17 Juli 2021

Pengalaman Buat KK Online

Di postingan sebelumnya, saya sudah berbagi pengalaman bagaimana mengurus surat pindah domisili. Nah kali ini saya juga akan berbagi pengalaman bagaimana membuat KK baru dengan sistem yang baru juga, lewat online! Yuk lanjut baca!

Baca juga : Pengalaman Mengurus Surat Pindah Domisili. Ribet?

Jadi, begitu surat keterangan pindah domisili sudah saya dapatkan, saya langsung bersiap untuk buat KK baru. Bercermin pada pengalaman sebelumnya, saya gugling aja bagaimana prosedurnya. Apakah harus daftar lewat online juga atau tetap harus datang ke kantor Dukcapil kota.

Sebelumnya, kakak-kakak ipar juga pernah bilang kalau mau buat KK dan KTP baru, bisa lewat pak RT dekat rumah saja. Tentunya ada biaya, dan waktu itu berkisarRp 150.000,- sudah bisa dapat KTP dan KK tanpa capek kesana kemari urus berkas. Tapi, kakak ipar yang lain menyarankan untuk daftar lewat online saja biar cepat. Gratis tanpa biaya apapun.

Dari beberapa pertimbangan itu, saya dan suami memutuskan untuk daftar lewat online saja. Selain kami juga sudah agak tahu prosedurnya (lewat pengalaman sebelumnya), kami juga mempertimbangkan biaya yang untuk saat ini memang harus benar-benar menghemat anggaran rumah tangga, hehe.

Kantor dukcapil bandarlampung
Kantor Dukcapil Bandarlampung
(sumber : dukcapil bandarlampung)

Jadi, akhirnya kami buka situs Dukcapil Bandarlampung. Gak berbeda jauh sih sama situs Dukcapil Lampung Selatan yang waktu itu saya buka. Disana ada banyak menu layanan yang bisa dipilih sesuai dengan kebutuhan. Saya pilih buat KK baru. Tinggal klik sana sini dan isi formulir data diri. Eh kok sudah selesai? Ternyata, di situs Dukcapil Bandarlampung gak harus upload dokumen yang diperlukan tetapi dokumen-dokumen itu harus dibawa langsung ke kantor Dukcapil. Lha, ini sama aja dong, haha.

Saya unduh formulir yang telah disediakan untuk diisi dan ditandatangani oleh petugas kelurahan dan kecamatan. Kalau begini mah, berarti suami harus izin sehari nih untuk mengurus dokumen-dokumen ini. Gak mungkin saya jalan kesana sini sendirian, mana gak tahu dimana kantor lurah dan kecamatan tempat domisili saya nanti, hehe.

Hal pertama adalah meminjam KK asli punya mamak dimana nama suami masih nempel disana. Lalu pergi ke kantor kelurahan untuk minta tandatangan pejabar berwenang. Alhamdulillah banget sampai disana gak terlalu ramai dan langsung dilayani dengan baik. Gak ada bayar apapun untuk minta tandatangan. Dari petugas disana, kami diarahkan ke kantor kecamatan untuk minta tandatangan lagi.

Sampai di kantor kecamatan, petugas bertanya tujuan kami dan saya bilang akan buat KK baru, juga sudah daftar lewat online. Petugas disana malah bertanya dengan wajah agak heran, ini dapat formulir dari mana? Saya bilang dari situs Dukcapil. Petugas itu hanya mengangguk tapi dari mimik wajahnya menyiratkan ‘oh, ok, gak apa-apa sih,’ dengan datar.

Petugas lainnya memperjelas maksud kami dan mungkin baru paham. Jadi kami diminta untuk kembali ke kantor kelurahan lagi untuk tandatangan di KK induk (dengan coretan yang sudah dibuat oleh petugas kecamatan ini). Sebenarnya kami sedikit bingung dengan alur ini, kenapa tadi petugas kelurahan gak sekalian tandatangan ya? Padahal kami sudah menjelaskan maksud dan tujuan kami. Entahlah.

Jadi, ya kami turuti saja balik lagi ke kantor kelurahan dan minta tandatangan. Lalu lanjut ke kantor Dukcapil Bandarlampung.

