25 Maret 2025

Merenda Kenangan di Blog

Halo!
Kalau ada kawan lama yang sudah beberapa waktu tidak berjumpa dan akhirnya berjumpa kembali, sebagian mereka pasti akan bertanya spesifik tentang satu hal. Apakah saya masih menulis? Maka saya akan menjawabnya dengan tersenyum sambil berfikir ternyata personal branding saya ada sisi kepenulisannya.

Kenangan di blog

Melihat kembali perjalanan menulis saya, rasanya memang itu sudah lama sekali. Sejak masih duduk di bangku SD, saya sudah punya catatan harian meskipun tentu saja tulisannya ala anak-anak. Kegiatan menulis ini terus berlanjut hingga SMP, SMA, kuliah dan seterusnya. Dimulai dari tulisan fiksi berupa cerita pendek dan puisi, hingga tulisan nonfiksi berupa catatan kecil atau artikel ringan.

Dari yang awalnya hanya saya tulis di buku, di kertas fotokopian materi pelajaran (bagian belakang kertas fotokopi itu pasti ada halaman kosong kan), sampai suatu hari tulisan-tulisan saya ini menemukan rumah barunya. Blog pribadi. Oh iya, dulu saya belum punya laptop atau komputer pribadi, jadi kalau mau mengabadikan tulisan ya hanya di buku catatan itu. Kalaupun mau posting di blog ya pergi ke warnet.

Rasanya begitu senang saat pertama kali menulis di blog. Saya pikir, tulisan-tulisan itu akan mampu bertahan jauh lebih lama ketimbang yang hanya ditulis di lembaran kertas karena pasti akan menumpuk dan mugkin saja hilang. Di kemudian hari memang saya tidak tahu keberadaan dokumen-dokumen itu sekarang.

Seperti halnya sebuah rumah, blog ini pun saya rawat dengan baik. Pertama kali saya hias bagian depannya dengan desain ala kebun yang sejuk. Saya bagi ruang-ruang di rumah tulis ini dengan beberapa jenis tulisan. Saya isi dengan para penghuninya, mulai dari cerpen, puisi, tips, curhatan, dan tulisan tanpa tema. Namanya masih baru ya, jadi kadang yang penting nulis aja walaupun masih benar-benar gak teratur.

Beberapa waktu berselang, saya mulai rapih-rapih lagi. Menyusun ulang ruang-ruang, menyusun ulang tulisan-tulisan. Menambah widget yang waktu itu viral pada masanya, hihi. Saya ingat banget salah satu widget yang paling hits saat itu. Kalender dengan variasi gambar animasi yang lucu. Pernah juga ada kolom obrolan. Satu lagi, lagu yang bisa diputar ketika kita membuka blog.


Adakalanya saya bersemangat sekali menulis di blog. Tapi sering juga malas melanda, atau sulitnya berbagi waktu karena saat itu saya sedang sibuk-sibuknya mengejar penelitian akhir kuliah saya. Dan kalau saya lihat lagi hari ini, ternyata usia blog ini sudah hampir 20 tahun! Wow!

Merenda Kenangan di Blog

Kalau dipikir-pikir lagi, saya bersyukur dan gak menyesal punya blog ini. Ada banyak kenangan suka dan duka yang pernah saya tulis disini. Alasan saya masih bertahan dan akan tetap bertahan adalah saya bisa mengabadikan perjalanan hidup saya selama ini. Memang tidak semua hal bisa diceritakan, tapi setidaknya ada episode yang sayang sekali kalau dilewatkan begitu saja.

Curahan Hati
Sebagai perempuan yang jarang sekali bisa berbaur dengan orang-orang, media curhat saya ya dengan menulis. Apapun yang saya lihat, dengar, dan rasakan. Juga bukan hanya peristiwa yang saya alami saja, tapi juga peristiwa yang dialami orang lain, saya ambil banyak sisinya. Saya tuliskan dari sudut pandang saya. Kadang dengan bahasa yang paling ceplas ceplos, kadang juga pakai narasi yang tersirat maknanya.

curhat

Bagi saya, curhat di blog itu malah menyenangkan. Kalau banyak yang baca, saya bersyukur karena hitung-hitung meningkatkan kunjungan di blog kan. Kalau sedikit atau bahkan gak ada yang baca juga gak masalah sih karena saya sadar, belum tentu orang lain butuh curhatan orang kan, hehe.

