Tampilkan postingan dengan label Hotel The Series. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hotel The Series. Tampilkan semua postingan

20 Januari 2023

Sejarah 4 Kijang

Halo!

Masih penasaran gak ya sama tulisan yang akan saya posting di bawah label Hotel The Series? Hehe. Langsung kenalan aja yuk sama beberapa tokoh yang mungkin nanti akan ada dalam ceritanya. Ssstt, nama-nama tokoh akan disamarkan demi kenyamanan bersama ya walaupun mungkin tetap ada yang mengenalinya, hihi.

Sebut saja kami 4 kijang. Jadi, ada 4 perempuan baru yang bergabung waktu itu. Saya di bagian resepsionis, Arsi di bagian akunting, Ines di bagian house keeping, dan Rosa di bagian marketing. Jadi ada 2 orang di bagian operasional, dan 2 orang lagi di bagian office.

Dari awal, kami berempat ini seperti tidak terpisahkan meskipun ada beberapa hal yang sedikit berbeda. Misalnya, area kerja. Saya di bagian depan, Ines di bagian kamar, Arsi di back office, dan Rosa kebanyakan jalan dinas. Jam kerja juga sedikit berbeda, terutama hari libur. Bagian operasional tentu saja tidak mengenal tanggal merah. Libur harus bergantian dan diatur per shift. Sementara bagian office sudah tertata rapi sesuai jam kantor pada umumnya.

4 kijang hotel bandara
4 kijang (ini masih pada bocah, haha)

Tapi, setiap kali ada acara, kami berempat selalu bersatu. Mungkin karena kami anak baru ya, jadi harus saling membantu agar tidak terlihat kaku dan tentu saja mencari tempat mengadu ketika masing-masing pekerjaan kami belum terlihat setara dengan para senior, hehe.

Baca juga : Cerita Awal Masuk Hotel

Apalagi saya yang waktu itu belum punya pengalaman sama sekali di bidang perhotelan. Memang saya pernah bekerja sebagai front office di sebuah lembaga nirlaba, sama-sama bergerak di bidang jasa, sama-sama sebagai orang pertama yang ditemui setelah masuk pintu. Tapi tentu saja, pastilah ada perbedaan.

Benarlah, pertama kali istirahat bareng setelah bekerja setengah hari, kami saling bercerita. Saya bercerita tentang beberapa tamu, Ines tentang keadaan kamar, Arsi tentang berkas-berkas di back office, dan Rosa dengan rencana perjalanan dinas.

Dari 4 kijang ini juga, ternyata karakter kami berbeda-beda. Saya biasa aja, cenderung introvert dan pendiam kalau gak diajak bicara duluan. Tapi anehnya malah saya harus ditempatkan di bagian paling depan yang harus selalu menyapa ramah terlebih dahulu pada para staf dan tamu yang datang. Juga, kadang harus basa-basi sedikit agar suasana lebih cair.

Ines kebalikan dari saya. Dia extrovert, gampang tertawa, ramah pada siapa saja, dan punya banyak cerita yang bisa dibagi ketika bertemu dengan hampir semua orang. Bisa dipastikan kalau ada dia, suasana jadi ramai.

Arsi agak pendiam juga, tapi di kemudian hari, kami baru tahu kalau dia ternyata sangat bisa judes, hehe. Apalagi kerja di bagian akunting yang notabene mengurus keuangan, jadi mungkin memang harus begitu ya. Satu hal yang bisa diandalkan dari dia adalah kegesitannya menyelesaikan pekerjaan.

Nah, kalau Rosa ini agak berbeda dari kami bertiga. Dia paling jago pakai make-up dan paling kinclong tampilannya. Gak salah memang manajemen memilih dia untuk jadi salah satu tim marketing. Orangnya suka becanda dan kalau sudah tertawa, bisa membahana. Satu hal yang paling tidak saya sukai darinya adalah, dia pernah menakuti saya dengan video pocong dari ponselnya. Untung itu ponsel gak langsung saya lempar karena saking kagetnya.