Baru kali ini sih saya datang ke kantor Dukcapil Bandarlampung yang ternyata beda jauh sama kantor Dukcapil Lampung Selatan. Haha, beneran beda. Disini kantornya luas banget dan rameeeee banget. Ada banyak loket dengan masing-masing jenis pelayanan. Daripada salah, mending saya tanya ke petugas yang jaga di depan kan.

Kantor dukcapil bandarlampung
Loket lantai 1
(Sumber foto : kumparan.com)

Kami bilang mau buat KK baru (saya lupa apakah saya bilang sudah daftar lewat online atau gak) dan petugas yang jaga nomor antrian itu langsung memberi kami nomor antrian berdasarkan jenis loket pelayanan. Saat itu, nomor antrian kami lumayan jauh, jadi ya memang harus sabar menunggu. Kalau gak salah, kami menunggu sekitar 2 jam karena memang ramai. Itupun petugas harus bergantian karena saat itu melewati jam istirahat tetapi pelayanan tetap dibuka.

Setelah mengantri hampir 2 jam itu, akhirnya nomor kami dipanggil. Akhirnya! Begitu sampai di depan petugas dan saya menyerahkan dokumen-dokumen yang telah disyaratkan. Petugas pun langsung bertanya, ini sudah daftar online? Iya, jawab saya. Apakah kalian tahu apa pernyataan petugas itu kemudian?

“Kalau sudah daftar online mah, langsung ke atas saja, disana ada petugasnya. Lewat tangga sebelah sana ya.”

Saya dan suami agak bengong sih, tapi nurut aja. Dokumen-dokumen kami dikembalikan dan kami menuju ke lantai 2. Di lantai 2 ternyata sepiiiiiii. Gak ada antrian sama sekali dan ruangannya juga lebih adem. Kami ke loket yang memang langsung terlihat begitu sampai di lantai 2 ini.

Loket online dukcapil
Loket online lantai 2
(Sumber foto : rri.co.id)

Nah, petugasnya langsung periksa dokumen-dokumen yang saya bawa. Berharap bener deh gak ada yang kurang dan balik lagi. Eh ternyata,

“Mbak, ini kan mau keluar KK dulu ya, berarti KK induk ini didaftarin lewat online juga. Baru bisa diurus keduanya.”

Ding dong! Saya mulai deg-degan ini. Bukan apa-apa sih, males bolak baliknya kalau ada yang kurang. Tapi untungnya bisa daftar saat itu juga dan langsung bisa dicetak untuk melengkapi dokumen. Ya, tentunya kami harus ke bawah lagi untuk cari tempat fotokopi dan print. Haha, olahraga deh sehari itu naik turun tangga berapa kali.

Setelah semua dokumen yang diminta sudah lengkap, petugas hanya memberitahu bahwa nanti KK baru akan dikirimkan lewat email yang sudah didaftarkan. KK induk (punya mamak) dan KK baru punya kami. Kedua KK itu bisa dicetak mandiri dengan ketentuan kertas A4 80 gsm atau bisa juga dicetak disini.

Sudah gitu aja? Iya, selesai gak sampai 5 menit kalau dokumen sudah lengkap semua. Saya dan suami tertawa. Menertawakan entah kebodohan kami atau apa. Tapi pembelaan kami sih, petugas di awal yang kami tanya nomor antrian itu memang gak kasih informasi apapun. Misalnya, kalau sudah daftar lewat online, langsung ke lantai 2 dan gak perlu repot antri berjam-jam. Juga, dari sekian banyak papan informasi di ruang tunggu lantai 1, tidak ada satupun papan informasi yang menuliskan tentang hal itu. Duh!

Ya gak apa-apa, namanya juga pengalaman ya.

Perubahan KTP

Selesai membuat KK, tentunya data di KTP saya juga harus dirubah ya. Alamat domisili saya yang sebelumnya Lampung Selatan, kini ikut dengan domisili suami di Bandarlampung. Juga status pernikahan yang tadinya belum kawin menjadi kawin. Prosesnya juga sama, daftar lewat online di situs Dukcapil Bandarlampung.