Sebagai Bukti Pernah Ke Suatu Tempat
Sisi lain dari saya adalah saya suka sekali jalan-jalan. Berkunjung ke suatu tempat yang baru bisa membuat saya lebih bersyukur, meningkatkan mood, me-recharged energi kembali, dan melupakan beberapa hal yang menyakitkan, ups!

Sepulang dari jalan-jalan itu, rasanya sayang banget kan kalau gak diabadikan lewat tulisan? Siapa tahu juga bisa jadi referensi orang lain yang butuh informasi tempat wisata atau sekadar menyegarkan pikiran sejenak. Makanya, saya buat ruang juga di blog ini dengan nama Jalan-Jalan.

Isinya beragam. Selain saya bercerita dari sudut pandang saya sendiri, juga sering saya tambahkan informasi tentang tempat yang saya kunjungi itu, bagaimana menuju kesana, berapa perkiraan biaya akomodasi dan lain-lain. Jadi, pembaca juga tidak hanya menikmati cerita saja, tapi juga ada gambaran kalau suatu saat ingin kesana.


Ajang Belajar Berkompetisi
Awal tahun 2017an, saya baru tahu kalau ternyata sering banget ada kompetisi blog ya. Haha, kemana aja saya selama ini? Mencoba mencari peruntungan sambil menjalankan hobi menulis, saya mulai ikut-ikutan kompetisi itu.

Berhasil jadi juara? Oh tentu tidak semudah itu! Bagi saya yang selama ini menulis dengan gaya bebas dan baru dalam kompetisi blog, tentu tidak mudah membuat tulisan dengan banyak aturan. Terlebih lagi, harus dengan membranding merk produk tertentu juga. Alhasil, dari banyaknya kompetisi di tahun ini, tidak ada satupun nama blog saya dalam daftar pemenang, haha.

Tahun-tahun selanjutnya, saya belum kapok ikut kompetisi blog lagi. Berbekal sedikit pengalaman dari kompetisi sebelumnya, saya mencoba peruntungan lagi. Hasilnya, tetap tidak jadi pemenang juga. Dan setelah beberapa kali ikut dan tak pernah menang, akhirnya saya beralih saja. Mengabaikan yang bukan jadi jalan saya.

Tapi tidak memungkiri sih, ada juga kompetisi blog dengan lingkup yang lebih kecil yang berhasil saya raih juaranya. Dari mulai juara harapan hingga masuk tiga besar, alhamdulillah. Kalau sudah pernah menang gitu, sebenarnya semangat akan membara lagi ikut kompetisi, tapi mau seberapa banyak kompetisi kalau tujuan akhirnya hanya jadi pemenang dan bukan atas dasar jiwa kepenulisan?

Di tahun 2018, untuk pertama kalinya saya ikut tantangan 30 hari menulis dari Blogger Perempuan. Ini benar-benar tantangan sih karena harus ditulis setiap hari selama 30 hari berturut-turut. Berhasil? Diluar perkiraan, akhirnya saya berhasil menyelesaikannya meski serasa seperti dikejar-kejar deadline setiap hari, haha.

Blogger Perempuan

Tapi dari tantangan itu, saya jadi lebih semangat lagi menulis dan mulai kembali menata blog saya jadi lebih rapih. Dan hari ini di Ramadhan tahun 2025, saya bisa menyelesaikan misi lagi dari Blogger Perempuan. Yeaayy!

Bagi saya, blog bukan hanya sekadar rumah untuk tulisan-tulisan saya, tapi juga tempat merenda kenangan lama, merangkai kisah perjalanan, dan mengabadikan peristiwa berharga. Kalau ditanya mau sampai kapan ngeblog? Saya tidak tahu akan bagaimana akhirnya, tapi saya akan tetap merawat blog ini, seperti merawat rumah sendiri.

Kalau kamu, punya momen apa saja selama blogging? Tulis di kolom komentar ya!


24 Maret 2025

Mendekatkan Hubungan Antara Ayah Anak

Halo!
Entah bagaimana awalnya, hubungan antara Wafa anak saya dan ayahnya sendiri kurang begitu dekat. Dalam artian, ya biasa aja. Bahkan lebih seringnya gak mau sama ayahnya.

Agak heran juga dan sering bertanya-tanya sendiri, kenapa bisa begitu. Padahal dari lahir ya sama ayahnya juga. Berjemur pagi sama ayahnya walaupun memang waktu itu bergantian juga sama akung dan utinya. 

