24 Oktober 2024

Mencoba LRT dan Feeder LRT, Jalan Tipis ke Palembang Bagian 1

Yeay!!
Akhirnya kesampaian juga jalan-jalan ke Palembang lagi setelah beberapa tahun mendem pengen kesana. Tadinya, iseng ngajak ibu ke Palembang, eh malah jadi banyak yang ikut haha. Niatnya pas liburan sekolah beberapa bulan yang lalu, tapi gak kebagian tiket kereta, jadilah cari hari libur lagi yang nyempil sehari pas maulid nabi kemarin.

Stasiun KA Tanjungkarang

Sengaja pilih kereta api karena memang harga tiketnya murah, sekalian biar Wafa lihat dan merasakan langsung naik kereta. Tambahan juga biar ibuknya sedikit nostalgia waktu dulu sempat kerja di Palembang dan setiap pulang naik kereta. Tapi, kereta api sekarang sudah jauh lebih baik. 

Area tunggu penumpang sebelum masuk kereta juga nyaman. Ada pojok baca dan area bermain anak serta tak lupa spot foto untuk yang hobi mendokumentasikan kenangan.

Ruang tunggu stasiun
Playground di stasiun KA Tanjungkarang

Meski kereta kelas ekonomi yang harganya hanya Rp 35.000,- per tiket, gerbong sudah full AC, bersih, ada steker listrik di setiap kursi, jendela kaca lebar sehingga leluasa melihat luar, kamar mandi gak jorok-jorok amat, serta bebas dari asap rokok dan pedagang asongan. 

Sayangnya saya gak sempat fotokan kondisi dalam gerbong kereta. Agak crowded pagi itu, berburu nyuapi Wafa sarapan dan yah begitulah. Ingatnya pas kereta sudah penuh dan sudah di tengah perjalanan. Ya, gak enak lagi deh mau foto.

Lama perjalanan dari stasiun Tanjungkarang ke stasiun Kertapati sekitar 9 jam. Lumayan lama karena memang di setiap stasiun, kereta berhenti untuk naik turun penumpang dan berpapasan dengan kereta babaranjang.

Gerbong KA Palembang
Tempat duduk di dalam kereta

Bersyukur banget karena sepanjang perjalanan, Wafa gak rewel dan sangat minim drama. Makan dan tidur juga masih aman karena saya pesankan kursi juga. Sebenarnya untuk anak usia di bawah 3 tahun, masih gratis tapi tidak dapat kursi. Dengan pertimbangan kenyamanan, saya pesankan 1 kursi untuk Wafa. Dan benar saja, pas wafa tidur, dia bisa selonjoran santai. Ibuknya pun bisa agak santai sebentar.

Baca juga : Palembang Again

OOO

Hari pertama di Palembang, kami isi dengan berkunjung ke rumah saudara yang jarang sekali bertemu kalau gak lebaran atau ada acara tertentu. 

Jaraknya lumayan jauh, tapi bisa ditempuh dengan angkutan umum dan LRT. Wah kebetulan banget kan. Saya belum pernah naik LRT Palembang dan seperti gayung bersambut, ada kesempatan untuk mencobanya.

Loket LRT Palembang
Loket LRT Palembang

Kami naik dari stasiun LRT Jembatan Ampera dengan tujuan stasiun LRT Asrama Haji. Harga tiketnya hanya Rp 5.000,-/orang dan dapat dibeli langsung di loket stasiun. Saat itu, stasiun gak terlalu ramai dan penumpang yang menunggu disana juga gak banyak. Katanya sih kalau hari kerja, bisa bejubel.

Kami menunggu sekitar 15 menit sampai LRT tiba di stasiun Jembatan Ampera. Penumpang tak penuh sesak, tapi juga kami sempat berdiri karena gak ada kursi kosong. Ada sih sebenarnya, tapi diisi oleh anak kecil dan ibu-ibu yang duduknya miring sambil makan cemilan. Beeuuh, santai kek di angkutan pribadi, wkwk.

Agak gimana gitu ya, di angkutan umum tapi gak bisa peka oleh keadaan. Padahal itu kursi masih bisa diisi oleh 2 orang lagi. Tapi ya sudahlah. Hitung-hitung saya menikmati pemandangan dulu sambil berdiri sampai ada penumpang yang turun dan kami bisa dapat kursi.

