Apa kabar semuanya? Pengen nulis ini dari beberapa bulan lalu, tapi kesampaiannya baru sekarang, ya ampun. Cuma berbagi pengalaman aja, siapa tahu bisa memberi pencerahan bagi yang sedang bersiap melahirkan atau sekedar hiburan semata di kala ingin membaca.
Kalau ada yang tanya kenapa kok sampe operasi caesar, yah intinya posisi janin ini sungsang alias kepala masih di atas dan bokong di bawah. Ditambah lagi air ketuban yang tinggal sedikit (saya gak tau atau merasa ada rembesan selama hari-hari belakangan sih) dan kata dokter ada pengapuran atau apa gitu istilahnya waktu itu. Jadi jalan terbaik ya ambil tindakan secepatnya dan tanpa menunggu adanya kontraksi.
Singkatnya, ketika jadwal kontrol tiba (saya kontrol di Puri Betik Hati, Bandarlampung), dokternya menyarankan untuk tindakan hari itu juga. Kaget? Iya lah. Niat hati kan cuma mau cek kandungan, kok malah langsung tindakan.
Saya dan suami langsung ke meja registrasi untuk mengurus administrasi. Disini, saya ditawarkan untuk memilih mau sc biasa atau eracs. Setelah penjelasan dan berbagai pertimbangan, saya memilih untuk sc eracs. Seperti apa perjalanannya? Lanjut bacanya yuk!
Pra-Tindakan
Operasi saya dijadwalkan sekitar pukul 15.00-16.00 waktu itu. Tetapi saya sudah tidak diperkenankan untuk keluar rumah sakit sejak pukul 11.00 (sejak saya kontrol), termasuk ya tidak boleh makan berat lagi. Padahal jujurnya saya laper banget sampe sore wkwk.
Karena saya belum dapat kamar, saya menunggu di ruang perawatan. Di ruangan itu, nakes menyuruh saya berganti pakaian operasi, melepas semua perhiasan, dan tanpa pakai apapun lagi. Lalu ia memeriksa denyut nadi, irama jantung, dan apakah saya ada alergi obat tertentu. Selesai itu, saya menunggu lagi. Oh iya, selama di ruang perawatan itu, ada cemilan yang diberikan pada saya. Dua keping biskuit puff abon dan sekotak minuman ion. Lumayan lah untuk mengganjal lapar.
Setengah jam menjelang operasi, saya dipindahkan ke ruang steril. Kali ini pendamping sudah tidak diperbolehkan masuk lagi. Saya dipasangi infus dan kateter, lalu menunggu tim dokter datang.
Sebelum tindakan masih bisa ketawa di ruang perawatan |
Tindakan
Saya dibimbing masuk ke ruang operasi. Hawa dingin langsung menyergap tubuh saya. Benar rupanya cerita orang kalau ruang operasi itu serius dingin banget. Apalagi saya hanya pakai selapis baju lengan pendek dengan bagian belakang terbuka. Alhamdulillah saya masih pakai jilbab, jadi lumayan kepala gak terasa dingin menusuk.
Dokter pertama yang menyapa saya adalah dokter anestesi. Perempuan, mungkin usianya sekitar 45 tahunan. Ia bertanya kabar saya, kondisi kehamilan saya (ia ikut terharu mendengar ini kehamilan pertama saya setelah menanti selama 7 tahun), sedikit bercerita tentang keluarganya, dan sambil menunggu semua dipersiapkan, ia membaca Alquran. Sungguh, ini membuat saya lega sekaligus menenangkan hati saya yang deg-degan luar biasa.
Anestesi dilakukannya dengan menyuntik bagian punggung bawah saya. Dan ini gak sakit! Saya pernah mendengar cerita kalau suntik anestesi seperti ini rasanya gak karuan, sakit menusuk. Tapi, di saya gak, serius. Rasanya hanya seperti ya suntikan biasa. Lalu saya menunggu lagi untuk obat anestesi ini bekerja melumpuhkan sementara syaraf-syaraf rasa sakit saya.