Dokumen yang harus dilengkapi gak banyak, hanya KK dan KTP asli suami istri. Dengan berbekal pengalaman sebelumnya, kali ini saya gak menghampiri petugas nomor antrian di lantai 1, haha. Langsung aja ke lantai 2 dan menyerahkan dokumen serta menyatakan maksud dan tujuan. Petugas lalu memberi saya surat keterangan seperti kwitansi atau nota sebagai bukti pengambilan KTP baru.

Nah, perubahan KTP ini juga gak lama kok. Kalau gak salah hanya sekitar 2 atau 3 hari dari saya serahkan dokumen persyaratan itu sampai bisa diambil di loket pengambilan KTP. Pelayanan juga beneran cepet. Gak pakai antri seperti kalau kita daftar manual di lantai 1.

Akhirnya, saya punya KTP dengan status perkawinan dan KK sendiri. Akhirnya, akhirnya, haha.

Baiklah, sekian pengalaman saya mengurus KK dan KTP ini. Ada yang punya pengalaman sama? Atau beda? Cus, langsung komen di bawah ya!

Ps : Semua foto itu saya ambil dari situs lain karena ternyata saya gak ambil foto sendiri, wkwk. Kepikiran nulis tapi gak kepikiran foto, haha!

16 Juli 2021

Pengalaman Urus Surat Pindah Domisili. Ribet?

Halo!

Kehidupan setelah menikah itu memang banyak dramanya ya, hehe. Dari drama menyenangkan, berurai air mata, sampai drama yang bisa bikin ketawa sendiri. Kehidupan dalam pernikahan saya juga begitu.

Sebenarnya drama ini sudah dimulai dari awal-awal menikah dulu. Jadi, saya dan suami itu beda kabupaten/kota walaupun jaraknya gak jauh-jauh amat. Suami di Bandarlampung, sedangkan saya di Lampung Selatan yang notabene luas banget. Parahnya lagi, domisili saya itu di Natar yang artinya itu lumayan jauh dari pusat pemerintahan Lampung Selatan yang ada di Kalianda.

Masjid Kubah Intan, Kalianda
Sambil nunggu di depan masjid Kalianda

Terbayang kan kalau mau urus dokumen apapun harus ke Kalianda? Saya inget banget kok kalau mau kesana tuh ada beberapa alternatif kendaraan. Kalau gak ada mobil pribadi, bisa naik bus jarak jauh jurusan Bakauheni yang ngetemnya berjam-jam karena nunggu penumpang dulu. Pilihan lain ada pada mobil travel (biasanya pakai mobil pribadi sejenis APV atau Avanza dsb), dengan tarif yang lebih mahal dari bus, juga kadang masih nunggu penumpang sampai penuh.

Waktu tempuh untuk sampai ke Kalianda juga lumayan, hampir 2 jam karena jalan yang sempit. Alhamdulillah sih sekarang sudah ada jalan tol yang bisa memangkas waktu tempuh sampai kesana. Itupun kalau bus atau travelnya mau lewat jalan tol sih. Kalau lewat jalan biasa ya sama aja.

Keadaan ini sungguh berbeda dengan suami yang domisili di Bandarlampung. Pusat pemerintahan deket sama tempat tinggal, paling juga gak sampai 15 menit sudah sampai. Intinya bisa lebih cepat dan efisien waktu deh.

Nah, karena sebab itulah, makanya pas kami nikah dan akan memutuskan alamat KTP dimana, kami sempat agak drama. Suami pengennya sih alamat di Bandarlampung karena segala KTP, SIM, STNK dll itu Bandarlampung. Sementara, saya tetap ingin di Natar karena memang tinggalnya di Natar. Sempat terfikir untuk ganti nama untuk STNK saja biar urus pajak kendaraan masih tetap dekat, tapi pakai nama siapa? Haha.

Pada akhirnya, drama ini belum ada putusan seperti cinta yang digantung, haha. Baik saya atau suami, belum ganti KTP dan belum ada KK sendiri untuk sekitar, yah.. beberapa tahun! Kalau mau melongo karena heran atau ketawa, monggo. Tapi begitulah.

Sampai akhirnya kami pindah ke rumah sendiri dan masih tetap domisili di Natar sih, tapi saya berfikir gak baik seperti ini terus menerus. Masa sudah berkeluarga tapi belum ada dokumennya? Sementara KK dari pihak saya sudah hampir kadaluarsa dan harus diperbaharui. Jadi, mau gak mau kami harus urus deh KK sendiri.

