Cerita Lebaran Part #2
Preview part #1
Setelah sidang cukup panjang, akhirnya kami lebaran dengan seragam warna
milo. Walaupun sudah selesai memutuskan warna, tapi drama seragam ini masih
berlanjut hingga pemotongan dan jahit ulang baju karena masih kebesaran. Untung
masih ada penjahit dekat pasar yang mau nerima reparasi, haha.
Drama menjelang lebaran bersambung pada kelilingnya saya dan suami demi
biskuit kaleng legendaris, Khong Guan. Bagian ini nih yang bikin saya tepok
jidat. Iya sih, kalau gak lebaran, gak bakal beli biskuit sekaleng besar yang
harganya bisa untuk beli telor 4 kilo itu, wkwk.
Baca : Cerita Lebaran Part #1, Keliling Demi Kaleng Khong Guan
Nah, selain dua cerita itu, saya masih punya cerita lainnya yang sayang
kalau hanya mengendap di kepala.
Tumben Banget! Masak Cepat Kelar
Adalah kebiasaan di rumah ibu saya, menjelang lebaran itu selalu riweh.
Sehari sebelum lebaran adalah hari paling sibuk. Beberes rumah dan masak-masak.
Kalau dipikir sebenarnya gak ada pekerjaan yang benar-benar wah sih, tapi entah
kenapa detak waktu terasa sangat cepat. Selepas subuh kok tau-tau sudah
menjelang malam takbiran. Sementara, masak dan beberes rumah belum selesai.
Beberes rumah adalah hal wajib yang ibu saya lakukan pertama kali. Istilahnya,
ini general cleaning setahun sekali. Hordeng-hordeng dicuci, kusen-kuseun
dibersihkan, teralis dan kaca jendela dilap jadi kinclong lagi. Saya memaklumi
kalau bersih-bersih skala besar ini hanya bisa dilakukan setahun sekali. Dengan
anggota rumah yang semuanya sibuk, tanpa asisten rumah tangga, gorden yang
banyak dan besar-besar, jendela yang gak Cuma sepetak kecil, wajar lah gak bisa
kepegang setiap hari.
Ibu pantang sekali melihat kardus, buku-buku bertumpuk, dan
printilan-printilan gak jelas ada di beberapa sudut rumah saat lebaran tiba. Makanya
menjelang lebaran, sudah bisa dipastikan rumah akan terlihat lebih berantakan
karena aksi pindah sana pindah sini itu kardus, tumpukan buku dan segala
macamnya. Ibu menyulapnya jadi ruang yang lega untuk duduk para tamu sambil
ngobrol dan mencicipi kue lebaran.
Baca juga : 5 Tradisi Lebaran Yang Masih Eksis
Saya juga memaklumi tujuan ibu beberes rumah ini. Ayah adalah salah satu
tokoh di kampung saya. Ibunya (mbah saya) juga salah seorang yang awal-awal
dulu membuka kampung ini. Makanya wajar kalau di hari lebaran, tamu-tamu yang
berkunjung seperti tidak ada habisnya. Gak enak dong rumah berantakan saat
lebaran?
Nah, tahun ini pun demikian. Walaupun ada instruksi untuk lebaran di rumah
aja, ibu tetap cuci hordeng, dibantu abah membersihkan kaca, kusen dan teralis.
Bedanya, ibu gak saya biarkan untuk pindah-pindahin barang lagi. Biarlah
beberapa tumpukan kardus dan buku tetap mengisi ruang tengah. Lagipula, gak ada
tamu juga, wkwk.
Jadi, gak terlalu banyak pekerjaan di hari itu. Saya yang datang ke rumah
ibu sudah agak siang pun masih bisa beberes dengan nafas teratur, hehe.
Memasang gorden yang habis dicuci, menyetrika pakaian dengan santai (biasanya
kalau lebaran gini, di rumah hanya menyetrika baju lebaran aja karena mendesak,
haha), dan beberes printilan yang sekiranya bisa membuat rumah terlihat lebih
rapi saja.
Untuk urusan masak memasak juga sama seperti tahun-tahun yang lalu. Menu
lebaran pada umumnya. Ketupat (kali ini hanya buat 20 biji aja), rendang, sayur
kuah santan, dan sambal (kali ini orek tempe karena kemarinnya ada saudara yang
nawarin tempe beberapa papan).
Baca juga : Tips Meminimalkan Waktu Masak Ketupat
Ajaibnya, sebelum magrib semua masakan itu sudah matang! Paling hanya
koreksi rasa karena kami semua berpuasa saat memasak. Saya dan ibu yang
notabene bertahun-tahun masak beginian, hanya tertawa saja. Kok bisa ya sudah
matang sebelum magrib? Adik-adik perempuan saya yang gak bisa mudik pun heran
saat kami telepon, haha.
Suasana dapur rumah ibu saat malam lebaran |
Jadi, selepas magrib, gak ada kegiatan berarti yang melelahkan seperti
tahun-tahun sebelumnya. Sayangnya, gak ada takbiran keliling yang meriah
kemarin. Padahal kalau ada takbir keliling, mungkin kami yang sudah santai ini
bisa ikutan keliling.
Di tengah-tengah keheranan kami, ada satu kesimpulan yang kami tarik.
Tahun-tahun sebelumnya, kami semua berkumpul. Ada anak-anak kecil juga, di
rumah ramai. Jadi kerjanya gak beres-beres karena disambi bercanda dan
mengobrol. Malah banyakan becandanya daripada kerjanya, hehe.
Tapi, serius saya agak sedih waktu masak-masak kemarin. Biasanya anak-anak
perempuan ibu berkumpul, berbagi tugas dengan sendirinya. Saya beberes rumah
area dalam, adik perempuan nomor 3 masak, ibu beberes di halaman, adik
perempuan nomor 4 spesialis asisten bagi kami, hehe. Tapi kemarin, saya hanya
ditemani mereka lewat video call.
Ah, semoga tahun depan masih diberi umur panjang dan bisa menikmati lebaran
bersama lagi. Menikmati keseruan dan kesibukan menjelang malam takbiran.
Well, sepertinya cerita lebaran ini harus dilanjutkan di episode berikutnya. Kepanjangan kalau ditaro disini semua, hehe. Cerita dong kesibukan kamu sebelum lebaran tahun ini.