Satu per satu dokter lain datang, saling menyapa dan mengobrol ringan, mungkin biar suasananya gak tegang ya. Bersyukurnya saya mendapatkan tim dokter yang ramah-ramah waktu itu.
Setelah memastikan anestesi saya berhasil dan saya tidak merasakan apa-apa lagi pada sebagian tubuh bagian bawah, dimulailah operasi pengeluaran si bayi ini. Meski saya sadar, tapi saya tidak merasakan apapun selama tindakan. Padahal dokter sudah memberi tahu bahwa operasi dimulai. Sesekali terdengar suara seperti air mengalir. Lalu perut saya terasa seperti digeser-geser.
Tiba-tiba saja si bayi sudah dikeluarkan dan ditunjukkan pada saya! Saat itu juga, tangis saya pecah tanpa aba-aba. Dokter anestesi membantu menghapus air mata saya karena kedua tangan saya ditahan di badan bed operasi.
Baca juga : Surat Untuk Wafa
Operasi pengeluaran si bayi cukup cepat, tapi penjahitan lukanya yang terasa agak lama. Sementara tim dokter menjahit sambil mengobrol santai, pikiran saya terbang ke ruang bayi. Bagaimana kondisinya? Sehatkah? Lengkapkah bagian tubuhnya? Kok gak langsung IMD ke saya ya? Ada apakah?
Pasca-Tindakan
Selesai dengan tindakan di ruang operasi, saya dipindahkan ke ruang observasi. Saat itu pukul 17.00 dan di ruang observasi hanya ada saya dan perawat laki-laki. Kata perawat itu, saya harus menunggu setidaknya selama 4 jam sebelum dipindah ke kamar.
Berangsur-angsur, rasa kebas di sebagian tubuh saya mereda. Saya mulai sedikit kesemutan, tapi juga menggigil kedinginan. Kata perawatnya, itu hal wajar setelah operasi. Saya benar-benar menggigil meski sudah dipakaikan selimut tebal. Rasanya mengantuk, tapi entah kenapa tidak bisa tidur nyenyak.
Empat jam di ruang observasi tanpa pendamping, melewati waktu maghrib yang sepi dan hening sekali sendirian. Suami saya diperbolehkan masuk ketika saya izin bertemu. Kalau tahu boleh dari tadi, saya minta ditemani dari tadi. Tapi di ruangan ini saya tidak diperbolehkan bertemu dengan siapapun, termasuk keluarga yang datang menjenguk.
Pindah ke Kamar Perawatan
Setelah dinyatakan dalam kondisi baik dan stabil, saya dipindahkan ke kamar perawatan. Perawat memberi tahu hal-hal yang disarankan setelah operasi sore tadi. Misalnya, mulai bergerak ke kanan kiri, serta mulai duduk hanya jika memungkinkan dan tidak pusing.
Oh iya, saat dipindah ke kamar, kateter dan infus saya sudah dilepas. Jadi, kalau mau ke kamar mandi, ya boleh-boleh saja.
Saya mencoba bergerak ke kanan dan kiri sesuai saran perawat tadi. Alhamdulillah cukup mudah dan berhasil. Tapi, ketika bangun untuk duduk, kepala saya terasa sangat pusing dan berputar-putar. Lha boro-boro mau ke kamar mandi. Jadi, malam itu saya urung ke kamar mandi dan hanya belajar bergerak sambil tiduran saja.
Pagi harinya, saya belajar bangun lagi. Masih terasa sedikit pusing tapi sudah bisa ditoleransi dan bisa mulai berjalan ke kamar mandi dengan bantuan suami. Niat hati mau mandi, tapi masih takut karena semalam lupa bertanya apakah ini perban anti air atau bukan, wkwk. Jadilah hanya lap-lap badan saja.