Ayah dan anak
Wafa dan ayahnya

Semenjak Wafa lahir, saya memang tinggal sementara bersama orangtua karena ibu sendiri yang minta. Saya juga dengan senang hati mengiyakan karena ini anak pertama dan saya belum terbiasa mengurus bayi dari lahir. 

Jadi, hampir semua urusan perbayian ini sama utinya. Mandi, pakein baju, gendong kalau saya lagi istirahat dan gak ada ayahnya. Apalagi saya lahiran caesar yang mana gerakannya gak seluwes perempuan yang lahiran normal. Ditambah mood yang swing kanan kiri karena ternyata sesensitif itu ya ibu abis melahirkan.

Peran ayahnya ya mencuci baju kotor bayi, menyiapkan cemilan ibuknya terkhusus untuk malam hari, dan bersihin pup si bayi. Gendong seluangnya waktu sebelum berangkat kerja dan sepulang kerja. Kalau malam bayi kebangun juga sama saya karena bayi ASI. 

Setelah 3 bulan akhirnya pulang ke rumah, peran ayah juga gak terlalu beda. Karena ya itu tadi, anaknya suka masih nangis pas digendong ayahnya. Padahal sudah dibuat senyaman mungkin gendongnya.

Malah pernah ada fase dimana si bayi ini akan selalu bangun dan nangis di malam hari, tepatnya sekitar pukul 22.00 sampai jam 02.00 dini hari atau bahkan lebih. Ayahnya gantian gendong juga. Kadang berhasil tidur, kadang masih juga nangis.

Saya juga pernah berfikir, mungkin si ayah kurang punya kedekatan dalam arti belum terbentuk tuh sifat kebapakannya. Saya pernah baca, kalau perempuan itu otak dan prilakunya sudah otomatis bisa menyesuaikan ketika si bayi lahir. Berbeda dengan laki-laki yang harus diupayakan dan dibentuk dulu sesering mungkin.


Nah, dalam proses membentuk seorang ayah ini, sebenarnya sudah jauh-jauh hari saya komunikasikan dengan suami. Mulai dari harus bisa ganti popok, mandiin bayi, gendong, dan lain-lain. Tapi pada kenyataannya setelah bayi lahir, ya gak semua hal itu bisa dilakukan dengan luwes.

Semakin hari, saya dan suami semakin sering mencoba berbagai hal agar Wafa bisa dekat dengan ayahnya. Saya juga sering ajak ngobrol walaupun dia belum bisa bicara waktu itu. Khususnya ngobrol di malam hari sebelum dia tidur. Saya bilang bahwa ayah dan ibu sama-sama sayang pada Wafa. Ayah kangen sama Wafa. Ayah pengen gendong Wafa. Ayah mau main sama Wafa, dan lain-lain.

Di usia sekitar 6 bulan ke atas, Wafa malah makin jadi menjauhnya dari ayahnya. Dia seperti tidak ingin pisah dari ibunya. Kadang-kadang saja mau diajak jalan pagi atau sore, tapi sebentar kemudian sudah sibuk mencari ibunya. Tentu saja, hal ini membuat saya kewalahan. 

Bukannya tidak suka, tapi adakalanya saya ingin punya waktu sendiri sebentar saja. Sekadar bernafas dengan santai atau menghirup teh tanpa siapa-siapa. 

Saya dan suami terus mengupayakan segala cara agar anak kami bisa dekat dengan ayahnya. Syukur, si gadis kecil ini sudah mulai bisa berbagi kegiatan dengan sang ayah walaupun gak bisa selama dengan ibunya.

Menyambut Kepulangan Ayah

Saya bilang ke suami, kalau pulang kerja tolong bawakan sesuatu untuk Wafa. Apapun itu. Bisa bunga rumput, dedaunan, mainan sederhana, gambar, makanan, atau apa saja yang bisa menjadi hadiah untuknya. Kalau orang dewasa saja senang dengan oleh-oleh, anak kecil pasti juga akan menyukainya kan? 

Maka ketika ada sesuatu yang dibawakan ayah untuknya, saya akan bilang ini dari ayah untuk Wafa. Di lain waktu, saya akan tanya lagi dengan pertanyaan semisal 'kemarin, bunganya dikasih siapa?' dan dia bisa menunjuk ayah dengan raut wajah gembira.