Setelah sidang isbat yang lamaaaa, akhirnya diputuskan untuk pakai alamat domisili di Bandarlampung. It’s ok walaupun dalam hati kecil saya agak keberatan ya. Tapi demi kelancaran dan kemudahan akses, baiklah gak apa-apa.

Jadi, mulailah saya mengurus surat-surat kepindahan ini. Disinilah ada drama lagi.

Surat Pengantar Pindah

Hal pertama adalah bertanya ke kecamatan Natar tentang bagaimana untuk mengubah KTP dan pisah KK. Suami yang jalan ke kecamatan dan tanya. Dari kantor kecamatan, kami dikasih formulir kepindahan WNI dan kata petugasnya, ini harus ada tandatangan dari kelurahan setempat.

Oke, saya isi formulir itu (isinya tentang nama, alamat, no KTP, no KK, dll) dan berangkatlah ke balai desa tempat domisili saya. Minta tandatangan dan cap petugas yang berwenang. Saya gak bayar sepeserpun, tapi pas sudah selesai ada sedikit kecanggungan antara saya dan petugas disana. Apakah harus bayar atau memberi uang tip? Karena yang saya tahu, tidak ada bayar apapun sekarang.

Kata petugas di balai desa itu, formulir yang sudah ditandatangani ini sudah bisa dipakai untuk mengurus surat pindah domisili dengan langsung mendatangi kantor dukcapil kabupaten di Kalianda. Poinnya adalah ‘Datang langsung ke kantor Dukcapil’ yang di Kalianda. Oh, baiklah.

Besoknya, suami penasaran aja, datang ke kantor kecamatan dengan membawa formulir ini. Siapa tau langsung bisa di kecamatan kan? Tapi ternyata jawaban petugas kecamatan pun sama. Harus datang ke kantor Dukcapil di Kalianda. Baiklah.

Setelah semua persyaratan dibawa, berangkatlah kami (saya dan orangtua) ke Kalianda. Abah mengurus KK baru dan mengeluarkan nama saya, sementara saya minta surat keterangan pindah domisili untuk selanjutnya nanti diurus ke Bandarlampung.

Melewati perjalanan yang panjang dan memastikan dokumen yang dibawa sudah lengkap, kami sampai di kantor Dukcapil Kalianda. Sebelum sampai ke loket, saya membaca kertas pengumuman kecil yang ditempel di pintu masuk. Intinya, untuk mengurus segala dokumen, harus lewat online. 

LAYANAN ONLINE DUKCAPIL
Layanan online dukcapil Lampung Selatan

Karena kurang paham, saya coba bertanya pada salah satu petugas yang kebetulan lewat (petugas di loket sedang sibuk melayani orang lain dan hanya beberapa orang saja karena kebetulan waktu itu memang sudah mendekati jam istirahat. Berharap saya mendapat jawaban yang jelas, tapi petugas yang saya tanya itu malah hanya menunjukkan pengumuman itu dengan raut wajah yang menurut saya kurang ramah.

Setelah menunggu sekitar satu jam karena istirahat, saya hampiri lagi loket yang tadi dan ternyata hanya ada anak PKL disana. Mungkin petugas aslinya masih istirahat. Saya tanya dan jawabannya kurang memuaskan saya. Kurang lebih intinya harus daftar lewat online dulu. Saya meyakinkan bahwa saya dan orangtua saya sudah membawa berkas lengkap kalau bisa langsung dieksekusi. Tapi jawabannya tetap sama, daftar lewat online dulu.

Dengan menghembuskan nafas untuk meredam sedikit rasa kesal, saya mendaftar online lewat situs yang ditunjukkan anak PKL itu. Di situs itu memang lengkap, kita tinggal pilih layanan apa yang diperlukan. Perubahan KTP, KK, KTA, dll. Setelah mengisi formulir berupa nama, alamat, dll, lalu upload foto/scan dokumen berupa buku nikah, KTP, KK lama dan formulir dari kecamatan yang ditandatangani lurah. Selesai.