Namanya anak baru, tentunya akan ada suka dan dukanya. Saya misalnya. Saya paling susah mencocokkan nama dengan wajah orang saat baru berkenalan, kecuali ada tanda khusus atau sesuatu yang membuat saya terkesan di awal pertemuan.

Sementara teman-teman baru yang seangkatan dengan saya sudah lancar menyebutkan nama dan karyawan lama, saya masih berkutat dengan panggilan si ini atau si itu. Misalnya, ‘bapak tukang kebun’, atau ‘yang kurus tinggi di dapur’, atau ‘yang agak gundul itu lho’ dan lain-lain. Walaupun kami sama-sama pakai name-tag, tapi adakalanya saya dan mereka tidak selalu bekerja di waktu yang bersamaan karena beda shift. Jadi ya begitulah. Saya terima aja pas ada yang ngetawain saya belum hafal nama-nama orang disini.

Nah, untuk penyebutan 4 kijang, ini berawal dari manajer hotel kami. Jadi, masing-masing bagian kami dilengkapi dengan HT (handy talkie) untuk kemudahan dan keefisienan berkomunikasi antar bagian. Karena manajer kami termasuk orang yang gak kaku-kaku amat sama para pekerja, jadi kadang becanda kalau memanggil lewat HT itu. Kijang 1 untuk Rosa, Kijang 2 untuk saya, dan seterusnya. Mungkin dia terinspirasi dari para ajudan para petinggi ya, haha.

Untuk tokoh lainnya, sepertinya gak usah terlalu detail lah. Saya khawatir mereka gak mau disebutkan dalam tulisan seri ini. Mengalir aja lah ya.

Baca juga : Balada Pena Front Office

17 Februari 2022

Cerita Awal Masuk Hotel

Halo!

Sudah lama gak posting, apa kabar ini blog ya? Sudah muncul sawang belum? Haha. Kali ini saya mau sedikit cerita tentang bagaimana awalnya saya bisa bekerja di perhotelan. Hm, sudah hampir sepuluh tahun yang lalu ya. Oke, ini dia ceritanya!

Sebelum resmi bergabung dengan hotel tempat saya bekerja, ada beberapa tes masuk yang harus saya lalui bersama banyak orang pelamar yang lolos tahap administrasi awal. Oh iya, saya masukin lamaran ini agak sedikit iseng sih, karena waktu itu baru resign dan pulang dari Palembang, lihat ada lowongan kerja yang deket banget dari rumah, bismillah aja masukin lamaran.

Hotel ini baru direnovasi dan dikelola dengan manajemen yang baru. Cabang dari hotel syariah yang ada di Jakarta. Jangan bayangkan hotel besar dengan fasilitas kolam renang, tapi untuk sekelas kabupaten, hotel ini terbilang bagus dan bersih.

Hotel Bandara Sofyan
Coba tebak, saya yang mana? 

Balik lagi ke awal tes masuk. Hari pertama tes tertulis, saya lihat ada mungkin sekitar 30 atau 40 orang di ruangan. Tesnya standar, berupa tes pengetahuan umum dan tes kepribadian. Gak terlalu tegang juga sih, saya bawa santai saja. Beberapa hari kemudian, saya dinyatakan lulus tes tulis dan bisa lanjut untuk tes wawancara dengan pihak manajemen pusat.

Dari 30 atau 40 orang yang ikut tes tulis sebelumnya, kini sudah berkurang hampir separuhnya. Walaupun saya sudah pernah tes wawancara sebelumnya, tetap saja saya merasa sedikit gugup. Di dua tempat terpisah, duduk menanti beberapa orang laki-laki paruh baya yang katanya dari manajeman pusat. Saya tidak punya gambaran, pertanyaan apa yang akan muncul karena saya benar-benar tak punya pengetahuan tentang perhotelan.

Baca juga : Menggali Kenangan di Kota Ampera

Giliran saya tiba. Pertama, saya berhadapan dengan seorang bapak yang agak lebih muda dari yang lainnya. Pertanyaan yang diajukan ringan, tentang pengalaman bekerja saya sebelumnya. Caranya mewawancarai saya juga gak terlalu kaku, malah lebih ke arah ngobrol biasa.

