Cerita Lebaran Part #3
Preview part #2
Dengan sangat tumbennya, di rumah ibu saya segala persiapan lebaran sudah
beres sebelum magrib! Padahal di tahun-tahun sebelumnya, kami harus begadang
untuk beberes rumah dan masak. Adik-adik perempuan saya juga heran bercampur
tidak percaya saat saya telepon karena mereka tidak bisa mudik. Jadi kami tarik
kesimpulannya. Tahun ini tidak banyak becandanya karena kami tak bisa
berkumpul, makanya kerjanya cepat beres, hehe.
Lanjut ah di cerita lebaran lainnya.
Lebaran di Tengah Pandemi
Pagi hari di hari lebaran, kami sudah terbiasa dengan rangkaian kegiatan
yang sepertinya sudah jadi pakem walaupun tidak tertulis. Bangun pagi dan
bergegas untuk siap-siap ke masjid. Sarapan ringan sekadarnya hanya untuk
menunjukkan bahwa kami sudah tidak berpuasa lagi. Biasanya kami hanya minum teh
atau kopi, atau sesuai selera dan persedian di rumah sambil ngemil kue-kue.
Tahun ini pun demikian. Kami tetap melakukan rutinitas idul fitri seperti biasanya. Hanya bedanya, di rumah gak terlalu ramai. Di kampung kami, solat Idul Fitri masih tetap boleh dilaksanakan dengan mengedepankan protokol kesehatan. Di masjid yang biasanya didirikan tenda, kali ini hanya digelar karpet seluas halaman masjid.
Lebaran di tengah pandemi |
Seluruh jamaah dihimbau untuk membawa sajadah sendiri, memakai masker, dan memberi jarak pada shaf sholat. Sebelum masuk area masjid juga harus cuci tangan dan cuci kaki dulu. Sedih? Ya tentu. Pada saat seharusnya semua muslim berkumpul dengan riang gembira, memenuhi masjid dan merapatkan shaf, kali ini tidak begitu. Bersalaman selesai solat pun ditiadakan.
Pagi hari selepas solat Ied, kami juga terbiasa untuk bergegas rapih-rapih
diri. Dandan biar gak keliatan kusam, hehe, dan langsung berburu sungkeman. Di
rumah ibu saya, kami terbiasa untuk bersalaman secara teratur. Mulai dari ibu
ke abah, lalu berurutan dari anak pertama hingga si bungsu. Sedikit formal tapi
begitulah khidmatnya.
Kami harus bergegas ke rumah mbah sebelum banyak tamu yang datang. Itu
yang biasanya terjadi di rumah kami. Kalau gak bergegas kesana duluan, bisa
dipastikan kami tidak bisa secara khidmat sungkem sama mbah.
Baca juga : Cerita Lebaran Part 2 : Tidak Sibuk Malam Lebaran
Mbah adalah salah seorang yang awal-awal dulu membuka kampung ini, makanya
gak heran kalau hari lebaran begini, tamu seperti tidak habis-habis. Abah, yang
merupakan anak pertama mbah dan kebetulan tinggal pas di samping rumah,
kedapatan berkahnya juga. Tamu yang datang juga ramai dan belum habis bahkan
sampai malam tiba.
Makanya, acara sungkem dan sarapan selepas solat Ied ini harus dilakukan
sesegera mungkin, hehe. Itulah serunya tinggal di kampung. Orang-orang saling
bersilaturahmi. Walaupun sudah bertemu di masjid atau rumah tetangga, tetap
saja kami akan sebisa mungkin mendatangi rumah orang yang lebih tua atau
kerabat.
Tapi tahun ini, kebiasaan itu sedikit berubah. Rumah kami sepi. Bahkan
kami bisa sarapan dengan tenang dan tidak terburu-buru. Tamu yang datang hanya
tetangga kanan kiri dan saudara saja. Tidak ramai anak-anak dan berebutan
salaman. Tidak sibuk merefill kue di toples dan keranjang air mineral.