Saya juga selalu berusaha menyambut kepulangan sang ayah dengan gembira. Kalau Wafa lagi bermain misalnya, saya dengar suara motor ayahnya mendekat, akan saya bilang 'wah ayah pulaangg!' untuk kemudian dengan antusias membukakan pintu.

Sejauh ini, metode ini cukup berpengaruh di anak saya. Kalau sudah terdengar suara motor ayahnya mendekat, Wafa akan berhenti bermain dan bertanya pada saya 'Ayah?' dan saya antusias menyuruhnya melihat keluar dan membukakan pintu. Seringnya malah Wafa akan memanggil ayahnya sambil berlari.

Saya juga sering ajak Wafa keluar rumah selepas ashar untuk menunggu ayah sembari bermain di luar rumah. Nah, kalau ayahnya sudah pulang, biasanya Wafa akan meminta naik motor keliling sebentar. Persis yang sering saya lakukan dulu sewaktu kecil bersama ayah saya.

Membantu Ayah

Kagiatan lain yang sering saya sodorkan pada Wafa adalah membantu pekerjaan ayah di rumah. Paling sering sih membersihkan halaman seperti memotong rumput, menyapu halaman, dan menyiram bunga. Mungkin karena kegiatannya di luar rumah yang notabene disukai Wafa, jadi dia betah meskipun berlama-lama dengan ayahnya.

Ayah dan anak
Bantu ayah nyapu halaman

Satu lagi kegiatan favorit Wafa bersama ayahnya adalah mencuci motor. Dia bisa bebas bermain air, memeras air dengan spons atau lap basah, meniru gaya ayahnya mengelap motor dan lain-lain. Pokoknya kalau saya bilang, ayah mau cuci motor, Wafa akan dengan semangat langsung menghampiri.

Membaca Buku Tentang Ayah

Karena memang anak saya suka membaca buku, jadi saya pikir buku bisa menjadi media yang baik untuk memberi contoh pada Wafa. Beberapa kali ketika ada tokoh sang ayah dalam buku ceritanya, saya akan mengaitkannya dengan kegiatan sehari-hari. 

Beberapa waktu yang lalu, pas banget baru beli buku anak yang ternyata tokoh dan cerita di dalamnya seputar ayah. Judulnya Ketika Aku Senang, Sedih, Marah, Takut. Sebenarnya buku ini fokus pada pengenalan emosi anak seperti senang, marah, sedih, dan takut yang dibalut cerita sederhana dan dekat dengan keseharian anak.

buku anak
Buku anak

Tokohnya berupa anak harimau bernama Momo dan ayahnya. Diawali dengan Momo yang merasa senang karena banyak permainan di taman bermain, namun ketika ia meminta permen kapas pada ayahnya, ia menjadi tidak sabar dan akhirnya marah.

Emosi lain muncul ketika Momo menyadari bahwa ia tersesat saat berlari mengejar penjual permen kapas itu. Momo merasa sedih karena tidak tahu dimana ayahnya berada. Ketakutannya muncul ketika ia bertemu dengan orang asing yang menyapanya yang rupanya ia adalah petugas keamanan. Momo diantarkan ke pos keamanan dan akhirnya bertemu kembali dengan ayahnya.

Buku anak

Cerita itu bisa sangat melekat pada anak saya karena pada waktu buku itu datang, keesokan harinya kami mengajaknya ke taman bermain juga. Adegannya sama persis dengan yang ada di buku, termasuk saat sang ayah mengambil foto Momo. Suami saya juga mengambil foto saat Wafa sedang bermain mobil-mobilan. Jadi, dia bisa merasa bahwa sosok ayah yang ada dalam buku itu memang nyata adanya.

Beberapa kegiatan itu terus kami lakukan sesering mungkin. Harapannya agar gadis kecil kami bisa dekat, bukan hanya pada ibunya saja, tetapi juga dengan ayahnya. Menurut kalian, ada yang bisa dilakukan lagi gak sih? Komentar di bawah ya!

Baca juga : Surat Untuk Wafa

21 Maret 2025

DIY Permainan Edukasi Untuk Anak

Setelah punya anak dan belajar sedikit-sedikit tentang ilmu parenting, saya jadi lebih banyak fokus meluangkan waktu ke anak. Lebih banyak waktu bersama, berarti lebih banyak hal yang bisa dia dapatkan. Bukan hanya anak saja yang belajar, tapi juga saya sebagai ibunya juga belajar. Belajar memahami anak, belajar sabar, dan belajar jadi orangtua yang bijak dan bisa memenuhi hak anak.

