Hari ke dua di Jogja.
Rombongan menuju Taman Pintar yang letaknya gak seberapa jauh dari lokasi
penginapan. Cukup jalan kaki ramean dan ternyata sudah sampai tanpa terasa.
Tempat ini sepertinya memang lebih cocok untuk anak-anak, makanya yang paling
heboh adalah anak-anak di rombongan kami. Disini agak sedikit kacau agendanya,
kukira akan masuk semua tapi ternyata kami dibiarkan sendiri-sendiri. Aku dan
Mamas memilih keliling-keliling di komplek Taman Pintar saja, karena bingung
agendanya mau gimana. Mau jalan jauh pun takut dicari dan waktunya singkat.
Agak nyesel sih gak beli tiket sendiri ke Planetarium. Semoga besok-besok bisa
kesana lagi ya :D
|
Lokasi di depan Gedung Oval, di bawah lorong air |
|
Tapak kaki Presiden RI, dari Presiden pertama sampai Presiden sekarang |
|
Salah satu monumen tapak kaki dan tapak tangan di sepanjang pintu masuk |
Siangnya kami
berangkat menuju tempat wisata berikutnya. Sebagian dari kami (dan mungkin
hampir seluruhnya) tidak tau ke arah mana kami ini. Kami hanya bisa memandang
kiri kanan jalan lewat jendela bus. Masyaallah.. jalannya berliku dan naik
turun! Dan.. jauuuhhh! Sampai akhirnya bus kami masuk ke sebuah pintu gerbang
dengan tulisan Taman Wisata Pantai Baron. Oalaaahhh ke pantai tho!
|
Langsung cus ke icon nya! |
|
Lumayan cantik hiasannya :D |
Baiklah, mungkin ini
pantai yang berbeda dengan pantai di Lampung (mengingat di Lampung juga kan
banyak pantai). Dan memang benar, di pantai ini kita gak boleh mandi dan
berenang di pantainya, karena ombaknya tinggi. Tapi pemandangan disini cukup
bagus! Penjual suvenirnya juga gak berbeda dari penjual suvenir yang ada di
pantai Lampung. Ya, gantungan kunci, bros, tirai, lampu gantung dari kerang
gitu deh. Tapi disini ada penjual makanan laut yang enak banget! Berbagai
makanan laut digoreng renyah dengan harga cukup murah. Aku nyicip udang goreng
tepung renyah dengan harga Rp 20.000,- dapat ¼ kg.
|
Rasanya pengen nyebur, tapi gak boleh |
|
Suvenir bros dari kerang, cantik-cantik! |
Karena hari hujan dan
sudah sore juga, kami pulang lagi ke penginapan. Lumayan lah walaupun gak bisa
berenang di laut, tapi dapat foto dengan latar belakang nama tempatnya. Itu
sudah cukup untuk jadi kenangan bahwa aku sudah pernah kesini. Betul? Hehe.
Hari ke tiga,
rombongan bersiap meninggalkan Jogja. Rencana sih katanya mau ke Solo untuk nyerbu pasar grosir yang jual aneka batik itu. Sebelum berangkat, aku dan Mamas sempet jalan pagi di sekeliling penginapan. Suasana di jalan yang kami lalui semalam cukup berbeda dengan pagi hari. Kalau malam ramainya sudah seperti tak ada matinya, pagi-pagi belum terlalu banyak orang yang lalu lalang. Toko-toko juga masih banyak yang tutup. Kami sempatkan duduk di salah satu kursi yang berderet sepanjang jalan dan mengabadikannya (untung ada mbak-mbak yang rela dimintai tolong untuk ambil foto kami).
|
Cuma satu ini fotonya :D |
Setelah semua siap dan memastikan gak ada barang yang tertinggal di penginapan, kami serombongan meluncur ke Solo. Ternyata benar, kami ke Pusat Grosir Solo (PGS). Penampakan dari luar seperti plaza gitu, dan setelah masuk... waaaahhh aneka batik ada disini. Mulai dari baju, kain, mukena, sampai asesoris. Dengan uang saku pas-pasan, aku hanya bisa beli beberapa baju untuk aku sendiri dan orang rumah. Disini, kita tuh kudu pinter milih karena ada barang dengan harga yang sama, tapi kwalitas sedikit berbeda. Tapi semua barang relatif lebih murah daripada di tempatku.