Saya balik lagi ke loket dan bertanya bagaimana kelanjutannya. Jawabannya adalah menunggu dan nanti akan diberitahukan lewat WA dan email yang sudah didaftarkan. Karena saya gak yakin dengan jawaban anak PKL itu (jawabnya agak muter-muter dan kadang gak nyambung dengan apa yang saya tanyakan), akhirnya ada petugas asli yang menghampiri dan memberikan penjelasan yang cukup lengkap.

Intinya memang setelah daftar online ya hanya menunggu saja. Semua dokumen akan dikirim lewat WA dan email. Sudah itu saja? Iya. Jadi kami jauh-jauh ke Kalianda dari Natar hanya untuk daftar online yang notabene bisa dilakukan di rumah sambil rebahan! Waaaakkk!

Oh iya, kata petugasnya, kalau sudah ada pemberitahuan selesai, baru deh kami datang lagi ke Kalianda untuk menyerahkan dokumen asli itu dan mendapatkan apa yang dibutuhkan, misalnya KK baru atau surat pengantar pindah domisili. Ya ampun.

Setelah beberapa hari memang ada pemberitahuan lewa email bahwa berkas-berkas saya dan orangtua sudah lengkap dan bisa diambil dengan menyerahkan dokumen fisik dari dokumen yang kami upload waktu pendaftaran. Kami menempuh perjalanan jauh lagi ke Kalianda dan akhrinya selesai.

Poinnya adalah…

Sebenarnya ini mudah banget ya. Tinggal klik situsnya, unduh formulir, minta tandatangan petugas kelurahan dan kecamatan, upload dokumen yang diminta, dan tinggal tunggu pemberitahuan saja. Kalau sudah selesai baru ambil di kantor Dukcapil.

Kantor Dukcapil Lampung Selatan
Papan informasil di kantor Dukcapil Lampung Selatan

Tapi…

Kenapa informasi sepenting ini tidak sampai ke jajaran kelurahan, bahkan selevel kecamatan? Saya kurang tahu juga ya, apakah memang belum sampai atau hanya beberapa orang petugas saja yang tahu sehingga informasi ini gak sampai ke masyarakat umum seperti saya.

Dari awal, saya dan suami sudah tanya ke kecamatan dan mendapat jawaban harus ke Dukcapil Kalianda. Begitu juga di balai desa, petugas disana juga bilang harus ke kantor Dukcapil. Tidak ada satupun petugas yang bilang, harus daftar lewat online dulu.

Jujur ya, mungkin saya dan keluarga masih lebih mudah akses ke Kalianda. Bagaimana kalau orang lain yang domisilinya lebih jauh dari saya? Sudah jauh perjalanan, naik kendaran umum yang ongkosnya gak murah, korban waktu dan tenaga, sampai disana hanya diminta daftar lewat online dan pulang kembali. Saya geleng-geleng kepala deh.

Baca juga : 7 Fakta Lain Tentang Saya

Oke, kayaknya segini aja curcol saya soal pengalaman buat surat pindah domisili. Ada yang punya pengalaman seru lain? Oh iya, di postingan selanjutnya, saya mau cerita tentang pengalaman buat KK baru di Bandarlampung. Tungguin ya!

08 Juli 2021

Teh Jahe dan Kunyit : Ini Teh atau Jamu?

Halo! Penggemar teh mana suaranya? Hari ini sudah ngeteh belum? Atau malah sudah habis 2 cangkir sambil ngobrol sama orang terdekat. Ihiy! Terdengar kayak slogan sebuah iklan yak, haha. Tapi gak apa-apa, saya juga mau sedikit review salah satu varian teh itu kok. Yuk, langsung aja!

Setelah sukses dengan keluarnya varian teh mawar beberapa waktu yang lalu, sekarang Sariwangi mengeluarkan varian baru yang gak kalah eksentriknya. Masih dengan perpaduan aroma yang unik. Apakah itu?

Sariwangi Teh Hitam Jahe dan Kunyit

Itu jamu atau teh sih? Hehe. Serius, di kotaknya tertera ini teh hitam yang ada rasa dan aroma jahe dan kunyitnya. Penasaran gak saya? Ya iyalah, langsung ambil deh dari rak toko dan masuk dalam keranjang belanjaan.

Sariwangi teh jahe kunyit
Sariwangi Teh Jahe Kunyit

Kita kulik kemasannya dulu ya. Tidak berbeda dengan kemasan teh varian lain, Sariwangi Jahe dan Kunyit tetap dikemas dengan kotak kertas berisi 25 kantong teh. Desain kemasan berwarna kuning kecoklatan sesuai dengan warna jahe dan kunyit dengan ada gambar jahe dan kunyit di salah satu sisinya. Sekilas, kemasan ini mirip dengan minuman jahe instan atau malah bubuk jahe dan kunyit yang dipakai untuk bumbu masak.

Sementara ini, saya belum menemukan kemasan lain, misalnya pouch atau sachet seperti pada varian Sariwangi Teh Asli atau Sarimurni.

Kesan

Pas pertama kali buka bungkusnya, gak ada wangi teh sama sekali. Biasanya kalau saya buka bungkus teh itu serasa nyaman banget karena aroma teh yang khas. Nah, berbeda dengan teh yang satu ini. Ini beneran kayak jamu deh. Aromanya juga kayak jamu godhog (rebus) yang dulu sering dibuat ibu di rumah supaya saya doyan makan. Aroma tehnya malah nyaris kalah.

Bagaimana kalau diseduh? Rupanya, aroma yang dikeluarkan juga masih sama, kayak jamu. Lebih ke aroma rempah sih daripada aroma teh, menurut saya. Untuk warnanya sendiri coklat keemasan setelah diseduh sekitar 2 menit. Warnanya gak sepekat teh hitam asli keluaran Sariwangi.

Balik lagi ke soal rasa nih ya. Kalau buat teh jahe sendiri dengan komposisi suka-suka hati yang biasanya teh asli dicampur beberapa iris jahe geprek, itu rasa jahenya keluar banget ya. Apalagi kalau sudah didiamkan selama beberapa menit, bakalan kerasa semriwing dan pedes gitu.

Nah, kalau teh Sariwangi Jahe Kunyit ini gak begitu. Rasa jahe kunyitnya gak terlalu menonjol, bahkan bisa saya bilang gak ada pedas semriwing yang pekat ala jahe. Hanya rasa teh dengan aroma jahe dan kunyit yang samar-samar. Dilihat dari komposisinya memang kandungan jahe dan kunyitnya gak sampai 10% ya. Mungkin ini sebabnya rasa jahe dan kunyitnya gak terlalu kuat.

Teh Jahe Kunyit
Teh Jahe Kunyit

Tapi, secara keseluruhan, varian teh dari Sariwangi ini enak kok. Tetap menyegarkan seperti teh Sariwangi lainnya. Lidah orang kan beda-beda ya, ada yang suka dengan rasa teh asli, ada juga yang menggemari teh dengan campuran rasa lainnya. Tergantung selera aja. Untuk saya pribadi, kayaknya masih tetap pada pendirian saya sebelumnya. Teh dengan aroma melati. Gak ada tandingannya deh.

Baca juga : Sudah Coba Sariwangi Teh Mawar?

Oh iya, bonusnya saya kasih resep minuman teh yang bisa membantu menjaga kekebalan tubuh di masa seperti sekarang ini. Saya ambil resepnya dari situs Sariwangi.com.

Resep Teh Jahe Kunyit Segar

Bahan-bahan :

6 Kantong Teh Celup SariWangi
4 cm Jahe, iris tipis
4 cm Kunyit, iris tipis
1 Buah Lemon, iris tipis
8 Sendok makan Madu
800 ml Air panas

Cara Membuat Teh SariWangi Jahe Kunyit :

1.    Seduh teh celup Sariwangi dengan air panas dalam teko.
2.    Masukkan jahe dan kunyit, tunggu hingga 2-3 menit.
3.    Masukkan irisan lemon dan madu, aduk merata.
4.    Sajikan langsung dalam cangkir selagi panas.

Bagaimana? Penasaran juga dengan rasa jahe dan kunyit pada teh ini? Bisa dibeli di warung atau swalayan terdekat ya!

Baca juga : 10 Manfaat Kapulaga yang Belum Kamu Tahu