Gerbong LRT Palembang

Di setiap stasiun, LRT berhenti untuk naik turun penumpang. Total kami melewati 7 stasiun sampai akhirnya tiba di stasiun Asrama Haji. Dari sini, kami melanjutkan perjalanan menggunakan feeder LRT gratis yang saat itu sudah banyak menunggu penumpang.

Feeder LRT ini seperti angkot tapi dengan mobil yang ukurannya lebih kecil. Jadi hanya muat sekitar 8 orang saja. Mobilnya nyaman karena dilengkapi dengan AC, bersih, dan gak ugal-ugalan. Sopir juga memakai tanda pengenal dan cukup ramah.

Feeder LRT Palembang
Feeder LRT di stasiun Asrama Haji Palembang

Untuk ketersediaannya, yang saya baca dari beberapa sumber, saat ini sudah ada 7 rute yang dilalui feeder ini dan kesemuanya gratis tanpa dipungut biaya apapun. Nah, feeder ini juga berhenti di setiap halte meski tidak ada penumpang yang akan naik atau turun. Saya kurang paham sih apakah memang SOP-nya begitu ya?

Saya jadi berandai-andai, coba di tempat saya tinggal ada transportasi umum seperti ini. Nyaman, harga terjangkau, bisa menjangkau hingga rute yang jauh, dan bebas macet. 

Perjalanan kami berakhir di sekitar jam 20.00 malam. Saya menyempatkan diri untuk mencicipi mi celor di kedai depan gang rumah tempat kami bermalam. Tapi rasanya agak kurang sesuai dengan ekspektasi saya, atau saya yang sudah lupa dengan rasa mi celor yang dulu pernah singgah di lidah saya. Entahlah.

Masih ada lanjutan cerita di hari berikutnya. Next post aja ya. See you!

Bonus:
Akhirnya ketemu juga dengan teman lama sewaktu dulu masih kerja bareng di Palembang. Inginnya sih bisa ketemu lebih banyak teman lama, tapi mungkin belum jodohnya ya. Ada yang sibuk, lokasinya terlalu jauh, dan waktunya tidak memungkinkan. Semoga lain waktu bisa bertemu deh.

Teman lama
Teman lama di Palembang

23 Oktober 2024

Review Buku Anak "Aku dan Tubuhku"

Semenjak Wafa lahir, prioritas buku saya jadi teralih ke buku anak-anak. Jujurnya, dulu saya gak begitu paham dengan macam-macam buku anak ini. Tapi seiring saya membersamai Wafa, segala iklan, rekomendasi tayangan dan sebagainya yang berseliweran di beranda sosmed saya isinya kebanyakan buku dan baju anak, haha.

Wafa juga suka kalau dibacakan buku, apalagi kalau temanya dekat dengan keseharian atau tokoh-tokohnya mudah diingat. Jadilah si ibu ini makin pengen beliin banyak buku untuk dia. Tapi untuk fasenya dia sekarang, kudu pinter milih dari segi bahan, tema, dan ilustrasinya. 

Buku Aku dan Tubuhku
Buku Aku dan Tubuhku

Kali ini, saya mau sedikit kupas salah satu buku yang Wafa punya. Judulnya, Aku dan Tubuhku.

Judul           : Aku dan Tubuhku
Penulis        : Beby Haryanti Dewi
Halaman     : 20 halaman
Cover          : Hard cover
Penerbit       : Pelangi Mizan

Buku ini mengusung tema kemandirian dan sesuai dengan judulnya, berisi tentang pengenalan nama-nama anggota tubuh serta fungsinya. Halaman pertama diawali dengan pengenalan empat orang anak dengan fisik dan karakter yang berbeda. Dua orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan.

Kata sapaan pertama juga mudah sekali diingat,

"Halo! Ini aku." Saya membacakannya sambil melambaikan tangan dan tersenyum. Eh, Wafa jadi ikutan setiap kali membuka buku ini.

Buku Aku dan Tubuhku
Halaman pertama

Di halaman selanjutnya barulah dirinci apa saja anggota tubuh yang dipunyai serta fungsinya masing-masing. Tentunya tetap dengan kalimat singkat dan mudah dipahami. Misalnya, mata bisa mengerling dan bisa digunakan untuk melihat kucing. Tangan bisa bertepuk dan menari mengikuti irama. Begitu juga dengan anggota tubuh lainnya.

Di halaman akhir, ada 'evaluasi' untuk si kecil berupa pertanyaan untuk menyebutkan anggota tubuh dari potongan gambar yang ada. Nah, karena Wafa belum bisa bicara, maka dia hanya bisa menunjukkan anggota tubuhnya. Misal gambar kaki, maka dia akan tunjukkan kakinya.

