Halo semuanya!
Apa
kabar? Ternyata sudah 20 hari ya saya belum posting tulisan lagi. Eh iya,
selamat hari raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin kalau selama ini saya
ada posting yang sekiranya menyinggung perasaan kamu semua.
Lebaran tahun ini luar biasa, alhamdulillah. Bersemangat dan sampai saya baru sempat nulis setelah dua mingguan. Sibuk? Iya beneran. Tahun ini Ramadhan tuh seperti cepat sekali berlalu. Padahal serasa baru kemarin bersiap mau masak untuk sahur dan buka puasa hari pertama, eh kok tetiba sudah dekat lebaran aja. Nah, keseruan apa yang terjadi tahun ini? Lanjut ya bacanya!
Berkumpul Setelah 2 Tahun
Alhamdulillah,
pemerintah kita sudah mengizinkan warganya untuk mudik di lebaran tahun ini.
Jadi adik-adik saya yang tinggalnya sudah di seberang-seberang sana bisa
berkumpul lengkap. Mereka sudah sampai di rumah orang tua saya 4 hari sebelum
lebaran. Jadi masih sempat untuk buka puasa bareng juga.
Dan seperti kebanyakan rumah kampung pada umumnya kalau keluarga sedang berkumpul, rumah orang tua saya juga jadi penuh. Untungnya sebelum mereka datang, saya dan ibu berinisiatif untuk sedikit beberesan kamar biar agak legaan kalau ada beberapa koper yang parkir disana.
Kamar
tidur yang biasanya bersisa dan kosong, kemarin berpenghuni semua, bahkan ada
yang sampai tidur di ruang keluarga. Jadi, kalau sudah menjelang waktu tidur,
siap-siap aja mengkapling ruangan sendiri-sendiri, haha.
Itu
mengingatkan saya tentang keadaan rumah almarhum mbah buyut waktu saya masih
kecil. Kalau lebaran dan kumpul semua, saya dan beberapa anggota keluarga juga
menggelar karpet untuk tidur di ruang tamu dan ruang keluarga. Berjejer seperti
ikan asin sedang dijemur. Semenjak mbah buyut meninggal, sepertinya sudah tidak
ada lagi acara gelar-gelaran tidur begitu karena tidak semua anaknya mudik
lagi. Nyatanya, ini jadi kenangan indah sampai sekarang.
Sebelum
lebaran tiba, ibu juga bersemangat sekali untuk buat kue-kue kering. Dua tahun
lalu, paling hanya beli beberapa macam dan sedikit karena memang tahu
anak-anaknya gak akan boleh mudik dan gak bisa kumpul pas lebaran. Tahun ini,
tampaknya pembalasan dendam ibu. Buat kue lumayan banyak dan beberapa macam
dengan alasan agar bisa dibagi-bagi pas kembali ke rumah masing-masing.
Baca juga : Segubal, Kuliner Khas Lampung Saat Lebaran
Dan
memang begitu. Saat adik-adik saya kembali ke tempat masing-masing, mereka
dibawakan ibu kue-kue lebaran yang kemarin dibuat. Saya juga sih. Bedanya, saya
bawa toples sendiri aja dari rumah, biar gak rempong mindahin kue lagi dari
plastik ke toples. Yah, hitung-hitung go green lah, mengurangi sampah plastik,
hehe.
Malam Takbiran Ramai
Malam
hari menjelang Idul Fitri adalah malam yang ramai di kampung. Dulu sewaktu saya
masih kecil, saya dan adik-adik akan bersemangat minta dibuatkan obor dari bambu
atau batang daun pepaya. Tujuannya sebagai penerangan sewaktu takbir keliling
kampung bersama warga lain.
Seiring
waktu, obor api itu dirasa agak berbahaya kalau sudah terlalu banyak yang
membawa. Apalagi kalau yang bawa anak-anak kecil, jalannya kemana, arah mata
kemana, obornya juga kemana. Makanya sekarang diganti dengan lampu stik
berwarna warni yang pastinya akan membuat anak-anak senang dan tentunya lebih
aman.
Malam takbiran tahun ini juga berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang sepi. Kemarin saya dan keluarga menunggu arakan takbir lewat depan rumah. Sengaja gak ikut arakannya karena sepertinya keasikan ngobrol di rumah sambil beberesan.
Arakan takbiran |
Saya selalu menunggu moment seperti ini. Masih di kampung, jadi masih ramai dan semarak. Saya juga selalu suka dengan dekorasi yang dibuat anak-anak Risma. Membuat arakan takbir semakin ramai dan meriah.