Selanjutnya, saya dialihkan kepada seorang bapak yang tampaknya paling senior. Kali ini pertanyaan yang diajukan lebih ke negosiasi hak dan kewajiban apabila sudah bergabung dengan hotel. Saya mulai berhitung dan idealis saat itu. Dengan kebutuhan yang saya lebihkan sedikit, saya menyebutkan nominal yang di kemudian hari saya tahu itu terlalu tinggi, haha.

Pada akhir sesi tes wawancara, kami diberitahukan untuk menunggu hasilnya beberapa hari kemudian. Karena waktu itu belum ada ponsel secerdas sekarang, bayangkan saya masih pakai hp poliponik dan hanya bisa telepon dan sms, haha. Makanya ada satu kisah agak lucu yang saya alami.

Dulu, ada fitur hp dimana ketika hp sedang tidak aktif dan ada yang menelepon, maka akan ada pemberitahuan panggilan terlewat saat hp diaktifkan kembali. Nah, itu yang saya alami. Ada nomor tak dikenal yang menelepon saya dua kali saat hp saya tidak aktif. Saya telepon kembali dan rupanya itu adalah panggilan untuk kesepakatan pra kerja yang sudah terlewat sehari kemarin, haha.

Untungnya, pihak manajemen masih baik pada saya. Saya dibolehkan datang keesokan harinya untuk menemui manajer yang standby disana. Yah, saya datang sendirian dan celingak celinguk macam orang hilang. Tentu saja tidak ada satu orang baru yang akan bergabung disana karena mereka sudah berkumpul kemarin.

Pertemuan pertama saya dengan manajer baru disana yang saya ingat hanya seputar ditanya tempat tinggal, waktu tempuh menuju hotel dan keseharian. Juga tentu saja posisi yang akan saya tempati. Front Office, bagian terdepan sebelum tamu check in. Ringan dan hanya sebentar. Saya sempat berfikir selintas saja, oh ini tho yang jadi manajer hotel disini. Masih muda dan enerjik. Di kemudian hari, dia adalah orang yang benar-benar mengayomi kami sesama anak baru dan berhasil membuat 4 orang perempuan menjadi geng 4 Kijang. Tunggu ceritanya ya!

ooo

Melangkah keluar dari area parkir hotel yang masih direnovasi kala itu, saya terus berdoa. Semoga di tempat baru ini, saya bisa menemukan kebahagiaan dan warna lain dalam pengalaman hidup saya. Bismillah aja, semoga pekerjaan ini jadi berkah untuk saya dan keluarga.

 

27 November 2021

Hotel The Series

Halo!

Beberapa waktu belakangan, tiba-tiba saya terinspirasi pengen buat satu kumpulan cerita ringan dalam blog ini yang berhubungan dengan perhotelan. Cerita suka duka, cerita konyol, cerita apa saja lah yang pernah saya alami dulu sewaktu saya bekerja di sebuah hotel.

Sebenarnya sudah lama kepikiran mau nulis begini, tapi belum ada waktu yang pas aja gitu. Memang sudah ada beberapa tulisan saya yang sedikit bercerita dengan latar tempat dan kejadian di hotel. Tapi rasanya kalau gak dikumpulin jadi satu label, kurang pas aja.

Gak ada tujuan apa-apa sih, hanya sebagai kenang-kenangan dan mungkin suatu saat nanti ada yang berminat menjadikannya sebuah buku, haha. Saya jadi ingat seseorang yang pernah bilang ke saya untuk membuat satu buku tentang ini. Beberapa kali ia selalu meminta saya untuk membuatnya. Tapi, entah kesibukan apa hingga saya belum bisa menunaikannya.

Hotel the series

Hingga hari ini. Saya teringat dia. Seorang manajer yang pernah memimpin hotel tempat saya bekerja. Tapi, hubungan saya dan teman-teman lain dengan dia, bukan sekadar hubungan atasan dan bawahan saja. Lebih dari itu. Ia menjadi sosok bapak yang merangkul anak-anaknya. Ia menjadi sosok pemimpin yang rela pasang badan demi kebaikan bersama.

