Lagi-lagi menulis surat untukmu, Fa. Ini surat
yang kedua untukmu, hehe. Tapi aku senang bisa kembali berkisah dan mendengar
kisahmu meski hanya lewat dunia maya.
Lama tak mendengar kabarmu, tiba-tiba kau
menyapaku dan langsung bertanya bagaimana dengan aktivitasku menulis. Aku bisa
langsung menebak bahwa kau sudah punya karya baru. Sebuah draft untuk buku
puisi atau novel. Dan tebakanku memang benar :D kau punya novel baru!
Sesungguhnya aku begitu iri padamu, Fa. Kau sudah menghasilkan beberapa buku,
sedang aku? Lalu tiba-tiba aku ingat kau yang menertawakanku waktu itu. Aku
pernah bilang padamu bagini,
“Lihat saja, bulan Oktober nanti, novelku
sudah jadi dan bisa kuikutkan di lomba itu.”
Dan kau tertawa. Aku menafsirkannya sebagai
tantangan. Coba saja. Atau, yah, tunjukkan saja besok. Begitu kira-kira arti
tawamu untuk membalas ucapanku itu. Tapi ternyata bulan Oktober berlalu dan aku
belum bisa menyelesaikan novelku. Uh!
Bahkan sampai surat ini kutulis. Hiks! Begitu
menyedihkan ya :’(
Dan kau mengabari aku tentang novelmu yang
baru. Dan kau bertanya apakah aku bisa menata letak tulisanmu untuk dijadikan
buku. Dan kalau aku bisa, kau memintaku untuk menata letak tulisanmu. Bagaimana
bisa aku menolak permintaanmu itu, Fa?
Lalu tiba-tiba saja kau bertanya,
“Apakah ada kisah perempuan dengan cinta
sederhana?”
Kau! Itu diriku, Fa! Uh! Kau sudah membacanya
dari buku puisiku waktu itu. Lama sudah kisah itu kusuguhkan. Dan kau berhasil
mengungkapnya persis seperti yang ada dalam bait-baitnya. Tapi kenapa kau masih
bisa berkata,
“Aku tak tahu apa-apa. Selama ini kau
menyimpan kisah cintamu sendiri.”
Ahahahaha.. apakah aku seorang artis yang
dengan mudah diketahui kisah cintanya oleh publik lalu disebarluaskan di acara
infotainment tv? Wow! Kisah cintaku biasa saja kok, malah aku berfikir apakah
kisahku itu bisa digolongkan sebagai kisah cinta ataukah hanya kisah biasa yang
dibumbui dengan perasaan saja?
Tapi begitulah. Bagiku mencintai itu sederhana
saja. Cintai orang yang memang ingin kau cintai. Biarkan rasa itu tumbuh
seperti rumput yang tiba-tiba menjadi lebat tanpa kau tahu kapan tumbuhnya
padahal kau tak pernah menyiramnya atau memberinya pupuk.
Tapi tak begitu juga setelah menjalaninya.
Mencintai tidak sesederhana itu. Rumput yang tumbuh harus melewati banyak
rintangan. Terinjak-injak oleh kaki manusia dan makhluk-makhluk besar lainnya,
terkena panas terik dan hujan gigil, belum lagi sumpah serapah manusia yang tak
menginginkan rumput itu tumbuh. Dan pada akhirnya, hanya ada dua pilihan; tetap
berusaha untuk tumbuh atau mati saja dan tak pernah tumbuh lagi. Tumbuh saja di
tempat lain meski kehidupan yang akan dialaminya pun sama. Dan ketika rumput
itu akan hidup di tempat lain, ia sudah bisa belajar dari masa lalu.
Begitulah, Fa.
Bagiku, mencintai itu indah. Seindah pagi yang
diselimuti kabut tipis dari embun yang turun sebelum itu. Mencintai itu hangat.
Seperti mentari yang pelan-pelan menyelinap lewat ranting-ranting pepohonan di
pagi hari. Mencintai itu membuat kita bahagia, bahwa ternyata kita bisa
mencintai seseorang dengan rasa paling sederhana.
Begitulah, Fa.
Hei! Aku jadi melankolis ya? ehehe...
bagaimana menurut pendapatmu sendiri?
Natar, 28
September 2012
# nemu tulisan ini dan sudah searching di note ini atau di blog, ternyata belum pernah diposting :D
apa kabar, Fa?