Secara fisik, buku ini berbahan karton tebal (boardbook), mengkilap baik sampul maupun isinya, dan dengan pinggiran buku tumpul. Ini sudah cocok banget untuk usia Wafa yang kalau baca buku tuh suka bolak balik secara barbar. Bahan buku yang tebal gak mudah sobek, gak mudah terlipat, jadi bisa awet. 

Dengan ukuran 17cm x 17cm, menurut saya buku ini sudah pas dibaca. Gak kebesaran atau gak kekecilan. Ilustrasinya juga besar, warna cerah dan kontras, serta fokus pada temanya. Bagi saya, ini lumayan penting karena tingkat perhatian bayi kan mudah terdistraksi ya kalau terlalu banyak gambar dalam satu halaman.

Buku Aku dan Tubuhku
Gambar yang gerakannya bisa diikuti anak

Secara pribadi, saat saya bacakan buku ini untuk Wafa, dia langsung tertarik karena memang sebelumnya saya sudah sering menyebutkan nama anggota tubuh sambil bermain dan bernyanyi. Oh iya, pertama kali saya bacakan buku ini saat Wafa berusia 12 bulan.

Beberapa kali dibacakan buku ini, Wafa sudah bisa menirukan adegan yang ada di buku hanya dari melihat gambarnya. Misalnya, menendang bola pada pengenalan kaki, dan bertepuk tangan pada pengenalan tangan. Percayalah, di momen seperti ini, semua ibu pasti akan senang dengan detail perkembangan anaknya.

Secara umum, saya menilai buku ini rekomen banget untuk yang ingin mengenalkan anggota tubuh pada si kecil. Banyak yang bisa distimulasi hanya dari membacakan buku ini pada si kecil. 


Tips membacakan buku untuk bayi :

  • Sebelum membaca buku, perlihatkan buku dengan ekspresi yang membuatnya penasaran. Misalnya sambil bilang 'Waahh buku apa ini? Ada gambar pelangi, bintang, eh ini ada siapa ya? (kalau ada gambar tokoh, bisa sebutkan nama si bayi atau saudaranya). Metode ini sangat efektif untuk Wafa.
  • Bacakan kalimat dalam buku dengan se-ekspresif mungkin dan gerakan tubuh yang sesuai. Misalnya, 'Halo' dengan lambaian tangan sambil tersenyum. Kalau ada tokoh, coba sebutkan juga ciri-cirinya. Misalnya pakai baju warna apa, bergambar apa sambil tunjukkan objeknya. 
  • Ceritakan gambarnya, bukan bacakan kalimatnya secara saklek. Di buku ini, kalimatnya sangat singkat dan sedikit karena memang buku anak ya seperti itu. Tapi, saya pribadi akan menambahkan detail dari gambar yang ada. Misalnya, ketika pengenalan mata yang ada gambar seekor kucing, saya akan tambahkan suara kucing. Wafa sendiri, akan langsung menunjuk boneka kucingnya ketika dia melihat gambar kucing di buku ini.
Buku Aku dan Tubuhku
Saya menunjukkan jalannya suara dari mulut ke telinga
  • Membacakan buku sambil menunjuk objeknya. Misalnya, di buku ada pengenalan telinga yang digambarkan dengan si tokoh senang mendengar temannya bernyanyi. Maka saya akan menunjukkan alur suara itu sampai ke telinga si tokoh. Wafa juga akan langsung memegang telinganya sendiri.
  • Tunjukkan gerakan yang ada dalam cerita di buku. Bagi saya ini penting sekali ya. Tujuannya supaya si kecil bisa lebih mengerti apa yang dibahas dan bisa mengekspresikan berbagai keadaan. Senang, sedih, takut, kaget, dan lainnya. 
Buku Aku dan Tubuhku
Wafa yang menirukan tepuk tangan

Oke, siap membacakan buku ini untuk si kecil? Selamat menyaksikan tumbuh kembang yang menyenangkan hati dan pikiran ya bund!

15 Oktober 2024

Tips MPASI Lancar Tanpa Drama

Di postingan sebelumnya, saya sudah sedikit ceritakan pengalaman pertama memberi MPASI pada si bayi. Takdir Allah, bayi saya memerlukan MPASI dini di usia 5,5 bulan atas rekomendasi DSA. 