Berbeda
suasananya kalau saya bermalam di rumah mertua. Disana, tidak ada arakan takbir
seramai disini. Pun tidak ada dekorasinya. Itu yang saya tahu selama enam tahun
menikah dan beberapa kali menginap di rumah mertua saat malam Idul Fitri.
Silaturahmi Keroyokan
Selama
dua tahun kemarin, memang lebaran benar-benar terbatas dan tidak bisa saling
kunjung dengan bebas. Kalaupun ada yang berkunjung, paling hanya tetangga kanan
kiri dan saudara yang dekat rumah saja.
Tahun
ini sepertinya pembalasan dendamnya, hehe. Rumah orangtua saya ramai di hari
lebaran, tidak saja di hari pertama, tapi juga sampai semingguan masih ada kerabat
yang silaturahmi. Bisa jadi juga karena memang ada mbah yang tinggal di rumah
orangtua saya. Jadi, saudara dan tetangga yang akan menjenguk mbah, ya pasti
datang ke rumah.
Saudara bersilaturahmi |
Untungnya, situasi seperti ini sudah diprediksi dan karenanya kami sudah mengatur ulang letak kursi dan beberapa perabot di rumah agar lebih luas. Seperti beberapa tahun yang lalu, kebiasaan kami untuk menata ulang ruangan kembali lagi. Kali ini lemari buku yang awalnya berdiri sebagai penyekat ruang tengah, kami geser ke dinding. Jadi, ruang tengah terasa lega karena tanpa pembatas.
Kami
juga menyusun beberapa karpet di ruang tamu dan ruang keluarga. Dengan begini,
tamu-tamu yang datang pun akan bisa lebih lama duduk karena tidak merasa harus
bergantian tempat duduk. Dan memang terbukti sih, tamu yang banyak bisa muat
semua dan ngobrol dengan asik.
Saya
dan suami sholat Idul Fitri di masjid tempat tinggal orang tua saya.
Setelahnya, kami menghabiskan sepanjang hari di rumah karena memang tamu yang
datang silih berganti. Baru pada sore hari, berangkat ke rumah mertua.
Gak
bisa dipungkiri sih memang, suasana di rumah Mamak agak berbeda. Tamu yang
datang tidak sebanyak tamu yang ada di rumah orangtua saya. Mungkin tradisi di
kota dan kampung berbeda. Kalau di kota, saling kunjung hanya dari pagi hingga
siang menjelang sore. Setelahnya, paling hanya saudara saja.
Baju Lebaran Yang Tertunda
Lebaran
tahun lalu, saya dan adik perempuan sepakat untuk punya seragam lebaran yang
sama atau paling tidak senada warnanya. Sudah sempat dipesan dan dikirim ke
alamat rumah adik, ternyata malah gak boleh mudik. Jadi baju seragam lebaran
itu mangkrak setahun lamanya. Cerita versi lengkap ada di link ini ya.
Baca
juga : Sepenggal Cerita Lebaran 2021
Tahun
ini, kami sepakat untuk mewujudkan keinginan yang sempat tertunda tahun lalu.
Beruntungnya kami juga bisa berkumpul semua. Memang ya takdir Allah itu gak
akan pernah mengecewakan asal kita tetap berbaik sangka.
Sebaliknya,
dari keluarga suami sepertinya gak ada kesepakatan mau pakai baju warna apa. Mungkin
karena tidak bisa kumpul bersama dalam satu waktu juga. Gantian sih ya. Agak
merasa ada yang kurang sih karena gak ada keseruan diskusi panjang para wanita
untuk menentukan warna baju seragam, hehe. Tapi dibawa senang aja deh.
Terakhir,
bonus foto dong. Alhamdulillah bisa kumpul semua anak abah dan ibu. Tapi
sayangnya, gak ada foto keluarga dari pihak suami. Gimana mau foto bareng, saya
kesana pun sudah pada berpencar haha.
Keluarga lengkap |
Mau foto bertiga ya diganggu terus |
Akhirnya gak ada foto bertiga |
2007 vs 2022 |
*Foto terakhir ini sudah lama pengen dibuat. Niatnya untuk seru-seruan aja sih. Dulu pernah foto di tempat yang sama, bedanya cuma usia dan yang paling mencolok sih adek bungsu. Kalau dulu dia masih bisa berdiri di depan saya dengan tubuhnya yang mungil, sekarang harus berdiri dengan lutut ditekuk biar saya gak ketutupan, haha.
Baiklah, sepertinya sekian cerita lebaran 2022 dari saya. Mohon maaf lahir dan batin ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar