akankah malam menjadi tak berpenghuni lagi?
seperti kemarin
jangkrik tak mengerik
bulan tak berteman
bintang tak benderang
awan hanya curahkan kelam
seperti kemarin
tak bisa memeluk angin
sekedar ingin menepis dingin
Natar, 13 Januari 2009
28 Januari 2009
PAGI YANG TAK BIASA
ini pagi yang tak biasa
sebab ia tak bercerita tentang tawa
juga segudang canda
serta sekeranjang bahagia
ini pagi yang tak biasa
sebab ia mengajakku serta
melihat hari yang tak pernah akan dilupa
olehku
juga para saudara
ini pagi yang tak biasa
sebab di pagar halaman depan
bendera kuning dilambai angin
kenanga-kenanga disusun untai
ini pagi yang tak biasa
sebab aroma duka menghambur jiwa
ratap dan doa, entah yang mana
penuh. Sepenuh hampa yang tiba-tiba
sunyi
menjadi sepi
sendiri
jadi abadi
Natar, 13 Januari 2009
sebab ia tak bercerita tentang tawa
juga segudang canda
serta sekeranjang bahagia
ini pagi yang tak biasa
sebab ia mengajakku serta
melihat hari yang tak pernah akan dilupa
olehku
juga para saudara
ini pagi yang tak biasa
sebab di pagar halaman depan
bendera kuning dilambai angin
kenanga-kenanga disusun untai
ini pagi yang tak biasa
sebab aroma duka menghambur jiwa
ratap dan doa, entah yang mana
penuh. Sepenuh hampa yang tiba-tiba
sunyi
menjadi sepi
sendiri
jadi abadi
Natar, 13 Januari 2009
20 Januari 2009
SAJAKKU UNTUK IBU
Aku ingin kau tahu
Bahwa aku menyayangimu
Meski tak bisa aku ungkap didepanmu
Aku ingin kau rasakan
Betapa ruahnya kasih yang kusimpan
Meski tak akan bisa melebihi rasa kasihmu yang mendalam
Aku ingin kau dekap aku
Membelaiku, mengusap kepalaku dengan halus tanganmu
Meski aku bukan lagi bayi seperti dulu
Dan,
Hari ini aku coba menatapmu
Dengan setulus yang aku mampu
Sambil kurangkai huruf-huruf
Dengarlah kata-kataku,
“Aku cinta padamu, Ibu”
Cuma itu…
Bahwa aku menyayangimu
Meski tak bisa aku ungkap didepanmu
Aku ingin kau rasakan
Betapa ruahnya kasih yang kusimpan
Meski tak akan bisa melebihi rasa kasihmu yang mendalam
Aku ingin kau dekap aku
Membelaiku, mengusap kepalaku dengan halus tanganmu
Meski aku bukan lagi bayi seperti dulu
Dan,
Hari ini aku coba menatapmu
Dengan setulus yang aku mampu
Sambil kurangkai huruf-huruf
Dengarlah kata-kataku,
“Aku cinta padamu, Ibu”
Cuma itu…
PADA SIMPANG UNILA
Pagi masih memucuk diri
pada tiang-tiang penyangga daun kelapaa Anggun memancar cahaya raksasa
merah jingga mempesona
Merangkak pelan
membentuk bayang pada tapak-tapak kaki
-tak bersandal
seorang laki-laki sembilan tahunan
-bocah kecil, masih ingusan
Dia,
yang menggelar pertunjukan tunggal
menjual suara beriring kicik-kicik berisik
pada jendela-jendela rapat
kereta beroda empat
mengkilat
yang penghuninya hanya lewat
tanpa bersisih harta yang didapat
hanya mengumpat
Dan,
laki-laki sembilan tahunan
tak henti menggelar pertunjukan
meski lama
menanti lampu menyala merah
pada simpang Unila
pada tiang-tiang penyangga daun kelapaa Anggun memancar cahaya raksasa
merah jingga mempesona
Merangkak pelan
membentuk bayang pada tapak-tapak kaki
-tak bersandal
seorang laki-laki sembilan tahunan
-bocah kecil, masih ingusan
Dia,
yang menggelar pertunjukan tunggal
menjual suara beriring kicik-kicik berisik
pada jendela-jendela rapat
kereta beroda empat
mengkilat
yang penghuninya hanya lewat
tanpa bersisih harta yang didapat
hanya mengumpat
Dan,
laki-laki sembilan tahunan
tak henti menggelar pertunjukan
meski lama
menanti lampu menyala merah
pada simpang Unila
KATA SUARA
kata kata kata
suara suara suara
kata suara suara kata
“kata suara kau jenaka,”
“kata suara kau berparas rupa,”
“kata suara kau berpunya rasa,”
“kata suara kau jadi idola,”
suara suara berkata-kata
kau dalam telaga
di alam suara kau berkata:
“di awal sua aku terpana,”
kata kata bersuara
“aku tak cinta,”
pada kata akhir bersuara
kini suara suara bersuara
kini kata-kata berkata
“kau tak berperasa!”