Alhamdulillah dari awal MPASI hingga usia bayi saya lebih dari 15 bulan, tidak ada drama berarti seperti GTM parah. Tapi juga ya bukan berarti gak ada drama sama sekali. Pernah sih bayi saya benar-benar mogok makan. Makan sesuap, selesai.

Tips MPASI Lancar

Pernah juga makanannya hanya diacak-acak atau masuk mulut lalu lepeh. Lempar makanan juga pernah. Tapi balik lagi, tidak sampai berlarut-larut. 

Nah, saya mau berbagi sedikit tips berdasarkan pengalaman saya yang amat sangat sedikit dan masih pemula. Saya yakin sih pasti sudah banyak tulisan berseliweran yang membahas ini. Tapi mudah-mudahan ini berguna juga ya.

Pertama, siapkan mental ibu. Optimis boleh, tapi jangan berekspektasi terlalu tinggi karena khawatir malah jadi emosi, hehe. Kedua, buat peraturan makan. Dari awal MPASI, saya membuat beberapa peraturan makan.

1. Terapkan Makan Tepat Waktu

Gak harus saklek jam segini atau segini sih, tapi minimal di waktu yang hampir sama. Tujuannya supaya si bayi mengenal rasa lapar. Jadwal makan ini bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing juga. Apakah si bayi lebih suka makan setelah tidur siang, atau makan dulu sebelum mandi, dan lain-lain.

Kalau bayi saya, sarapan pagi setelah mandi bar badannya segar. Gak apa-apa belepotan lagi daripada sarapan dalam kondisi badan risih karena belum mandi. Makan siang biasanya sekitar jam 12 siang, baru ganti popok dan lain-lain. Makan malam, sekitar jam 6 sore. Tapi makin tambah usia, makan malamnya bisa jam 7an.

2. Makan Harus Duduk

Gak boleh sambil main, apalagi gendong dan jalan-jalan. Kalau dipangku, masih boleh, tapi sebaiknya duduk sendiri ya. Tujuannya supaya si bayi fokus pada makanan dan proses makannya. 

Karena waktu awal MPASI, bayi saya belum bisa duduk tegak dan saya belum belikan kursi makan juga, jadi saya tempatkan dia di bantal sofa bayi, yang mirip donat itulah. Saya sangga tubuhnya dengan bantal-bantal, supaya posisinya gak tidur.

MPASI Bayi
Awal MPASI

Setelah dia bisa duduk tegak, saya belikan kursi makan sendiri. Dan saya merasa ini berguna banget! Makan jadi fokus, postur tubuh terjaga, dan minim distraksi. Pengalaman saya, ketika makan di tempat lain yang notabene gak ada kursi makannya, bayi saya lebih mudah terdistraksi dan akhirnya sesi makan jadi gak optimal. 

3. Kenalkan Semua Jenis Makanan

Saya ingin bayi saya tidak pilah pilih makanan, makanya sebisa mungkin saya kenalkan semua makanan yang ada sesuai dengan kemampuannya. Segala buah, sayur, protein, karbo, bergantian saya kasih.

Ini juga bertujuan untuk menguji apakah bayi ada alergi makanan tertentu, misalnya telur, susu, atau makanan laut. Selama ini, saya belum menemukan ada alergi tertentu pada bayi saya.

Untuk panduan kebutuhan masing-masing elemen di MPASI bayi ini bisa cari di internet ya, banyak kok. Oh iya, dari awal saya pakai timbangan perkiraan saja, gak pakai timbangan banget karena gak ada, wkwk. Kalau mau tepat, saya sarankan untuk pakai timbangan ya.

4. Kasih Contoh Makan 

Sebelum sesi MPASI, saya dan suami sudah sering makan di depan bayi saya. Tujuannya biar dia tertarik untuk makan dan melihat bagaimana proses makan itu. Saya juga sering makan bersama dan memberi contoh proses menyuap makanan ke mulut,  mengunyah, dan menelan. Jadi, si bayi bisa menirunya.


5. Buat Menu Sederhana

Saya sering lihat banyak postingan menu MPASI dengan bahan premium, khusus bayi, dan segala bumbu yang labelnya MPASI. Bagus sih itu, karena setiap ibu juga pasti ingin yang terbaik untuk anaknya kan. Tapi saya pribadi, gak pakai segala macam itu.

