Tulisan ini sebenarnya hanya tulisan iseng saja untuk
mengisi waktu sembari menunggu si mamas jemput aku. Gak sengaja liat benda
kecil yang melingkar di jari manis tangan kanan. Cukup lama memandangnya
(saaaahhhh :D ) dan akhirnya kepikiran nulis ini.
Benda yang melingkar itu adalah sebuah cincin emas. Sebuah
mahar yang diberikan oleh suami tercinta saat ia selesai mengucap ijab qabul
pernikahan. Waktu itu, entah kenapa agak susah dimasukin ke jari manisku,
padahal pas beli waktu itu sudah dicoba dan pas banget. Apa karena aku gemukan
atau karena grogi masangin cincin di depan banyak orang hehe.
Bentuk cincinnya biasa aja, polos dengan sedikit garis legok
di pinggirnya. Sederhana, seperti kebanyakan cincin kawin pada umumnya. Tapi
nilainya tak bisa diganti dengan apapun. Kalau lihat jari manis tangan kanan
yang ada cincin begini, rasanya nyess banget. Sudah punya suami! Hehe.
Begitu juga dengan tiga orang temanku. Inilah inti yang akan
aku ceritakan disini (prolognya panjang banget ya, haha).
Kami berempat. Entah bagaimana kami dipertemukan disini, di
tempat kerja yang sampai saat ini masih mempertahankan aku. Pertama kali
diterima di tempat ini, kami adalah perempuan dengan usia antara 24-29 tahun,
belum menikah. Dan, yang lebih mengejutkan aku adalah kami seorang kakak
perempuan yang sama-sama dilangkahi adik menikah. Ya, dari empat orang, hanya
seorang dari kami saja yang tidak dilangkahi menikah oleh adik karena memang
dia anak bungsu. Jadi, kami merasa
senasib seperjuangan (halah, lebay hehe).
Ini kami berempat sebelum menikah |
Hari-hari kami lalui seperti pada umumnya. Menjadi teman sekaligus sahabat. Kalau lagi ada yang ulang tahun, kami sama-sama minta traktir makan. Kalau sedang libur bareng, jalan-jalan ke suatu tempat yang membuat kami bisa sejenak mengistirahatkan pikiran dari pekerjaan. Begitulah.
Satu tahun lebih berlalu dan masih sama, sama-sama belum
juga bertemu jodoh hingga ada yang menyebut kami perempuan kadaluarsa (bisa
baca tulisan tentang ini disini).
Hzzz, pokoknya sebutan yang membuat kami harus terus bersabar atas ocehan
orang-orang, haha.
Hingga pada suatu waktu, satu per satu dari kami
dipertemukan juga oleh sang pemilik tulang rusuk. Alhamdulillah sekali, sebutan
perempuan kadaluarsa hilang perlahan-lahan.
Dimulai dari...
Minarsih
Pernikahan Minarsih, Minggu 11 Mei 2014 |
Kami memanggilnya Mince. Satu hal yang paling kami ingat
adalah kejudesannya kalau sedang memarahi orang, hehe. Biarpun judes, tapi dia
tetap sahabat yang hangat dan pendengar yang baik. Ketika Mince selesai akad
dan bersalaman dengan kami, aku dan mbak Tri (nanti ada sesi mbak Tri),
berjanji untuk tidak menangis, pokoknya harus tersenyum bahagia tanpa ada air
mata. Tapi, entah kenapa air mata ini keluar begitu saja. Bukan sedih karena
didahului menikah, tapi bahagia karena pada akhirnya salah satu dari kami sudah
menjadi seorang istri dan terbebas dari sebutan perempuan kadaluarsa, hehe.
Mega Rosalia Kristanti
Pernikahan Mega Rosalia Kristanti, Minggu, 8 Juni 2014 |
Ini yang kedua, hanya berjarak kurang dari satu bulan. Kami memanggilnya
dengan Megol, entahlah sebutan itu tampak seperti sebuah panggilan kesayangan
kami padanya. Orangnya ramah, dan kalau sudah bercanda, kita akan dibuatnya selalu
tertawa. Satu hal yang paling kami ingat adalah penampakannya kalau sedang
menakuti orang, menurutku dan Mince (yang notabene penakut) dia seperti Suzana,
hihi.
Laela Awalia
Ini aku sendiri, hehe. Bukan di tahun 2014, tapi sudah berganti tahun menjadi 2015. Gak perlu panjang lebar lah deskripsinya, sudah banyak diceritakan di tulisan lain kan, hehe.
Pernikahanku, Sabtu, 15 Agustus 2015 |
Ini aku sendiri, hehe. Bukan di tahun 2014, tapi sudah berganti tahun menjadi 2015. Gak perlu panjang lebar lah deskripsinya, sudah banyak diceritakan di tulisan lain kan, hehe.
Tri Martini
Pernikahan Tri Martini, Minggu, 13 Desember 2015 |
Kami memanggilnya mbak Tri, atau Martinez. Nah, yang satu
ini aku heran. Biasanya aku akan menangis ketika melihat prosesi akad nikah,
tapi ketika mbak Tri selesai akad, hampir semua dari kami (aku dan teman2)
tidak menangis. Kami tertawa, campuran antara bahagia dan lucu menyaksikan
akadnya. Mbak Tri yang pada dasarnya tipe orang yang ramai, bertemu dengan sang
pujangga yang walaupun terlihat kalem tapi sering membuat kami tertawa juga.
Pernikahan mbak Tri berjarak sekitar 4 bulan dari pernikahanku.
Finally, empat orang perempuan itu kini sudah menikah semua
dan masih tetap menjalin hubungan persahabatan hingga sekarang. Mundur ke
belakang, aku seringkali berfikir betapa janji-Nya memang selalu Dia tepati.
Janji dalam Alquran bahwa setiap makhluk diciptakan berpasang-pasangan meskipun
ada yang cepat dan mudah dipertemukan, tapi tak sedikit juga yang merasa lama
dipertemukan.
Well, itu sepenggal episode kami menikah. Ternyata dalam fotonya gak ada satupun yang komplit kami berempat. Kami juga gak tau kenapa hehe. Padahal ya kami datang :D