Kalau
kemarin “Ramadhan di Tengah Pandemi” sudah masuk jilid 3, sekarang “Puasa di
Rumah Aja” pun ikut pula masuk jilid 3. Iya, ternyata saya sudah mengalami
puasa di rumah aja selama 3 tahun berturut-turut. Ya gak apa-apa, saya lebih
suka begitu sejujurnya.
Puasa di rumah saja memang terdengar agak membosankan ya? Gak kemana-mana, gak ada aktivitas di luar macam buka puasa bersama di kafe atau restoran mana, atau gak ada acara cuci mata dengan alasan cari kebutuhan Ramadhan, hehe.
Tapi,
puasa di rumah saja itu bisa banyak untungnya lho. Pertama, hemat tenaga.
Seharian gak makan dan minum tapi banyak aktivitas di luar itu lumayan kerasa
lho. Apalagi kalau bulan Ramadhan itu biasanya sedang musim kemarau yang
panasnya cetar. Kedua, hemat budget. Walaupun mungkin pengeluaran belanja tetap
sama kalau pesan lewat online, tapi setidaknya mata ini gak lihat yang gak
diperlukan, hehe.
Ketiga,
meminimalisir pandangan, mulut, dan hati. Gak bisa dipungkiri lah kalau keluar
rumah itu pemandangannya macam-macam. Lihat yang disuka, mulut ini kadang
ngedumel panjang lebar. Atau ketemu sama orang, ujung-ujungnya malah ghibah.
Duh!
Baca buku di rumah
Sudah
lah, paling bener memang puasa di rumah saja. Nah, untuk membunuh kebosanan,
banyak kok kegiatan yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah membaca buku.
Tapi, kalau buku-buku di rumah sudah dibaca semua atau buku yang ingin dibaca
belum punya, bagaimana?
Novel E-Book |
Kalau saya, biasa pinjam buku di i-pusnas. Perpustakaan digital yang punya banyak buku dan bisa dipinjam secara online. Bacanya juga secara online kok, jadi gak cape-cape jalan ke perpustakaannya.
3 Novel Rekomendasi
Hujan Bulan Juni – Sapardi
Djoko Damono
Pertama
kali saya tahu judul Hujan Bulan Juni adalah sebah puisi karya almarhum Sapardi
Djoko Damono. Puisi yang saya sukai sejak pertama kali membacanya hingga buku
kumpulan puisinya itu saya minta sebagai salah satu mahar pernikahan saya.
Bertahun-tahun
kemudian, ternyata muncul novelnya dengan judul yang sama. Isinya masih seputar
hubungan yang terasa rumit antara laki-laki dan perempuan. Adalah Pingkan yang
lahir dari keluarga besar Manado yang beragama Kristen, bekerja sebagai dosen
muda dalam program studi Jepang. Sementara Sarwono lahir dari keluarga Jawa
yang taat pada agama Islam dan bekerja sebagai dosen sekaligus penulis puisi.
Novel Hujan Bulan Juni |
Mereka berdua sudah saling kenal sejak lama dan menjalin hubungan dekat. Tetapi entah sampai kapan hubungan ini akan berlanjut hingga ke jenjang pernikahan. Keyakinan agama yang berbeda, adat hingga Pingkan yang mendapatkan beasiswa ke Jepang harus memisahkan raga dan perasaan mereka.
Belum
lagi, ada seseorang bernama Katsuo yang tinggal di Jepang dan dikabarkan dekat
dengan Pingkan. Sarwono masih tetap berkeyakinan bahwa Pingkan tetap setia
padanya. Ironisnya, Sarwono menderita satu penyakit yang tak kunjung sembuh
hingga berakhir di rumah sakit.
Kisah
Sarwono dan Pingkan ini telah difilmkan dengan judul yang sama. Tapi, entah
kenapa saya masih tetap sreg dengan versi novelnya.
Persiden – Wisran Hadi
Ini
salah satu novel yang menurut saya kental dengan muatan lokal. Mengambil latar
setting dan adat Minang, Sumatra Barat, novel ini bercerita tentang kehidupan
kakak beradik yang telah memiliki keluarga dan tentunya punya permasalahan yang
cukup pelik.
Novel Persiden |
Adalah Melati, generasi yang diharapkan menjadi penerus keluarga itu telah melanggar adat. Melati hamil di luar nikah. Keluarga besarnya saling berembuk untuk menyelesaikan masalah ini. Ada pro dan kontra karena saling silang pendapat. Mempertaruhkan adat atau memaklumi karena jaman sudah mulai berubah modern.
Satu
per satu masalah lain muncul seiring dengan berjalannya cerita. Uniknya, Wisran
Hadi seakan mengajak pembacanya mengikuti alur kisahnya. Misalnya, pada halaman
pertama saja, ia sudah memanggil pembacanya dengan Bung dan seolah-olah
pembacanya sudah pernah bertandang ke tempat itu sebelumnya.
Sejujurnya,
saya penasaran dengan akhir cerita Melati. Apakah ia dikucilkan oleh
keluarganya, atau masih dianggap pewaris generasi keluarga? Namun, rupanya
Wisran Hadi benar-benar bisa membuat saya tercengang di bagian akhirnya.
Penasaran? Baca aja novelnya ya, hehe.
Di Tanah Lada – Ziggy Z
Sudah
lama novel ini ada dalam antrian bacaan saya. Ketika pada akhirnya saya bisa
membacanya juga, rasanya gak sia-sia saya pinjam novel ini. Satu hal paling
menarik dalam novel ini adalah cara Ziggy memakai sudut pandang pada tokohnya.
Novel Di Tanah Lada |
Ia berperan sebagai Salva, seorang anak kecil yang hidup dalam lingkungan keluarga kurang harmonis. Sosok lugu Salva memulai kisahnya saat ia dan orangtuanya pindah ke sebuah Rusun Nero karena kakek Kia meninggal. Dulu, Kakek Kia pernah memberikan hadiah kamus saat ulangtahun Salva, dan itu menjadi buku favorit yang selalu ia baca dimanapun berada.
Salva
yang biasa dipanggil Ava ini seringkali mengalami kekerasan baik secara lisan
maupun fisik dari ayahnya. Kata-kata kasar hingga ia dipanggil Saliva yang
artinya ludah, hingga pukulan pada tubuhnya jika Ava tidak mematuhi perintah
ayahnya.
Ayahnya
yang gemar berjudi dan menghabiskan uang untuk hal-hal tidak berguna,
seringkali menyulut emosi ibunya hingga pertengkaran keduanya tak bisa
dihindari. Setiap kali mereka bertengkar, Ava selalu keluar rumah dan bertemu
dengan seorang pengamen bernama P. Iya, bahkan nama tokohnya pun ada yang hanya
berinisial P saja.
Pertemanan
Ava dengan P membawanya bertemu dengan Kak Suri dan Mas Aril yang tinggal di
Rusun Nero juga. Dalam perjalanan ceritanya, kita akan menjumpai
kebaikan-kebaikan yang diperlihatkan oleh kedua tokoh ini. Hingga kita
berandai-andai jika saja Ava hidup bersama Mas Aril dan Kak Suri.
Novel
ini menyuguhkan cerita yang mengalir hingga akhirnya yang sama sekali tidak
terduga. Membuat saya tercengang dan diam ketika sampai pada halaman akhir.
Baca juga : Tempat Ngabuburit Asik
Selain ketiga novel itu, masih banyak novel dan buku bacaan lain yang bisa dipinjam untuk menemani puasa di rumah. Jadi, mau baca novel yang mana dulu nih?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar