Alhamdulillah akhirnya tantangan 30 hari menulis dari Blogger Perempuan sudah berhasil saya taklukkan. Ini hari terakhir posting untuk event ini, dan karena temanya bebas, saya mau posting yang berbeda.
Kali ini saya kembali ingin posting puisi. Ini puisi yang sudah beberapa tahun lalu saya tulis tapi baru kali ini saya ingin mempublikasikannya. Sekali-kali lah posting puisi. Waktu awal-awal buat blog ini, label puisi ini salah satu jadi yang label favorit saya.
Ok, let's enjoy!
Gambar oleh WikiImages dari Pixabay
Gerbong Ke Delapan
: Seli
Pada sebuah perjalanan
perempuan itu duduk dekat jendela
di gerbong ke delapan yang penuh sesak
orang-orang
sumringah, mengandai-andai tentang
kerinduan yang akan tumpah
juga orang-orang
tanpa gambar di kepala
yang tak bisa mencairkan suasana
bahkan hanya dengan satu sapa
ooo
perempuan itu melambai pada kenangan
sebuah percakapan dalam telepon genggam
suatu malam
seratus sepuluh purnama yang lalu
sebelum gerbong berderak menuju palembang
-aku akan menjemputmu esok pagi. kabari aku-
perempuan itu tersenyum
mengandai-andai pertemuan di stasiun
mereka-reka perbincangan
menata-nata keyakinan
kemudian terlelap
gerbong menembus malam
hutan yang menyimpan rahasia
alam yang tak kuasa mengubah
mantra
lelaki yang suaranya memukau di
telepon tadi
kereta malam menuju pagi
bau sungai musi
jembatan merah bertiang tinggi
perempuan itu selalu menyimpan wangi abadi
batu bara kala gerbong berhenti
perbincangan yang direka
keyakinan yang ditata
laki-laki dalam telepon tak pernah ada
lenyap seperti bayangan pagi bertemu matahari
di atas kepala
perempuan menunggu sunyi
orang-orang silih berganti
ooo
pada sebuah perjalanan
perempuan itu duduk dekat jendela
di gerbong ke delapan
orang-orang tak lagi sesak
aih, berapa stasiun yang telah ia lewati
yang telah mempertemukan
orang-orang dengan kerinduannya
derit telepon genggam
dan suara laki-laki di seberang
-aku sudah pesan ojek online, mas. kamu tunggu di pim ya-
perempuan itu menutup kenangan
saat bau sungai musi menguar di
gerbong ke delapan
Lampung, 16 Maret 2019
Pada sebuah perjalanan
perempuan itu duduk dekat jendela
di gerbong ke delapan yang penuh sesak
orang-orang
sumringah, mengandai-andai tentang
kerinduan yang akan tumpah
juga orang-orang
tanpa gambar di kepala
yang tak bisa mencairkan suasana
bahkan hanya dengan satu sapa
ooo
perempuan itu melambai pada kenangan
sebuah percakapan dalam telepon genggam
suatu malam
seratus sepuluh purnama yang lalu
sebelum gerbong berderak menuju palembang
-aku akan menjemputmu esok pagi. kabari aku-
perempuan itu tersenyum
mengandai-andai pertemuan di stasiun
mereka-reka perbincangan
menata-nata keyakinan
kemudian terlelap
gerbong menembus malam
hutan yang menyimpan rahasia
alam yang tak kuasa mengubah
mantra
lelaki yang suaranya memukau di
telepon tadi
kereta malam menuju pagi
bau sungai musi
jembatan merah bertiang tinggi
perempuan itu selalu menyimpan wangi abadi
batu bara kala gerbong berhenti
perbincangan yang direka
keyakinan yang ditata
laki-laki dalam telepon tak pernah ada
lenyap seperti bayangan pagi bertemu matahari
di atas kepala
perempuan menunggu sunyi
orang-orang silih berganti
ooo
pada sebuah perjalanan
perempuan itu duduk dekat jendela
di gerbong ke delapan
orang-orang tak lagi sesak
aih, berapa stasiun yang telah ia lewati
yang telah mempertemukan
orang-orang dengan kerinduannya
derit telepon genggam
dan suara laki-laki di seberang
-aku sudah pesan ojek online, mas. kamu tunggu di pim ya-
perempuan itu menutup kenangan
saat bau sungai musi menguar di
gerbong ke delapan
Lampung, 16 Maret 2019
Baca juga : Palembang dan Dia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar