Tulisan ini lanjutan dari tulisan Bogor Episode 3, Part #1
(Iyalah, udah tau kali) hehe. Baiklah, kita mulai ceritanya lagi. Ringkasan
tulisan pertama kemarin, kami ke Museum Bank Indonesia dan melihat koleksi
benda bersejarah sekaligus membayangkan gimana keadaan zaman dulu.
Setelah kami keluar dari museum Bank Indonesia, kami terus
menyusuri jalan ke kawasan Kota Tua. Gak tau juga sih sebenernya ini depannya
mana, pokoknya tau-tau kami masuk aja dan ketemu deretan orang yang berdandan
seperti patung dan putri-putri Belanda. Ternyata mau foto dengan mereka pun,
kita sebaiknya mengapresiasi karya mereka dengan memberi uang. Seikhlasnya sih,
tapi pas kami liat di tempat uangnya, rata-rata lembaran uang Rp 5.000,- - Rp
20.000,-.
WR. Supratman lengkap dengan biolanya |
Waktu itu kondisi juga lumayan ramai, dan kami hanya foto
dengan kembarannya W.R. Supratman, lengkap dengan biolanya. Melihat deretan
orang begini, aku jadi ingat bukunya Andrea Hirata pas dia cerita tentang
Paris. Kayaknya hampir sama kondisinya dengan disini ya, hehe.
Lanjut jalan kaki, kami menemukan deretan tukang sepeda hias
yang warnanya cerah ceria. Sepeda ini disewakan dengan harga sekitar Rp
20.000,-/30 menit. Sepedanya lengkap dengan topi lebar ala noni Belanda, bagus
ih!
Sepedanya cantik-cantik |
Sempet foto sebelum diusir satpam, ternyata gak boleh foto disini hehe |
Alun-alun ini dikelilingi oleh gedung-gedung peninggalan
zaman dahulu kala (kok kayak tua banget jadinya ya) yang sekarang sudah jadi
museum. Ada museum Wayang, museum Pos, museum Seni Rupa, dan yang terkenal
museum Fatahillah. Karena waktu itu hujan, kami gak sempat masuk museum itu
satu per satu. Hanya masuk museum Fatahillah saja sambil menunggu hujan reda.
Akhirnya bisa foto di depan museum Fatahillah yang terkenal itu :D |
Di museum ini, kami bayar tiket masuk sebesar Rp 5.000,-
untuk umum dan Rp 3.000,- untuk mahasiswa dan pelajar. Pas baru masuk, auranya
berbeda sekali dengan di museum Bank Indonesia. Walaupun gedung ini tidak
ber-Ac, tapi karena bangunannya besar dan tinggi, jadi tidak terlalu panas.
Salah satu koleksi di Museum Fatahillah (modelnya aneh wkwkwk) |
Museum ini dulunya adalah balai kota Batavia. Di depan
gedung masih tertulis Stadhius dan bukan Museum Fatahillah, makanya kami sempat
bingung mencari dimana museum ini. Selain balai kota, gedung ini juga digunakan
sebagai gedung pengadilan, dan ada penjara bawah tanah di bagian belakang
gedung. Aku agak takut untuk masuk, auranya horor hehe.
Salah satu sisi jendela di Museum Fatahillah, gueedeeee (abaikan modelnya yang gak karuan) |
Sayang sekali gak banyak foto yang diambil disini karena
waktu itu ponsel kehabisan baterai. Tapi di museum ini benda-benda yang
dipajang seolah berkisah tentang hari-hari zaman dahulu. Ada maket gereja De
Nieuwe Hollandsche Kerk (Gereja Baru Belanda) yang sekarang bangunannya sudah
jadi Museum Wayang. Ada juga pajangan tempat tidur dan kursi-kursi yang
ukurannya besar. Beberapa prasasti batu tulis dan telapak kaki juga menjadi
koleksi museum ini.
Karena hujan, hari sudah sore, dan baterai ponsel habis
semua, kami tak lagi bisa meneruskan penjelajahan di kawasan Kota Tua ini.
Padahal ada beberapa gedung museum yang ingin kami kunjungi, seperti Museum
Wayang, Museum Seni, dan Museum Pos.
Kami pulang lagi ke Bogor dengan KRL. Daaan, ternyata
perjalanan pulang ini lebih parah dari berangkat tadi. Kami bertiga harus
berdiri lagi dari stasiun pertama, hehe. Seru sih, untung penginapan gak jauh
dari stasiun, jadi bisa langsung istirahat setelah seharian berkeliling.
Untuk hari ke dua, kita teruskan di bagian ke tiga yaa.. see
you next time :-*
Yukk narsis duluk >,< |