Diawali dengan mengunjungi tempat yang selalu aku kagumi, jembatan Ampera (yah... kan udah pernah diceritain...). Tunggu dulu! Aku tak akan banyak cerita tentang jembatan yang legendaris itu lagi, tapi aku akan cerita pernik yang lain.
Ada satu hal yang menarik perhatianku ketika memulai perjalanan dengan bus. Bus di Palembang tampaknya penuh dengan asesoris pada langit-langit dan pinggiran jendela. Kebanyakan gantungan bentuk bunga dan daun.
Tadinya aku pikir, hanya satu dua bus saja, tapi setelah berkali-kali aku naik bus, ternyata hampir semua bus pakai asesoris! Liat aja nih. Lucu ya?
Hal lainnya adalah, baik angkot maupun bus kota, hampir semua full musik! Ternyata gak hanya di Lampung aku menemukan kotak musik di jalanan. Disini suara bedebam musiknya, beuuhh... ruarrr biasa! Mungkin volum suaranya distel maksimal.
Melewati taman kota yang dipenuhi dengan pohon-pohonan hijau nan rindang, membuat mata menjadi sejuk dan pikiran tenang.
Nah, disini ada pemandangan yang gak biasa bagiku. Kalau biasanya tempat bercukur itu di dalam gedung atau kios, disini tempat bercukur bisa ditemui di sekitar taman kota! Jadi, kalau lagi jalan-jalan tiba-tiba merasa rambut sudah gondrong, bisa langsung cukur deh! Hehe...
Setelah melewati taman kota, aku sampai di alun-alun bawah jembatan Ampera. Persis di bawah jembatan.
Disini, aktivitas perdagangan mulai ramai ketika sore tiba. Namanya pasar kaget kalau tak salah. Kata sang narasumber, pasar ini memang rutin digelar saat sang mentari mulai menyinari bagian bumi yang lain. Disini, banyak barang murah dijual. Entah barang bekas atau barang sisa belum terjual, mulai dari pakaian, sprai, sandal dan sepatu, peralatan rumah tangga hingga barang elektronik seperti batu baterai ponsel. Soal kualitas, memang rendah, tapi kalau pintar memilih, ada juga barang baru yang mungkin belum sempat terjual.
Oia, ternyata di Palembang sudah ada busway lho! Bus yang dinamakan Trans Musi ini, menurut sang narasumber sudah beroprasi sejak dua bulan yang lalu. Karena aku penasaran, jadi aku coba berkeliling salah satu sudut kota Palembang dengan bus ber-AC ini. Tarifnya cukup murah, hanya tiga ribu rupiah sekali jalan untuk satu orang. Waktu itu aku mencoba menelusuri sudut kota dari halte PTC menuju halte PIM.
Meski sebenarnya aku tak tahu PIM itu apa dan dimana, tapi aku coba-coba saja. Kata saudaraku yang tinggal disini, semua angkot dan bus bermuara di Ampera, jadi jangan takut kesasar!
Tapi, setelah turun di akhir halte (PIM ternyata sebuah nama mall; Palembang Indah Mall), toh aku tetap agak nyasar juga, hehe. Menyeberang jalan dan masuk ke kawasan rumah susun. Satu lagi pernik kota Palembang yang baru aku tahu. Rumah susun yang begitu rapat dan terkesan kumuh. Di selokan banyak sampah bertumpuk tak terurus. Belum lagi keadaan teras rumah yang sempit, makin sempit dengan banyaknya tempat menjemur segala sesuatu, mulai dari pakaian, handuk, karpet hingga kasur! Hm, kalau dirawat dengan rapi, pasti kelihatan bagus banget deh.
Keluar dari kawasan rumah susun, baru kutemui PIM di ujung jalan. Pantas saja aku agak bingung, halte dengan PIM nya jauhan sih (lho kok jadi nyalahin keadaan? Hihi). Dari sana aku melanjutkan perjalanan pulang, naik angkot menuju Plaju yang melewati Ampera. Rasanya belum puas juga kalau belum foto dengan latar belakang jembatan itu lagi (hyaa... keluar deh narsisnya! :D)
Baca juga : Jatuh Cinta = Cantik