Oh iya, kali ini aku tidak bersama dengan teman-teman seperti biasanya, melainkan bersama keluargaku. Secara, jalan-jalan kali ini memang punya misi utama, yaitu mengunjungi saah satu kerabat yang punya hajatan. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Pasar Besar Kota Malang. Sebenarnya ini adalah pasar biasa yang di kota tempat kelahiranku pun ada. Tapi, namanya juga berjalan-jalan dengan para ibu dan budhe yang punya hobi belanja, jadi ya dijabanin aja deh! Rasanya kalau sudah sampai pasar dan tak membeli apa-apa, ada yang kurang aja. Jadi kuputuskan untuk membeli kaos bertuliskan “Aremania” dan “I love Malang”, cukuplah sebagai oleh-oleh titipan teman :) selebihnya barang-barang yang dijual tak jauh berbeda kok.
Sudah puas merogoh kocek untuk membeli buah tangan di Pasar Besar, kami melaju ke Alun-Alun Kota Malang. Tempat ini merupakan sebuah taman kota yang lagi-lagi sebenarnya hampir mirip dengan taman yang ada di kota Metro, Lampung (aku pernah posting kok). Di taman ini, ditanami pohon-pohon dan bunga-bunga hingga kesannya begitu asri dan nyaman. Asli seger banget duduk-duduk disini sambil menikmati tahu goreng yang dicocol dengan sambel petis. Hm... Yummy! Di tengah-tengah taman, terdapat kolam air mancur yang menambah sejuk suasanan. Di taman ini pula, isinya macam-macam. Mulai dari orang-orang yang kreatif menawarkan permainan ‘Lempar Gelang ke Dalam Botol’ dengan hadiah minuman yang ada di botol itu sendiri. Sepuluh gelang hanya tiga ribu rupiah! Lalu, para penjual makanan dan asesoris, juga penjual buku dan poster-poster yang biasanya diburu para pengelola sekolah TK. Ruaameee...!
Kami berkeliling sampai menjelang Maghrib. Lalu sholat di masjid yang pas sekali dibangun di depan taman. Sayang tak kucatat nama masjidnya. Padahal, masjid ini nyaman sekali. Bangunannya luas dengan arsitektur yang menurutku sedikit mirip dengan masjid di Cordova, hehe...
Hari kedua di Malang, kami tak bisa kemana-mana. Yah, namanya juga lagi resepsinya. Jadilah kami menunggu sore untuk bisa berjalan-jalan lagi. Ada seorang saudara yang memberi referensi tempat yang bisa dikunjungi. Masjid Ajaib. Hm, dari namanya saja, aku sudah penasaran bagaimanakah bentuk masjid ajaib itu? Kenapa disebut masjid ajaib?
Perjalanan ke Masjid Ajaib ternyata memakan waktu cukup lama. Maklum, jarak dari rumah saudara yang berada di Komplek Dirgantara ini memang jauh dari Masjid Ajaib yang berada di Turen. Tapi, perjalanan ini terbayarkan ketika akhirnya kami sampai di lokasi. Waktu itu, sholat Isya sudah digelar, jadi pintu gerbang yang gagah menjulang itu masih tertutup dengan tulisan yang terpampang di papan mungil “Maaf tunggu sebentar, sedang shalat berjamaah” begitu kira-kira (aku lupa persisinya kayak apa, hihi).
Dan setelah pintu gerbang dibuka, kami segera meluncur ke dalam. Tapi, ternyata kami harus melapor dulu pusat informasi yang ada disana. Sebagai tamu, harus menghormati peraturan yang ada dong, hehe.
Setelah selesai mengurus administrasinya, maka mulailah aku beraksi dengan kameraku, merekam apa yang ada di dalam bangunan yang berdiri sangat megah ini. Bangunan ini terdiri dari sepuluh lantai. Di lantai dasar, sebelum memasuki areal dalam masjid, kami melewati lorong yang terang dengan banyak hiasan di pinggirnya. Ada akuarium besar, lampu-lampu berbentuk pohon kurma, lampu-lampu berbentuk gundukan batu dan bunga-bunga yang ditanam dalam pot besar. Lantai pertama, tempat sholat. Baru masuk saja, aku sudah dibuat kagum dengan dekorasi yang ada. Tiang-tiang penyangga masjid dibentuk pepohonan, lengkap dengan daun-daunnya. Aku seperti berada di dalam hutan yang rapi! Kemudian menginjak lantai berikutnya melalui sebuah lorong bertangga. Lagi-lagi aku terpesona dengan gayanya yang lain. Mirip gua lengkap dengan stalagtitnya!
Di lantai berikutnya yang aku lupa persisinya di lantai berapa, terdapat kamar-kamar santri. Selanjutnya di lantai atasnya lagi terdapat kios-kios makanan kecil, boneka, asesors, baju-baju, dan buku-buku. Dari pinggir lantai atas itu, terlihat beberapa menara masjid yang bagiku mirip kastil-kastil di film animasi, hehe.. Mengenai sebutan Masjid Ajaib, konon katanya tak ada masyarakat yang tahu siapa yang membangun masjid ini hingga bisa seluas ini. Tapi setelah dikroscek pada salah seorang pengurus disana, masjid ini dibangun oleh santri dan jamaah yang mondok disana, mengingat masjid ini merupakan salah satu bagian dari bangunan pondok pesantren Salafiyah Biharu Bahri Fadlaahir Rahmah.
Esoknya, perjalanan dilanjutkan. Kali ini ke taman rekreasi Selecta yang ada di daerah Batu. Udaranya dingin! Tempat ini merupakan sebuah taman luas yang ditanami berbagai jenis pohon dan bunga-bunga hingga nampak seperti berada di negeri kincir angin, Belanda. Taman ini tidak hanya menyuguhkan pemandangan bunga saja, tetapi juga memanjakan pengunjungnya dengan adanya kolam renang, kafe dan restoran, juga sederet kios oleh-oleh yang harganya cukup terjangkau.
Sayang, waktu itu sedang hujan hingga aku tak bisa berkeliling sampai waktunya pulang. Beberapa orang dalam rombongan kami mengusulkan untuk ke Jogjakarta dan Candi Borobudur. Jadi sekalian jalan pulang, sekalian jalan-jalan. Asikk...
Sampai di Jogjakarta, tempat yang dituju tidak lain adalah kawasan Malioboro, Pasar Beringharjo dan Keraton. Meski sudah beberapa kali kesini, aku tetap saja tak bosan dengan suasana kota yang eksotik ini. Ada banyak perubahan sejak terkahir aku mengunjungi kota ini. Salah satunya adalah patung orang-orangan yang memanjat jembatan ini. Lucu! Kalau sudah sampai Jogja dan tak membeli batik, rasanya ada yang kurang. Jadilah kami telusuri pasar Beringharjo yang terkenal dengan harga barang-barangnya yang murah meriah itu. Membeli satu dua potong batik, lumayan untuk kenang-kenangan dari Jogja, hehe.
Perjalanan untuk sampai ke Lampung dilanjutkan lagi. Tapi sekali lagi, kami mampir dulu ke Candi Borobudur yang terletak di Jawa Tengah. Suasanan terik kini menyapa. Maka tak heran, sejak memasuki areal wisata ini, banyak penjaja topi besar, kacamata hitam, serta payung. Untuk bisa masuk ke areal candi, kami harus merogoh kocek 30 ribu rupiah per orang. Mahal ya..? kirain gratis, hehe...
Ada peraturan yang mengharuskan kami memakai kain batik sebelum menuju stupa. Untung saja dipinjami oleh petugasnya. Menaiki tangga-tangga candi ternyata butuh tenaga ekstra juga, pasalnya undukan batu tangga cukup tinggi. Baru beberapa langkah di tangga, cuaca mulai berubah. Hujan menyapa. Jadilah aku tak diizinkan untuk menaiki tangga lebih ke atas lagi. Padahal inginnya sih sampai ke patung paling atas, penasaran saja bagaimana rupanya. Tapi jadilah, yang penting sudah pernah mencatat sejarah kesini.
Akhirnya perjalanan ini harus berakhir juga. Kampung halaman di Lampung sudah menanti setelah seminggu ditinggal. Setelah mengunjungi banyak tempat yang menarik dan membuat sejarah disana, kami pulang dengan segudang cerita dan tentu saja oleh-oleh dalam bentuk fisik untuk saudara dan teman yang ditinggal... :)
Malang, hm... suatu saat, aku akan kembali lagi!