Diluar pekerjaan, kami merasa menjadi sahabat. Teman sepermainan. Tertawa bersama, makan bersama keluarga, dan melakukan hal-hal kocak bersama. Sampai ia dipindahkan, dan meninggalkan kesan mendalam bagi kami semua. Bahkan, ketika sudah tidak lagi satu atap pekerjaan, kami masih berhubungan sangat baik.

Sampai hari dimana saya dan teman-teman lain benar-benar tak bisa lagi berkomunikasi dengannya di dunia ini. Iya, dia sudah meninggal beberapa bulan lalu. Menyisakan kesedihan yang dalam, lebih sedih dibanding perpisahan kami waktu itu. Tapi, kebaikannya masih kami simpan sampai hari ini.

OOO

Jadi, intinya saya mau kumpulan tulisan ringan dibawah label “Hotel The Series” ini. Kalian juga bisa kok request minta cerita apa gitu. Selama saya bisa dan mood (haha), saya akan tuliskan disini. Semoga menghibur ya!

Ssstt, sedikit intipan. Saya ada bahan tulisan tentang tipe-tipe tamu hotel yang bikin melongo, kelakukan pegawai hotel pas ada artis, dan beberapa cerita ringan lainnya.

Baca juga : Balada Pena Front Office

13 Oktober 2013

Balada Pena Front Office

Cerita ini adalah nyata dan bukan fiktif belaka. Juga, kejadian dan nama tokoh disini bukan rekayasa semata. Jadi simak baik-baik.
#haha, serasa buat film horor aja ya.

Kehadiran pena di sebuah tempat kerja adalah hal yang sangat penting, apalagi kalau tempat kerja itu tak lepas dari kegiatan tulis-menulis, transaksi, dan berhubungan dengan tanda tangan yang memerlukan alat tulis. Begitu juga di bagian kerjaku di Front Office hotel. Pena adalah alat tulis wajib yang harus ada disini. Bisa dibayangkan kalau tak ada pena, lha kalau ada tamu mau menginap dan harus tanda tangan bagaimana?

Ironis, pena disini sering sekali raib entah kemana. Padahal, ya sudah dikasih label nama, mulai dari label ringan hingga peringatan yang keras, haha. Awalnya, aku beri label dengan kata-kata yang terdengar lembut seperti, “INI PENA FO YA...” Satu kali, dua kali, hilang. Aku biarkan saja, mungkin dipinjam orang dan lupa dikembalikan. Lalu aku ambil pena baru dan kuberi label lagi “PUNYA FO. PINJAM, BALIKIN YA...” Masih terdengar halus, bukan? Dan kembali hilang.

Lalu aku ambil pena baru lagi, dan tak henti memberi label, “PUNYA FO!! PINJAM? BALIKIN!!” Kali ini ada tanda seru yang mengisyaratkan penegasan. Ternyata masih hilang juga, dan untuk kesekian kalinya, aku ambil pena baru dan kembali menulis label “PUNYA FO!!!! DON’T TOUCH!!” Haha, galak ya, tapi lumayan ampuh untuk menghalau si peminjam yang jarang mengembalikan, buktinya lumayan awet dan setiap ada yang pinjam, langsung baca, dan langsung mengembalikan, hehe.

Tapi, itu pun masih tetap hilang juga setelah sekian lama bertahan di FO. Jadi, untuk yang ke entah berapa kalinya, aku beri label kembali dengan “PUNYA FO!!! JANGAN DIAMBIL!!!” Dengan tanda seru banyak, hehe.

Sebenarnya ini masalah sepele, hanya sebatang pena yang harganya 1000-an. Tapi kalau yang seribu itu kita gak bisa menjaganya, bagaimana dengan yang lebih besar? Atau, kalau barang yang seribu itu kita pinjam dan menyepelekan dengan lupa atau tidak mengembalikannya, bagaimana dengan yang lebih besar? Bukankah hal besar dimulai dari hal yang kecil? :)

Baca juga : Saat Jenuh Melanda

Ok, guys? Jadi, ayo sama-sama kita jaga amanah barang sekecil apapun :)