapi melihat penampilan kami yang pakai baju rumahan banget, rasanya kok gimana gitu ya, haha. Lagipula kemarin itu masih pagi dan belum buka.

Untungnnya ada satu swalayan yang sudah buka. Begitu saya lewati pintu masuk, mata saya langsung menangkap jejeran kaleng besar berwarna merah itu. Ahamdulillah, akhirnya pencarian ini berakhir disini. Kami spontan tertawa. Terserah mau dipandang apa sama petugasnya, hehe.

Well, itu sedikit dari banyak cerita lebaran tahun ini. Masih ada lanjutannya. Tapi di postingan selanjutnya ada kali ya. Nah, kalau kamu punya cerita seru apa nih? Cerita dong di kolom komentar!