Natar, 20 Januari 2004
suara suara suara
kata suara suara kata
“kata suara kau jenaka,”
“kata suara kau berparas rupa,”
“kata suara kau berpunya rasa,”
“kata suara kau jadi idola,”
suara suara berkata-kata
kau dalam telaga
di alam suara kau berkata:
“di awal sua aku terpana,”
kata kata bersuara
“aku tak cinta,”
pada kata akhir bersuara
kini suara suara bersuara
kini kata-kata berkata
“kau tak berperasa!”
Natar, 20 Januari 2004
17 Januari 2009
AKHIRNYA
ahirnya, aku bisa juga buatsuatu gambar pake COREL-DRAW!! setelah banting tulang belajar dan utak-atik tools2 yang ada, hasilnya adalah gambar ini. gak jelek-jelek amat kok! (hehe... narsis sedikit gpp kan) walaupun masih standar. yah, namanya juga pemula...
nah, kalo ada yang mau jadi guruku, aku buka kesempatan dah! tapi syaratnya harus sabar menghadapi murid yang moody ini... hehe...
12 Januari 2009
ATAS NAMA CINTA
Judul : Tragedi Nadra
Penulis : Isa Kamari
Penerbit : Hikmah (PT Mizan Publika)
Tebal : 305 halaman
Harga : Rp 44.400,-
Ini dia novel terjemahan yang oke punya! Kisahnya bnikin gregetan dengan setting tempat dan waktu yang agak-agak di jaman sejarah gitu. Secara, setting waktu novel ini tahun 1942-1950-an dan Indonesia masih bernama Hindia Belanda. Novel ini berkisah tentang seorang anak perempuan Belanda bernama asli Maria yang sejak usianya lima tahun telah diberikan kepada seorang wanita melayu bernama Aminah yang tak bisa memiliki anak sendiri. Saat itu, Adeline, ibu kandung Maria gak sanggup untuk mebiayainya mengingat masih empat orang anak lagi yang harus ditanggung kehidupannya, lagipula suaminya pun masih dipenjara olah tentara Jepang.
Maka, Maria tumbuh sebagai gadis lembut yang telah diizinkan diasuh secara Islam oleh Aminah, bahkan namanya telah diubah menjadi Nadra. Luka tercipta ketika ayah kandungnya telah bebas dari penjara dan ingin merebut Nadra kembali. Aminah, yang telah menganggap Nadra sebagai anak kandung sendiri dan sangat menyayanginya, tak ingin berpisah dengan Nadra bagaimanapun caranya.
Berbagai upaya untuk merebut Nadra dari tangan Aminah dilakukan terus-menerus hingga memicu banyak simpati dari berbagai pihak. Bahkan, setelah beberapa kali sidang di pengadilan, perebutan Nadra bukan hanya menjadi perebutan anak antara dua keluarga saja, tapi juga perebutan yang membawa nama budaya, agama dan harga diri sebuah negara.
Baca novel ini, kita dibuat selalu penasaran di akhir paragrafnya. Tapi memang, di beberapa bagian novel ini, bahasa yang dipake agak nge-jurnalis gitu. Jadi kayak model jurnalisme sastrawi gitu. Tapi ya, tetep aja oks banget untuk dibaca dan yang paling mengejutkan pembaca adalah di bagian akhir yang sama sekali gak terduga. Yakin deh, bakal gregetan abis setelah menutup halaman terakhirnya.
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Allah Taala berfirman (kepada malaikat pencatat amal): Bila hamba-Ku berniat melakukan perbuatan jelek, maka janganlah kalian catat sebagai amalnya. Jika ia telah mengerjakannya, maka catatlah sebagai satu keburukan. Dan bila hamba-Ku berniat melakukan perbuatan baik, lalu tidak jadi melaksanakannya, maka catatlah sebagai satu kebaikan. Jika ia mengamalkannya, maka catatlah kebaikan itu sepuluh kali lipat
Langganan:
Postingan (Atom)