23 Mei 2019

BPN Day 18 : Cerita Mudik Saya, Dari Berburu Tiket Sampai Kangen Rumah

Masyaallah.. Ramadhan sudah menjelang hari ke 20 ya? Kok rasanya baru kemarin hari pertama Ramadhan ya? Memang benar ya, kalau kita menjalani hari-hari penuh cinta dan rasa senang, hari-hari itu akan terasa sangat singkat. Seperti Ramadhan ini. 

Btw, hari raya Idul Fitri sebentar lagi. Siapa yang sekarang sedang merantau di tanah orang? Yang sedang menanti untuk pulang ke kampung halaman alias mudik? Atau yang sedang mencari tiket kereta, bus, atau pesawat? Pasti rasanya sudah gak sabar ya. Saya juga pernah kok merasakan itu.


Walaupun saya termasuk anak rumahan yang dari lahir sampai kuliah masih deket orang tua, tapi rupanya saya juga pernah yang namanya kerja jauh. Di luar tanah kelahiran, jauh banget dari rumah orang tua, sampai-sampai kalau mau balik dari mudik, rasanya sungguh beraaatt. Hehe.

Pun tentu saja saya pernah merasakan mudik. Pernah merasakan riwehnya mau mudik, apalagi kalau lebaran datang. Bertambahlah itu keriuhan. Mulai dari berburu tiket, sampai kurangnya waktu di kampung halaman.

Dulu saya pernah tinggal di Palembang. Untuk pulang ke rumah orang tua di Lampung, saya masih bertahan dengan transportasi yang sangat umum dan terjangkau pada saat itu. Kereta. Ada sih pesawat, tapi harganya mihil bingit. Bus juga ada, tapi saya gak tau jalurnya dan saya juga malah merasa gak nyaman mengingat perjalanan yang jauh dan panas.

Jadi, keretalah satu-satunya transportasi yang saya gunakan saat itu. Tahukah Anda, pada waktu itu penjualan tiket kereta hanyalah di loket stasiun atau agen yang resmi. Tidak mudah mendapatkannya seperti sekarang ini yang sudah tersebar baik online maupum offline. Belum lagi, saya juga harus tahu lebih cepat jadwal libur saya mulai tanggal berapa supaya bisa lebih cepat cari tiket keretanya.

Pernah nih, saya harus berburu tiket kereta sampai keliling setengah kota Palembang karena sudah terlalu mepet waktu pulang. Takutnya kalau beli tiket langsung di loket kereta, sudah habis karena antrian yang panjang. Benar, dapatnya ya di agen yang waktu itu letaknya lumayan jauh dari tempat kerja dan kosan saya, hehe.

Oh iya, dulu juga pelayanan dari PT. KAI tidaklah sebaik sekarang. Dulu, tiket kereta tanpa bangku pun masih dijual. Jadi, kalau bangku habis, ya bisa beli tiket berdiri. Bisa terbayang kan kalau kereta penuh dan kita harus berdiri sepanjang perjalanan? Saya pernah lho begitu. Untungnya, dari Palembang ada bangku yang kosong, walaupun di perjalanan rupanya ada si pemilik bangku itu dan pada akhirnya ya saya harus menyingkir.

Satu lagi, kondisi kereta api yang pagi, sangat tidak nyaman. Selain tidak ada pendingin udaranya, kipas angin yang berada di plavon juga tidak berpengaruh sama sekali. Belum lagi, banyak pedagang yang lalu lalang di sempitnya gerbong. Duh! Saya sampai pernah beli batu es di dalam kereta untuk mendinginkan tengkuk kepala. Walaupun sangat murah, waktu itu hanya Rp 15.000,- dari Lampung ke Palembang, tapi saya benar-benar merasa tidak nyaman.

Tapi, kalau sekarang PT. KAI sudah jauh lebih baik. Pedagang sudah tidak diperbolehkan berjualan di dalam gerbong kereta. Kereta yang pagi juga sudah ada pendingin udara, dan yang paling penting adalah tiket tanpa bangku sudah tidak dijual lagi. Yah, tapi sayanya sudah gak di Palembang, hehe.

Dan sekarang, karena rumah orang tua dan mertua saya tidak begitu jauh dan masih di Lampung juga, jadi ya mudiknya sangat-sangatlah dekat. Bahkan dalam sehari pun bisa ke dua rumah tersebut. Tapi tetap ya, kenangan mudik beberapa tahun lalu rasanya masih ada dalam ingatan saya.

Nah, itu cerita mudik saya. Cerita mudik kamu apa?

Baca juga : Tips Mudik Biar Nyaman

Tidak ada komentar: