19 Januari 2024

Long Journey; Promil Bagian Pertama

Hai!

Sudah baca prolog untuk cerita panjang saya? Tadinya, saya berharap bisa menyelesaikan beberapa tulisan tentang ini sebelum si kecil lahir. Firasat saya, kalau sudah lahiran, tentunya akan banyak waktu tersita untuk si manusia mungil ini. Ternyata benar, haha.

Alhasil, tulisan yang rencananya akan terbit beberapa hari sekali, gagal total. Yah, gak apa-apa lah ya, harap maklum. Saya juga masih belajar manajemen waktu agar bisa membaginya dengan seabrek kegiatan harian.

Baiklah. Tulisan kali ini tentang perjalanan promil saya. Oh iya, kemungkinan tulisan tentang promil ini akan terbagi menjadi beberapa bagian karena ceritanya panjang. Bayangkan aja tujuh tahun berusaha menjemput takdir menjadi ibu, hehe.

Promil dokter
Pertama kali USG untuk cek konsultasi

Seperti pasangan baru pada umumnya, saya dan suami digempur dengan pertanyaan lanjutan setelah menikah. Terutama saya. Sudah ngisi belum? Sudah ada tanda-tanda belum? Dan sejenisnya itu. Jujurnya, saya agak risih ditanya seperti itu di awal-awal setelah menikah. Haruskah perempuan yang baru menikah, langsung hamil? Tapi namanya orang kan beda-beda ya, saya santai aja menjawabnya.

Dua bulan, tiga bulan, enam bulan, hampir setahun, saya belum juga ada tanda-tanda akan hamil. Khawatir? Sedikit sih. Sebenarnya saya tipe orang yang legowo saja. Dikasih cepat ya alhamdulillah diterima. Ditunda beberapa waktu juga ya gak apa-apa.

Tapi setelah satu tahun berselang, saya dan suami mulai berikhtiar. Dari beberapa bulan sebelumnya memang saya sudah mencari dokter yang sekiranya bisa saya datangi untuk setidaknya mengecek dulu keadaan saya. Apakah rahim saya baik-baik saja, apakah kondisi saya sehat, atau bagaimana.

Bertemulah saya dengan dokter A, perempuan. Di awal pertemuan, saya bilang mau cek rahim karena belum hamil setelah setahun menikah tanpa LDM. Si dokter langsung memburu dengan ‘kenapa harus nunggu setahun baru cek?’ dan langsung ke meja USG.

Ada benarnya juga sih dokter A ini. Seharusnya saya cek kondisi kesehatan reproduksi itu malah sebelum menikah ya. Tapi entah kenapa nada dan gaya bertanyanya membuat saya serasa langsung dihakimi.

Dokter A bilang bahwa rahim saya baik-baik saja, normal dan mungkin hanya butuh waktu, ia menyarankan untuk kembali beberapa waktu lagi. Tapi saya merasa kurang sreg dan cari dokter lain.

Di sela waktu pencarian, saya juga minta saran dari beberapa teman yang pernah ‘kosong’ lama dan akhirnya berhasil hamil. Macam-macam lah usahanya. Ada yang pijat, ada yang minum jamu, makan ini itu, dan lain-lain. Lalu ada yang menyarankan untuk tes sperma juga supaya lebih lengkap dan gak hanya perempuan saja yang dihakimi. Tapi saya berfikir, ah nanti sajalah untuk yang ini. Sementara cek saya dulu.

Setelah mencari kesana kemari (carinya lewat internet aja sih) dan mempertimbangkan jadwal, tempat, jarak, dan kondisi, berttemulah saya dengan dokter kedua, sebut saja dokter B, masih perempuan. Dokter yang ini menurut saya lebih lembut dan gak langsung menghakimi. Belakangan saya tahu ternyata dokter A juga praktek di rumah sakit yang sama, hihi (sebelumnya, saya datang ke klinik dokter A).

Dari beberapa kali pertemuan, saya didiagnosa PCO atau Polycistic Ovaries. Kondisi dimana ada lebih dari satu sel telur (cyst) yang menempel pada dinding ovarium. Dari foto USG juga terlihat jelas sel telur terangkai seperti kalung mutiara. Untuk detailnya, boleh baca di berbagai sumber ya.