Setelah puas berkeliling dan bawa beberapa batik (kalau yang lain sih bawaannya banyak), rombongan meneruskan perjalanan. Kali ini kita akan pulang ke Lampung. Bye bye Solo, see u next time ya!
Pas sampai Jakarta keesokan paginya, ternyata bus lewat kawasan Monas. Sempet berharap sih akan masuk, dan ternyata benar! Yeeyyyy, kita ke Monas! #lebay banget ya aku, secara aku belum pernah kesini sebelumnya.
|
Monasnya kok malah kekecilan ya |
Aku dan Mamas memisahkan diri dari rombongan (karena memang pada pencar sih), dan memutuskan untuk masuk ke Monas dan puncaknya. Kami naik kereta gratis yang disediakan untuk pengunjung yang ingin masuk ke Monas. Di pintu masuk, tertera harga untuk 2 macam tiket. Tiket ke puncak Monas dan tiket ke cawan Monas. Masing-masing di harga Rp 15.000,- dan Rp 8.000,-. Karena penasaran, aku dan Mamas pilih tiket ke puncak Monas.
Pas sudah beli, ternyata antrian untuk naik ke puncak Monas sungguh sangat panjang dan mengular. Kata petugas yang keliling disana sih, bisa sampai 2-3 jam untuk dapat antrian masuk lift. Ini karena lift hanya 1 dan hanya bisa menampung sekitar 11 orang. Lumayan kecewa, tapi mau bagaimana lagi. Akhirnya kami masuk ke Ruang Kemerdekaan di sebelah antrian itu. Ruangan luas dan ditangahnya seperti ada ruangan lagi berbentuk kubus (mirip kabah gitu) dan di keempat sisinya ada ornamen kenegaraan, yaitu Burung Garuda Pancasila, peta kepulauan Indonesia, naskah teks proklamasi, dan sebuah pintu yang waktu itu tertutup. Dari referensi yang aku baca, pintu ini sebenarnya bisa berputar dan secara otomatis memperdengarkan lagu Padamu Negeri dilanjut dengan suara pembacaan proklamasi.
|
Salah satu sisi yang berornamen kepulauan Indonesia |
|
Salah satu sisi yang berornamen Garuda Pancasila |
Kami lanjut ke cawan Monas, itu lho bangunan yang seperti mangkuk yang menopang puncak Monas. Nah, disini penampakannya seperti museum pada umumnya. Seluruh dinding memamerkan diorama-diorama dari potongan kisah yang sambung menyambung dari satu diorama ke diorama selanjutnya. Ada lima sisi diorama yang dimulai dari pintu masuk utama.
Diorama-diorama ini menggambarkan masa pra sejarah, termasuk di Indonesia. Lalu dilanjut dengan masa kerajaan di beberapa daerah, seperti kerajaan Majapahit dan Sriwijaya. Kemudian masuk masa penjajahan bangsa Eropa, kisah-kisah perlawanan yang masih bersifat kedaerahan karena belum merdeka, hingga dimulainya pergerakan nasional Indonesia dan perang kemerdekaan. Diorama ditutup dengan kisah-kisah di masa orde baru dan beberapa konferensi internasional yang pernah diikuti bangsa Indonesia.
|
Candi Jawi, perpaduan Sivaisme dan Budhisme, 1292 |
|
Kebangkitan Nasional yang membentuk Boedi Utomo, 1908 |
|
Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, 1912 |
|
Sumpah Pemuda, 1928 |
|
Konferensi Tingkat Tinggi, 1992 |
Keluar dari Museum Sejarah Nasional, kami mendapati masih ada bagian lain yang belum kami jelajahi, yaitu relief sejarah. Sayangnya, kami sudah tak punya waktu untuk mengelilingi bagian ini lagi. Jadi hanya sempat beberapa kali ambil gambarnya, pun masih untung hp belum mati karena kehabisan baterai, hehe.
|
Mencoba untuk bergaya sama dengan patungnya :D |
Baiklah, setelah sempat diomeli ketua rombongan karena paling akhir masuk ke dalam bus, saatnya kami pulang ke Lampung. Bye bye Jakarta, kapan-kapan aku berniat akan ke Monas lagi, rasanya belum puas mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Jakarta. See u next time :-*
|
Siluet Monas di hari yang terik! |