Saya buatkan menu sederhana ala rumahan saja. Biar ada rasa dan aromanya, saya biasa kasih tomat untuk penyedap alami, margarin untuk rasa asin, dan wortel untuk rasa manisnya. Rempah-rempah juga bisa dipakai seperti bawang-bawangan, daun salam, daun jeruk, kunyit, jahe, ketumbar, dll itu.

Intinya, saya membuat masakan biasa tapi tanpa gula dan garam. Nah, pas bayi saya sudah berusia 12 bulan, baru saya kasih gula dan garam dalam porsi yang sesuai dengan kebutuhannya.

Menu MPASI
Menu MPASI

6. Ciptakan Suasana Nyaman

Nah, ini penting banget. Sesi makan harus kondusif, jauh dari mainan, keramaian yang dapat memicu distraksi, dan pendamping juga fokus tanpa ada yang dikerjakan. Pengalaman pribadi, ini ngaruh banget. Jadi, kalau waktunya makan, sebisa mungkin saya gak pegang pekerjaan lain dulu atau gak sambil nonton.

Di sesi makan ini juga, biasanya saya awali dengan rutinitas cuci tangan, baca doa, dan saya informasikan apa menunya. Sewaktu makanannya sudah mulai terpisah antara karbo, protein, dan sayur, saya jelaskan satu persatu. Misalnya, yang saya sendok wortel, saya bilang "Ini wortel, warnanya jingga, rasanya manis, dimakan biar matanya sehat." begitu.

Lalu, saya biarkan juga dia eksplor makanannya sendiri. Dari awal MPASI, saya biarkan tangannya memegang makanannya. Belepotan ya gak apa-apa biar dia tahu tekstur makanannya juga.

7. Tidak Memaksa

Nah, ketika bayi saya tidak mau menghabiskan seporsi makanannya, saya tidak akan memaksanya. Paling, saya yakinkan saja, saya coba suapi lagi. Kalau dia benar-benar gak mau, ya sudah. Awalnya, porsi makan yang saya buat memang banyak tersisa meskipun saya membuatnya sudah sesuai dengan takaran di buku KIA. Tapi, lama kelamaan, habis sesuai porsinya.

Nah, itu dia beberapa tips memberi MPASI dari pengalaman pribadi saya. Saya yakin, setiap bayi pasti berbeda penanganannya karena kondisinya juga berbeda-beda. Kalau bayi lagi GTM, tetap jaga kewarasan ibu ya. Tarik nafas pelan, istighfar jangan lupa, dan coba lihat ekspresi si bayi. Perlahan, emosi ibu pasti reda meski kalau lihat makanannya yang utuh akan kesal sendiri juga, hehe.

Kalau pengalaman kalian, gimana? 

14 Oktober 2024

No Drama Di Awal MPASI

Halo!
Apa kabar ibu-ibu yang punya bayi dan sedang dalam tahap MPASI? Masih waras kah? Hehe. Semoga ibu dan anak-anaknya sehat semua ya. Sehat lahir batin.

Dulu sewaktu saya belum punya anak, saya sering bertanya-tanya ketika membaca beberapa tulisan seputar anak GTM, cara mengatasinya, usaha para ibu berkreasi demi si anak makan, dan sebagainya itu. Memang sedrama apa sih bayi yang sedang MPASI itu?

MPASI Pertama
MPASI Pertama

Sampai akhirnya saya punya anak. Jujurnya, saya belum punya pengalaman apapun tentang dunia MPASI ini. Hingga bayi saya tiba-tiba disarankan untuk diberikan MPASI dini karena BB-nya sempat naik lambat sekali (detailnya nanti saya ceritakan di postingan lain ya).

Mendadak, saya bingung harus kasih apa ke bayi saya ini, haha. Di buku KIA memang ada tapi sayangnya buku saya masih terbitan lama yang penjelasannya agak kurang (gak tau sih apakah saya yang kurang paham atau bagaimana, haha). Cari-cari di internet, lha tambah bingung karena saking banyaknya dan beda-beda metode pula.

Ada yang bilang, kalau MPASI pertama itu encer seperti susu dan hanya satu bahan saja untuk pengenalan. Ada lagi yang bilang harus menu lengkap dan tekstur lumat kental. 

Nah, karena saya punya kenalan bidan yang kebetulan juga langganan saya semasa hamil, saya tanya padanya. Saya tanya porsi, tekstur, dan apakah sudah boleh kasih wortel dan telur rebus pada bayi saya. Sayangnya, jawabannya kurang mengenakkan bagi saya. Saya dibilang kurang baca buku KIA, cari resep di internet banyak, yah begitulah. Padahal kan inginnya lebih diperjelas dan lebih yakin gitu, tapi ya sudahlah. 