Atas saran darinya, saya menjalani diet yang cukup sulit bagi saya. Diet apakah itu? Baca lanjutannya di post berikutnya ya, biar gak kepanjangan gitu.

Baca juga : Journey To Be A Mom

Oh iya, ada sedikit tips untuk kalian yang mau cek rahim (berdasarkan pengalaman saya ya). Pertama, kalau mau cek USG, sebaiknya datang pada saat menstruasi hari ke 2 atau ke 3. Hal ini supaya sel telurnya kelihatan jelas ada gangguan atau tidak. Kalau tidak hari itu, bisa juga datang ketika masa subur, yaitu sekitar hari ke 12-15 setelah hari pertama haid. Kedua, jangan kaget kalau sekiranya saat USG perut belum jelas, maka dokter kemungkinan akan USG transvaginal alias USG lewat jalan lahir. 

Catatan akhir. Tulisan ini dibuat semata untuk berbagi. Siapa tahu ada perempuan lain diluar sana yang mengalami kondisi serupa atau masih berjuang menjemput takdir garis dua. Siapa tahu dengan membaca tulisan ini, ada sedikit tambahan semangat dan merasa tidak sendirian.

Jujur, gak mudah melalui proses yang terasa panjang ini. Tapi, setelah melewatinya, rasanya bersyukur sekali. Nanti deh saya juga mungkin akan cerita bagaimana saya berusaha untuk tetap berfikir positif dan apa saja yang menjadi support system saya. Oke, see u next post ya!

Baca juga : Allah Pasti Punya Rahasia

03 Januari 2024

Aqiqah Bayi; Selamat Datang Bidadari Kecilku

Hei! Halo!

Lama tak jumpa ya! Gokil sih, mau nulis tentang kelahiran si bayi, tertundanya sampai tujuh bulan, haha. Gak apa-apa lah ya. Dimaklumi aja karena memang masih jadi ibu baru yang belum bisa terlalu rapi untuk atur waktu. Masih terlalu kaget dengan kebiasaan yang benar-benar baru.

Aqiqah Bayi
My tiny cutie

Jujurnya, ini juga nulis disempatkan malam hari pas si bayi sudah tidur. Fyi, si bayi sudah teratur tidurnya, alhamdulillah. Sudah bisa diperkirakan dia akan tidur jam berapa aja dan dengan durasi berapa lama. Walaupun kadang gak persis sama.

Jujur yang kedua, dalam pikiran saya tuh banyak banget yang pengen dituangkan ke tulisan ini. Sampai bingung sih mau yang mana duluan, wkwk. Masih semangat banget dan balik lagi ke niatan awal untuk sekedar berbagi cerita. Kalau dirasa bosan ya skip aja gak apa-apa.

Baiklah, kali ini cerita waktu akikah si bayi dulu aja ya. 

Jadi, sebelum saya punya anak, saya tuh punya semacam akikah dream (sebutan lain yang setara dengan wedding dream, haha). Saya pengen banget ada acara marhabanan. Jadi si bayi didoakan dan dicukur rambutnya oleh undangan yang hadir. Gak semua undangan sih, hanya beberapa orang yang dianggap tokoh dan dituakan. Cukur rambut secara simbolis ini juga diiringi dengan tabuhan rebana dan pembacaan Barzanzi.

Aqiqah Bayi
Pembacaan Al Barzanzi dan doa

Tapi, sebelum acara marhabanan berlangsung, si bayi harus punya nama dulu dong. Disinilah saya sebagai ibu baru agak galau perihal nama. Kalau ada yang bilang, apalah arti sebuah nama, bagi saya dan keluarga, kalimat itu gak berlaku. Sebuah nama itu penting karena dengan nama itulah si bayi akan dipanggil setiap harinya. Juga, dengan nama itulah terselip doa dan harapan.

Jujur lagi, sebenarnya saya ini suka banget ngumpulin nama-nama yang kedengeran bagus ketika diucapkan, unik, baik artinya, dan mudah dilafalkan. Percaya gak kalau saya pernah buat deretan nama dari jaman saya SMP? Haha. Tapi waktu itu, ya nama-nama yang saya anggap keren dan modern. Kalau mau dipakai sekarang, kayaknya ditolak mentah-mentah oleh saya sendiri.

Sebelum punya bayi pun, saya suka iseng nulis deretan nama-nama beserta artinya. Tapi ternyata setelah punya anak beneran dan disuruh ngasih nama, malah bingung sendiri. Oh iya, suami malah menyerahkan urusan nama ini ke saya. Lha? Jadi, berhari-hari saya cari ide nama anak perempuan beserta artinya. Kebanyakan malah ribet nulisnya dan susah dilafalkan, khususnya orang yang sudah agak tua.

Prinsip saya dalam pemberian nama ini adalah, harus punya arti yang baik. Pakai bahasa apapun, saya pribadi gak masalah. Gak harus dari bahasa Arab atau turunannya. Malah sebenarnya saya pengen ngasih nama dengan unsur Bahasa Indonesia atau Bahasa Jawa karena saya dan suami sama-sama orang Jawa. 

Jadi, saya tulis beberapa pilihan nama. Lalu lanjut konsul ke Abah untuk tanya artinya dan kira-kira baiknya bagaimana. Setelah diskusi beberapa lama, akhirnya diputuskan satu nama untuk si bayi.

Azkia Wafa Aulia.

Azkia : bersih/suci
Wafa : cukup
Aulia : Teman/sahabat

Sebuah nama yang kami sematkan sebagai doa dan harapan. Bahwa dia bisa menjadi sahabat yang bersih hati dan jiwanya serta selalu berkecukupan.

Perihal nama Azkia ini, memang sudah saya pakai sejak lama, bahkan sejak saya masih kuliah semester awal pula. Entah ya, suka aja gitu sama nama ini. Dari alamat email, alamat blog ini, sampai ke nama usaha yang saya geluti, pakai nama ini. Gak heran sih ada beberapa saudara dan teman yang sudah memprediksi kalau saya punya anak, namanya pasti Azkia, wkwk.

Perihal kedua dari Azkia ini adalah, awalnya saya agak bingung antara Azkia dengan Adzkia. Mana yang benar dan apa artinya. Beruntungnya punya Abah yang ngerti bahasa Arab. Kalau Azkia itu bersih, sedangkan Adzkia itu pandai. Baru ngeh deh.

Nama sudah ada, tinggal eksekusi acaranya. Nah, orangtua saya, terutama ibu ingin agar acaranya diadakan di rumah mereka. Biar luas tempatnya gitu, dan gak riweh masak segala macamnya. Saya manut aja lah, mengingat kondisi juga sepertinya gak memungkinkan di rumah kami sendiri.

Alhamdulillah, apa yang jadi keinginan saya bisa diwujudkan. Bahkan melebihi ekspektasi saya. Acara marhabanan diiringi pembacaan sholawat dan Barzanzi, pakai rebana lagi!

Dekorasi Aqiqah
Persiapan dekorasi yang mendadak

Ketika si bayi mulai dibawa untuk dicukur rambutnya, mata saya mulai hangat, berkaca-kaca dan akhirnya air mata turun dengan sendirinya. Si bayi, yang digendong suami saya adalah anak saya. Anak yang sudah kami tunggu selama 7 tahun pernikahan.

Sampai acara selesai, saya gak bisa berkata-kata. Terharu bercampur syukur tak terhingga. Segala sedih, penantian, dan kata-kata yang menyakitkan, terobati sudah. Alhamdulillah.

Baca juga : Kado Terindah di Tahun ke 8 Pernikahan

OOO

Untuk sesi foto, saya gak bisa banyak bergerak dan ambil gambar. Untungnya ada saudara yang siap sedia dengan kamera ponselnya, hihi. Tapi ya lagi-lagi, karena waktu itu lagi gak konsen pegang ponsel sementara foto-foto dikirim lewat WA, alhasil baru mau diunduh sudah hilang karena saking lamanya *tepok jidat.

Ya sudahlah, ambil sisa-sisa yang ada aja.

Aqiqah Bayi
Sayangnya gak semua keluarga bisa kumpul
Dekorasi Aqiqah
Ada yang request fotonya minta dipajang wkwk

Dahlah, si bayik sudah terlelap dan sepertinya saya juga harus terlelap untuk mempersiapkan energi lagi. See u next time dengan cerita yang mungkin masih sama temanya. Jangan lupa bersyukur dan jangan lupa bahagia ya!