Sedih? Ya mau bagaimana lagi. Hanya bisa berdoa supaya tahun depan bisa
kembali seperti sedia kala.
Rela Terpanggang Terik Demi Foto
Sepertinya tidak ada orang yang rela melewatkan kesempatan untuk
mengabadikan momen lebaran ini. Bagaimanapun keadaanya. Sama seperti saya dan
anggota keluarga besar, baik dari pihak saya maupun dari pihak suami. Untung
bukan saya aja yang demen foto-foto, haha.
Foto keluarga pertama dilakukan di rumah ibu saya. Selepas solat Idul Fitri,
kami bersiap untuk pose. Ya walaupun gak kemana-mana, rapih-rapih, dandan
sedikit lah, biar gak terlihat suram.
Biasanya bagian ini agak lama, karena banyak anggota keluarga terutama
yang perempuan. Pake pelembab lah, bedak, lipen, pemulas pipi, dan lain-lain.
Belum lagi pakai jilbab dan milih bros atau asesosoris lainnya, wkwk. Tapi
karena tahun ini dua adik perempuan saya gak mudik, jadi terasa biasa aja. Gak
heboh cekakak cekikik di kamar saya.
Lokasi foto masih di tempat sama seperti tahun-tahun sebelumnya, ruang
tamu. Secara, ini yang visualnya lebih rapi dan ada cahayanya bagus. Foto
keluarga besar yang seperti hanya keluarga kecil bahagia, hehe.
Foto lebaran dari keluarga saya |
Foto dari keluarga saya ya cuma begitu aja. Ganti gaya pun gak jauh-jauh dari duduk seperti itu. Karena pagi itu juga kami belum sungkem ke rumah mbah, jadi yang penting dapat foto dulu. Jadi ingat waktu lebaran tahun kemarin, kami gak bisa foto keluarga dengan santai karena memang berburu ke rumah mbah sebelum ramai tamu.
Baca juga : Aku dan Kenarsisan
Bandingkan dengan foto keluarga yang satu ini.
Foto lebaran dari keluarga suami |
Siapa sangka di balik foto ceria ini, ada bermacam cerita sebelumnya. Dimulai dari sidang panjang penentuan warna baju seragam dan segala drama yang menyertainya. Saya sudah posting ceritanya di link ini. Dilanjutkan pada hari H, hari raya itu sendiri. Gegara saya sudah bela-belain pakai seragam lebaran dengan beberapa drama, jadi saya sedikit mengancam. Saya gak mau ditinggalin foto keluarga besar. Apapun yang terjadi, haha.
Karena saya dan suami pun sempat mampir ke beberapa titik di perjalanan,
jadi sampai rumah sudah hampir tengah hari. Sampai disana, rupanya semua orang
sudah menunggu. Yah, intinya kami berdua inilah yang jadi bintang tamunya. Dua
orang paling ditunggu demi foto bersama.
Tahukah kamu? Mereka rela untuk tidak melepas atribut seperti itu
sepanjang pagi hingga kami datang! Padahal kalau gak menunggu kami, mungkin
sudah dari tadi berganti baju dengan setelan paling nyaman di rumah. Daster dan
baju tidur! Ya, secara gak ada tamu selain tetangga depan rumah. Mau apa lagi
kan?
Tapi, demi foto bersejarah setahun sekali ini, kami rela panas-panasan.
Apalagi tak berapa lama kami datang, kami langsung menuju lokasi. Panas banget
sih memang hari itu. Bayangkan foto di jam 11.45 saat matahari ada di
ubun-ubun. Belum lagi, penentuan lokasi dan tes foto sebelumnya. Asli deh itu
kerasa banget ada keringat yang ngalir di dahi, di punggung, di perut, haha.
Behind the scene, wkwk |
Behind the scene di tengah hari |
Sekali lagi, demi lho ini.. demi foto lebaran yang legendaris kayak
orang-orang. Rela deh terpanggang terik dan bergaya dengan mata sipit itu,
hehe.
Nah, kalau kamu? Foto lebaran juga kan tahun ini?