Akhirnya, dengan semangat membara bercampur deg-degan, saya coba aja buat rebusan wortel dan telur. Saya uleg saring dan tambah air biar agak encer. Trus, suapin deh.


Suapan pertama berhasil membuat mimik wajah bayi saya aneh, haha. Dipikirnya apa kali ya, ditambah ekspresi saya juga agak ragu dan mengkhawatirkan. Dahlah, gak berhasil lanjut di suapan ke tiga. Nice try.

Hari berikutnya, saya cari referensi lagi dari berbagai sumber dan saya tarik benang merahnya. Awal MPASI boleh pakai menu lengkap, boleh juga hanya satu jenis makanan. Tinggal menurut keyakinan masing-masing saja. Poin pentingnya adalah kecukupan dan keseimbangan gizi dari makanan yang masuk itu.

Karena saya belum pengalaman masak MPASI itu bagaimana, saya coba kasih ubi ungu kukus dicampur sufornya si bayi (kenapa pakai sufor, nanti di postingan lain saya ceritakan ya). Hasilnya, yah lumayan masuk beberapa suap. Mungkin karena rasanya yang tidak terlalu asing, jadi masih bisa diterima.

Hari-hari berikutnya, saya mulai beranikan diri kasih menu lumayan lengkap. Karbo, prohe, prona, serat, ditambah bumbu aromatik dan sedikit lemak tambahan dari minyak sayur, tanpa tambahan gula dan garam.

Menu paling gampang ya, nasi, telur, tahu putih, wortel, dan bawang merah putih yang ditumis dulu. Perlahan, menu tadi bisa diterima bayi saya. Senang? Iyalah! 

Seiring berjalannya waktu, bayi saya mulai kenal dengan makanan lain selain ASI. Memang minggu-minggu pertama agak hectic ya dan perlu adaptasi, tapi lama-lama akan terbiasa juga.

Oh iya, saya juga bikin menu MPASI ini sendiri. Bubur fortif hanya saya berikan ketika saya benar-benar tidak sempat membuatnya atau saya sedang tidak di rumah. Bukan ingin terlihat sempurna, tapi lebih pada keyakinan saya bahwa di hari-hari selanjutnya dan seterusnya, dia kan akan makan masakan saya juga. Jadi saya lebih ingin mengenalkan masakan rumah sendiri.

MPASI bayi
Mulai lahap setiap sesi makan

Repot sih sudah pasti ya. Dengan metode uleg saring, pakai peralatan seadanya di rumah, sendirian sambil jaga bayi yang gak mau lepas dari ibuknya, saya nikmati aja perjalanan memberi MPASI ini. Kelelahan ini terbayaŕ saat si bayi mau makan dengan lahap.

Ternyata, mood seorang ibu itu memang terletak pada nafsu makan bayinya, haha. Kalau bayinya gak mau makan, sudahlah, dunia seperti jadi musuh.


Alhamdulillah, dari awal masa pemberian MPASI ini, bayi saya termasuk anak yang doyan makan hampir semua menu. Mau bubur fortif atau homemade, hayuk lah. 

Lalu, untuk frekuensi pemberian MPASI, di minggu-minggu awal, saya hanya memberinya 2 kali yaitu siang dan sore. Selebihnya ASI dan sufor, tanpa tambahan makanan selingan. Setelah dirasa bayi saya lahap makanan utama itu, saya tambah frekuensinya jadi 3 kali sehari, tapi tetap tanpa selingan.

Di bulan berikutnya, baru saya coba kasih makanan selingan berupa buah dan biskuit bayi. Itupun hanya sekali sehari.
Selingan MPASI
Selingan MPASI

Pola ini berlanjut dan saya rasa efektif di bayi saya. Makanan utama tetap lahap, makanan selingan sesuai kebutuhan, ASI lanjut terus. Selang beberapa bulan, saya coba berhenti memberinya sufor. Ternyata gak masalah. Alhamdulillah.

Jadi dari awal MPASI hingga bayi saya umur 12 bulanan, saya hampir tidak menemui drama GTM yang berarti. Paling kalau si bayi sedang flu ringan atau mulai tumbuh gigi, porsi makannya sedikit berkurang. Tidak ada GTM parah.

Tipsnya apa? Lanjut di postingan berikutnya ya! See you.