28 April 2021

Bukan Sekadar Hobi

Kalau ada yang bertanya apa hobi saya, dari dulu saya selalu menjawabnya dengan, membaca, mendengar musik, menulis, dan jalan-jalan. Hobi itu kan sesuatu yang dilakukan dengan senang hati ketika ada waktu senggang ya. Nah, itulah yang saya lakukan ketika senggang.

Bukan sekadar hobi

Tapi, sudah beberapa lama ini, hobi saya bertambah lagi. Nonton film. Sekarang malah sepertinya bukan hobi, tapi pelampiasan dan sebuah alasan untuk rasa malas, haha. Ya abisnya, kadang niat awal buka laptop untuk nulis artikel atau untuk kerjaan, eh pas liat iklan film kok langsung diklik aje tuh. Bahaya memang iklan itu, wkwk. Kamu pernah gitu juga gak sih?

Nonton film atau drama itu bagi saya bukan sekadar mengikuti alur ceritanya saja. Tapi lebih dari itu, saya malah seringnya fokus juga ke seting tempat, bagaimana para aktor memerankan tokohnya, dan riasan semua tokohnya.

Kadang, saya memang gak terlalu suka alur ceritanya atau genrenya, tapi saya bisa lho terus nonton karena senang memperhatikan riasan atau pakaian yang dikenakan. Bisa juga, saya terus nonton karena ada yang ingin saya bandingkan. Biasanya, kasusnya adalah novel yang difilmkan, atau drama yang diangkat dari cerita yang pernah saya baca.

Ambil contoh, dulu lagi booming tuh film Ayat-Ayat Cinta 1 yang ceritanya diangkat dari novel karya Habiburrahman Elshirazy. Jauh sebelum tayang, saya sudah punya novelnya dan membaca tuntas sampai saya bisa membayangkan tokoh-tokohnya dalam pikiran saya sendiri. Juga, bagaimana tempat yang ada dalam novel itu, gurun pasirnya, tempat kos si tokoh utama, juga beberapa adegan yang jadi sorotan.

Ketika filmnya tayang, mau tidak mau ya saya membandingkan antara imajinasi saya dengan film yang dibuat. Tentunya imajinasi saya ini berbeda dengan imajinasi pembuat skenario dan sutradara ya, makanya ada sedikit perbedaan dalam hal sudut pandang dan lain-lain. Tapi ya itu wajar. Tidak semua unsur dalam novel atau cerita itu harus masuk dalam frame film, harus sama persis, harus adegan per adegan. Pasti beda lah versi novel dan versi film.

Begitu juga di film-film lain yang diangkat dari novel juga. Misalnya, novel karya Dee Lestari dari salah satu serial Supernovanya, Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Film Hujan Bulan Juni yang diangkat dari novelnya Sapardi Djoko Damono. Film Ca Bau Kan dari novel legendarisnya Remy Silado. Juga film dengan judul yang sama dengan novelnya Andrea Hirata, Laskar Pelangi.

Baca juga : 5 Drama Seri Sekolahan Favorit

Pasti mau tak mau, saya bandingkan antara versi keduanya. Saya lihat dari alur ceritanya, saya lihat dari penampilan aktornya, saya juga lihat dari cara bicara tokoh-tokohnya. Ternyata, hobi saya yang satu ini sudah seperti dosen yang menilai praktek mahasiswanya, apakah sesuai teori atau ada improvisasi, hehe.

Oh iya, dari melihat film itu juga, saya belajar menulis skenario walaupun masih jauuuuhh sekali dari kata bagus. Sebenarnya, menulis skenario ini sudah cukup lama sih, tapi sering tenggelam karena hobi yang lainnya. Biasanya saya juga lihat referensi dari beberapa skenario film yang sudah tayang. Lagi-lagi saya membandingkan antara skenario dan filmnya. Dialog seperti apa, jadi filmnya seperti apa.

Dan ini menyenangkan lho! Jadi, nonton film atau dramanya itu gak melulu tentang mengikuti alur cerita, tapi juga memperhatikan bagaimana tokohnya dan lain-lain. Apakah ada yang sama lagi dengan saya?

Tidak ada komentar: