Sepertinya ini oleh-oleh perjalanan yang paling panjang disini ya, hehe. Okey, kita masuk bagian ke empat. Sudah mendekati hari terakhir perjalanan silaturahmi plus plus kami. Untuk yang mau nge-klop-in bagian-bagiannya disini ya ;
Bagian 1,
Bagian 2,
Bagian 3.
OOO
Selepas dari Kutoarjo, kami meluncur menuju Magelang. Rencananya kami akan ke Candi Borobudur terlebih dahulu baru kemudian melanjutkan perjalanan ke Sleman dan menginap disana.
Perjalanan dari Kutoarjo ternyata tidak jauh, tapi satu hal yang sempat membuat kami kecewa. Ketika akan sampai di Candi Borobudur, ada petunjuk arah terbuat dari spanduk dengan ukuran besar di jalan raya. Petunjuknya berupa arah panah untuk menuju ke candi. Ketika kami mengikuti arah itu, di depan sana rupanya ada sekelompok orang yang menghadang kami dan bilang bahwa jalan yang baru saja kami lalui merupakan jalan yang melawan arus (forbiden). Padahal jelas sekali kami mengikuti arah petunjuk di spanduk yang ada tadi. Satu orang dari mereka menawarkan pendamping menuju candi dengan sejumlah bayaran.
Kami berbalik arah. Entahlah, mungkin memang ada oknum polisi juga yang bermain disana, sebab tadi juga kami melihat ada polisi tapi tidak melakukan apa-apa atas kejadian ini. Yah, namanya manusia mau cari penghasilan tambahan kali ya tapi lewat jalur yang mengecewakan manusia lainnya.
Baiklah, setelah berkeliling cari tempat parkir karena super ramai, akhirnya kami bisa menapakkan kaki di area candi. Panasnya terik, untung sudah dapat pinjaman topi lebar dan kacamata hitam dari kakak ipar saya, hehe.
Setelah membayar tiket masuk, kami mulai berjalan ke arah candi. Rupanya sudah ada yang berubah sejak terakhir saya kemari sekitar tahun 2012. Dulu seingat saya, para pengunjung wajib mengenakan kain yang dipinjamkan oleh pihak candi sebelum naik ke atas. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Lalu, penampakan area jalan menuju candi pun sudah dihias oleh kupu-kupu imitasi yang besar dan banyak sekali. Saya sampai takjub lho! Saya pun menyempatkan diri untuk berfoto dulu.
|
Kupu-kupu betina ini hehe |
|
Kupu-kupu yang ditempatkan di atas jalan menuju candi |
|
Terik dan ramai |
Suasana di candi saat itu sedang ramai-ramainya. Saya sempat diajak suami untuk naik ke atas candi, tapi melihat keadaan yang penuh sesak dan cuaca sangat terik, saya tidak sanggup. Jadi, keliling-keliling saja lah di sekitar candi, mengamati ukiran-ukiran yang terbentuk meskipun tidak terlalu paham apa artinya dan menyempatkan foto di beberapa titik. Saya banyak melihat beberapa patung di candi sudah tidak utuh lagi. Sayang sekali.
|
Jadi ini maksud patungnya |
|
Let's pose! B-) |
Sebenarnya saya ingin lebih menjelajah lagi ke museum candi, tapi memang suasana waktu itu tidak mendukung. Keringat pun sudah bercucuran karena saking panas dan teriknya. Jadi, saya menyerah dan mulai berjalan keluar area candi. Saat di pasar, saya menyempatkan membeli kaos oleh-oleh yang dijual dengan harga murah disana.
Kami melanjutkan agenda menuju Sleman selepas dzuhur. Semoga cuaca di sana tidak seterik disini. Kami berencana untuk menginap di rumah ponakan dari jalur almarhum Bapak. Walaupun disebut ponakan, tapi usianya malah lebih tua dari saya dan kakak-kakak, jadi agak sedikit canggung saya memanggilnya. Sampai sana, kami disambut hujan lebat dan cuaca dingin. Baik hatinya sang tuan rumah, kami disediakan teh panas dan tahu goreng.
|
Alhamdulillah sampai juga di Sleman |
Suasana di rumah ponakan terasa masih pedesaan. Ketika melewati jalan menuju rumahnya, saya melihat banyak kandang sapi, kebun, juga kolam ikan yang airnya langsung dari aliran sungai. Ponakan kami bercerita panjang lebar sembari menemani kami menghabiskan teh dan tahu goreng. Katanya besok kami akan diajak melihat rumah joglo yang sering dijadikan tempat berkumpul ketika ada acara desa.
Udara sejuk selepas hujan menyapa kami di pagi hari. Ponakan kami mengajak berjalan-jalan pagi sambil memenuhi janjinya melihat rumah joglo. Sebelum kesana, kami diajak ke bendungan dekat rumah. Rupanya aliran sungai yang masih bening itu digunakan juga untuk fasilitas mencuci baju bagi warga sekitar.
|
Tuh lagi ramai mencuci baju hehe |
Di bendungan ini juga suami ponakan kami dulu belajar berenang. Kalau saya pasti langsung pucat mau berenang disini. Selain airnya dingin, air sungainya juga lumayan dalam.
|
Yang di belakang malah sadar kamera wkwkwk |
Kami menuju rumah joglo yang dimaksud oleh ponakan kami. Rupanya rumah warisan ini sudah tidak lagi terawat dengan baik. Keluarganya sudah memiliki rumah masing-masing di kota lain dan pada akhirnya rumah joglo ini ditinggalkan begitu saja.
|
Padahal masih bagus kan penampakannya |
Lahan tempat rumah joglo berdiri ini sangat luas. Imajinasi saya mulai berputar pada masa ketika rumah ini baru dibangun dan ditinggali oleh para penghuni beserta abdi-abdinya. Bukankah rumah joglo punya filosofi tersendiri? Dari balik pagar, saya sempat melihat bagian samping agak ke belakang yang sudah banyak rusak. Lampu-lampu dengan tiang yang eksotik juga sudah patah. Juga rumput yang panjang dan tak terurus dimana-mana.
|
Bagian samping kanan rumah yang tak terurus |
Kami pulang kembali ke rumah ponakan untuk bersiap ke Jogjakarta. Rencananya kami akan mengunjungi keraton dan belanja-belanja di Malioboro (biasa perempuan hehe).
Kami parkir di dekat pasar Beringharjo. Untuk menuju ke Malioboro, kami lewat dalam pasar saja sekalian melihat-lihat siapa tahu ada barang yang bagus dan bisa terangkut hehe. Ketemu sih sama ulekan batu yang bagus, tapi beratnya itu gak nahan mau dibawa jauh ke Lampung. Lewat deh. Makin ke dalam pasar, makin bingung karena banyak sekali batik dan model pakaian yang sepertinya semuanya bagus dan ingin dibeli.
Belum banyak perubahan yang terjadi sejak terakhir saya kesini setahun lalu. Tapi memang berbeda sih jalan-jalan siang dan malam hari. Saya tidak mendapati musisi jalan seperti angklungan disini. Mungkin mereka hanya beraksi pada malam hari. Siangnya karena ada sedikit miskomunikasi antar sesama rombongan, saya, suami, mamak, dan satu mbak ipar saya makan di pinggir jalan Malioboro. Katanya sih kalau makan disini harus tanya harga dulu. Memang sudah tertera harga beberapa menu, tapi tidak untuk menu lainnya. Dan benar saja, untuk menu yang tidak ada harganya dipatok lumayan mahal untuk ukuran makanan pinggir jalan. Untung sudah tanya harga, jadi tidak begitu kaget.
Seusai makan, kami langsung bersiap menuju keraton. Sempat hujan juga jadi agak tersendat perjalanan menuju kesana. Kami menggunakan jasa taxi online dan supirnya memberhentikan kami lewat pintu samping (saya baru tahu juga ada beberapa pintu untuk masuk ke keraton).
Karena sudah lebih dari pukul 13.00, penjaga loket masuk keraton menyuruh kami untuk segera membeli tiket masuk karena pada pukul 14.00 keraton akan ditutup untuk umum. Makanya kami berburu membeli tiket masuk dan rupanya ada pendamping untuk mengelilingi keraton.
|
Difotoin sama ibu pendampingnya, katanya disini bagus untuk foto :-D |
Dari awal, ibu pendamping memang sudah buru-buru karena waktunya mepet, jadi penjelasannya singkat-singkat saja. Ini semacam selasar pas setelah pintu masuk. Di samping kirinya ada bangunan terbuka yang memamerkan alat musik tradisional, sedangkan di belakang bangunan terbuka ini ada bagian yang tertutup dan orang umum tidak diperkenankan masuk. Saat kami berjalan menuju bangunan lain, terlihat oleh kami beberapa wanita yang sudah agak sepuh memakai kemben dan rambutnya disanggul khas Jawa. Kata ibu pendamping, itu abdi dalem keraton.
Kami terus menyusuri bagian-bagian keraton, tapi karena penjelasan ibu pendamping yang sangat cepat dan terburu-buru, saya jadi tidak begitu mengerti ini bagian apa, fungsinya apa, dan itu bagian apa, sejarahnya bagaimana. Dalam hati, saya ingin kembali lagi kesini di kemudian hari dan harus pagi-pagi supaya lebih santai dan paham apa saja yang ada di keraton ini.
|
Gak paham apa artinya |
Salah satu bangunan yang kami masuki seperti museum yang memamerkan peralatan dan barang-barang milik keraton dari jaman dahulu. Ada piring-piring keramik hadiah dari Belanda, gelas-gelas kristal (tapi sudah agak burem, mungkin karena jarang dibersihkan), baju-baju, peralatan dapur sampai se-bumbu-bumbunya.