Saya baru bisa bertemu dengan bayi sekitar pukul 09.00 pagi. Rasanya seperti mimpi saja. Bayi mungil yang selama ini kami nanti, kini hadir tepat di hadapan, bahkan tepat di pangkuan saya. Perawat memberi arahan untuk saya langsung menyusui bayi. Tapi rupanya gak mudah ya. Apalagi, air susu saya belum keluar saat itu. Untungnya si bayi gak rewel dan masih bisa bertahan.
Dokter kandungan datang berkunjung untuk memeriksa saya dan bayi. Syukurnya, kondisi kami berdua sehat dan diperbolehkan pulang ke rumah sore harinya. Jujur, saya agak kaget karena kok cepat sekali ya? Padahal saya lahiran saecar, biasanya minimal 3 hari baru boleh pulang. Tapi, ya senang jugalah, bisa lebih nyaman di rumah kan.
Bayi saya diambil kembali oleh perawat untuk dicek lagi sebelum pulang ke rumah. Jadi, sejak dilahirkan sampai saya pulang ke rumah, si bayi sepertinya gak menyusu dengan saya. Adakah yang mengalami hal yang sama? Atau kalian punya pengalaman yang berbeda?
Selepas Operasi
Dari pengalaman pribadi dan hasil perbandingan dengan mengamati orang lain yang melahirkan secara sc biasa, saya bisa garis bawahi beberapa hal.
Pertama, sc eracs punya kelebihan dalam meminimalisir rasa nyeri setelah operasi. Pengalaman saya, setelah obat bius hilang, saya tidak merasakan nyeri yang sangat di bagian luka sayatan. Tapi tidak juga benar-benar tanpa rasa nyeri ya. Memang, tingkat toleransi rasa nyeri setiap orang berbeda, tapi menurut saya, selepas operasi sc eracs, rasa nyeri itu sangat sangat minim.
Kedua, perawatan setelah operasi sangat singkat. Saya sudah bisa mulai bergerak sekitar 6 jam setelah operasi. Bisa mulai berjalan sekitar 12 jam setelah operasi. Saya hanya menginap semalam di rumah sakit dan diperbolehkan pulang 24 jam setelah operasi. Lagi-lagi ini sesuai dengan kondisi ibu dan bayi juga ya.
Ketiga, operasi sc eracs ini bisa juga ditanggung BPJS kok, meskipun tetap ada biaya tambahan diluar obat dan tindakan. Misalnya pasien harus membeli paket melahirkan untuk sc eracs yang meliputi peralatan dan perlengkapan mandi, pembalut ibu, perlengkapan makan, popok bayi, gentong wadah plasenta, dan perawatan selama bayi dilahirkan. Padahal kalau dipikir, kesemuanya itu sudah saya siapkan dari rumah, haha.
Tambahan lagi, dari rumah sakit ini, si bayi langsung bisa dibuatkan kartu BPJS juga yang menginduk ke kartu BPJS ibunya. Tentunya dengan tambahan biaya iuran satu bulan ke depan saja.
Sehari setelah pulang ke rumah, saya merasakan pusing yang sangat. Kalau saya duduk atau berdiri dalam waktu lama, kepala saya rasanya sakit dan pusing. Tapi kalau dibawa tiduran meski gak dalam keadaan tidur, langsung hilang. Ini terjadi sekitar seminggu lamanya. Mungkin ini salah satu efek sisa obat bius ya, dan mungkin setiap orang keadaannya berbeda pula.
Tapi dari sekian banyak catatan, pada intinya adalah operasi sc eracs ini adalah sebuah terobosan yang bagus untuk calon ibu yang takut melahirkan secara saecar. Tanpa sakit, minim nyeri pasca operasi, dan perawatan yang sangat singkat.
Nah, kalian yang pernah operasi saecar, punya pengalaman apa?
Baca juga : Our 9th Wedding Anniversary
* Gak punya foto-foto di rumah sakit, apalagi pas di ruang operasi. Dahlah, gak kepikiran dokumentasi lagi, haha.