|
Peralatan dapur sampai bumbu-bumbunya |
|
Ambil fotonya buru-buru, jadi blur T,T |
|
Gelas kristal yang sudah agak buram |
|
Jam |
Kami keluar dengan -tetap- buru-buru dan si ibu pendamping menunjukkan halaman berpasir di depan pendopoan yang biasanya dipakai untuk berkumpul para abdi dalem setiap pagi.
|
Halaman berpasir yang digunakan untuk berkumpul para abdi dalem |
Sebelum keluar kawasan keraton, kami bertemu dengan beberapa orang dengan pakaian jawa (saya kurang paham apakah itu abdi dalem juga atau bukan). Saya sempatkan berfoto dulu deh.
|
Ngabdi banget kan ya gayanya hehe |
|
Ini si ibu pendamping yang ambil gambar dan mengarahkan lokasinya |
Dan pas sekali gong dibunyikan ketika kami melewati pintu gerbang keraton. Pas sekali pukul 14.00 dan keraton ditutup untuk umum. Saya memandang pintu gerbang keraton dengan seorang abdi dalem yang menjaganya. Saya membayangkan bagaimana kehidupan keraton dari dulu hingga sekarang.
|
Seorang abdi dalem yang sudah sepuh |
Keluar dari area keraton, wajah-wajah kami sudah mulai lelah. Dan lagi-lagi, kami nongkrong di pinggiran jalan menunggu mobil jemputan yang tadi pagi diparkir di pasar Beringharjo.
|
Tuh, nongkrong lagi kan hehe |
Hari sudah mulai sore dan kami ingin mengunjungi Masjid Jogokariyan yang terkenal itu sekalian sholat Ashar disana. Saya mengira masjid ini berada di tengah kota, tetapi rupanya agak menyempil masuk gang. Masjidnya besar dan tertata rapi.
|
Bersama mamak dan mbak ipar |
|
dan bersama suami tercinta :D |
Selepas sholat Ashar, kakak iparku ingin bertemu dengan seorang temannya. Jadi, kami menuju tempat mereka janjian, yaitu di UMY. Kami menunggu di depan gedung rektorat. Saat itu hari sudah mulai gelap. Kami menunggu disana beberapa saat dan kakak iparku mulai menelepon temannya dan bilang bahwa kami sudah menunggu. Tak disangka, temannya pun sudah menunggu di depan rektorat pula. Kami mencarinya, menanda-nandai tempat melalui plang nama agar kami mudah bertemu.
Tapi tahukah kalian? Kami mengalami kejadian paling lucu selama perjalanan ini. Rupanya memang kakak ipar saya dan temannya sama-sama menunggu di depan gedung rektorat, tapi... di universitas yang berbeda! Haha. Jadi, kami menunggu di depan UMY, sedangkan teman kakak menunggu di depan UNY! Tertawa guling-guling deh kami semobil! :-D
Yah, hurufnya agak-agak mirip sih ya, jadi yang diucap apa, dan yang didengar apa. Teman kakak saya mungkin juga salah mendengar ketika kakak saya konfirmasi perihal UMY ini. Sampai tulisan ini dibuat pun, saya masih tertawa sendiri ketika mengingat kejadian itu. Pesan moralnya sih, kalau mau janjian mending jangan sebut singkatan-singkatan, apalagi kalau hurufnya berdekatan, hehe.
Karena hari sudah malam, kami tidak jadi menemui teman kakak ipar saya. Perjalanan dari UMY ke UNY lumayan jauh, itupun belum macetnya. Sebenarnya kami ingin mengunjungi Malioboro sekali lagi di waktu malam, tapi lihat jalan sudah macet luar biasa, kami balik kanan deh. Pulang ke rumah untuk bersiap-siap melakukan perjalanan panjang ke Lampung.
Mobil kami kembali penuh sesak ketika malam itu kami beberesan. Buntelan di atas mobil masih tetap ada ya, bahkan tambah padat oleh belanjaan hihi. Rencananya kami akan bertolak dari rumah ponakan kami selepas subuh agar tidak terkena macet sampai di pelabuhan Merak. Kami juga sudah antisipasi itu karena tanggal 2 Januari, sebagian dari kami sudah harus berangkat kerja kembali selepas cuti beberapa hari.
Selamat tinggal pulau Jawa. Kami berharap dapat bertemu kembali di waktu berikutnya.
ooo
Sekitar sepuluh hari dari kepulangan kami ke Lampung, kami dikabarkan bahwa Bibi yang di Kuningan meninggal. Innalillahi...
Saya masih terbayang wajah Bibi tersenyum dan pertanyaan-pertanyaan yang selalu diulangnya. Selamat jalan, Bibi. Semoga amal ibadahmu mengantarkanmu ke syurga-Nya. Aamiin...
ooo
Ini bagian akhir cerita saya akhir tahun lalu. Pertama kali ikut keliling ke rumah saudara dari pihak suami, baik dari jalur Mamak maupun dari jalur almarhum Bapak. Semoga silaturahmi ini tetap terjaga.
|
Teteeeepp, cuma yang cewek yang mukanya ceria hehe |