Ide bermain anak



Termasuk saat memberi mainan padanya. Saya termasuk agak pilih-pilih mainan sih. Bagi saya, mainan itu bukan sekadar untuk membuat anak diam di tempat, tapi juga bisa mengembangkan otaknya, motorik kasar dan halusnya, serta ikatan emosional antara anak dan saya.

Berbekal sedikit pengalaman mengasuh beberapa ponakan, melihat gaya orang lain mengasuh anaknya, juga mencari referensi dari berbagai sumber, beberapa kali saya memutuskan untuk membuat suatu permainan bersama anak saya.

Busy Box

Sebenarnya di pasaran banyak sekali dijual busy jar atau busy box untuk mainan edukasi anak. Apalagi kalau cari di e-commerce, gampang, praktis, tinggal tunggu barang datang aja. Tapi saya memilih untuk membuatnya sendiri.

Ada kotak bekas botol minum yang masih bagus, bahannya lumayan tebal dan kokoh, ukurannya juga sedang. Jadi saya memanfaatkannya untuk buat busy box aja.

Karena kotaknya persegi oanjang, saya bagi jadi 3 bagian. Bagian pertama saya lubangi tengahnya agak besar, mirip seperti lubang celengan. Bagian ini untuk memasukkan koin besar. Koinnya saya pakai bekas tutup galon. Kan ada tuh bagian yang keras ya, bulat. Nah itu yang saya gunting rapihkan biar gak tajam pinggirannya.

Ide bermain anak
Busy Box

Bagian ke dua, saya lubangi kecil-kecil dan buat beberapa lubang. Bagian ini untuk memasukkan stik es krim. Kebetulan saya masih punya sisa stik es krim dari beberapa waktu yang lalu. 

Bagian ke tiga, saya lubangi juga hampur sama dengan ukuran lubang unyuk stik es krim, tapi dibuat jumlah genap. Bagian ini untuk memasukkan pita berwarna warni. Jadi untuk kegiatan tarik menarik pita gitu. Unyuk pitanya saya pakai pita satin biasa yang bagian ujung-ujungnya saya tempelkan pembatas.

Ide bermain anak
Wafa bermain busy box

Jadi deh busy box buatan sendiri. Alhamdulillah anaknya seneng banget dan tertarik untuk mainan ini. Saya ajarkan bagaimana peraturan permainannya. Saya contohkan dulu, lalu biarkan dia sendiri melakukannya.

Saya buat mainan ini ketika anak saya berusia sekitar 12 bulan waktu itu. Manfaatnya banyak. Melatih motorik halus, sensori, melatih fokus, konsentrasi serta melatih koordinasi mata dan tangan.

Memberi Makan Boneka

Lagi-lagi saya membuat permainan edukasi dari bahan kotak bekas. Idenya dari Pinterest. Buatnya bareng anak saya, jadi sekalian bonding sama anak. Saya pakai kotak bekas bubur instan yang gak terlalu besar. 

Saya gambar boneka beruang di kertas kosong dengan bagian mulut yang bisa dilubangi untuk memasukkan makanannya. Gambarnya pakai pensil biasa dan diwarnai pakai krayon. Selama mewarnai, anak saya juga mau ikut-ikutan, jadi dia juga tau kalau sedang membuat mainan bersama.

Ide bermain anak
Memberi makan boneka

Kemudian, gambar yang sudah jadi tadi, ditempel di kotak bekas dan dilubangi juga bagian mulut di kotaknya. Terakhir, buat makanannya. Saya hanya buatkan dengan kertas bekas undangan yang digulung dan dipotong-potong kecil, mirip twister.

Permainannya sangat mudah, hanya dengan memberi instruksi padanya untuk memberi makan boneka. Anak saya senang dan terlihat mudah sekali melakukannya. Mungkin karena ukuran lubang mulut bonekanya besar dan makanannya kecil, jadi mudah saja. Tapi yang terpenting adalah saya buat dia sibuk dengan kegiatan bersama ibunya. Tanpa gadget, tanpa layar digital, tanpa bunyi-bunyian yang nyaring. 


Feeding the Animals

Hampir sama dengan yang saya buat sebelumnya, tapi kali ini saya buat lebih menantang. Jadi, anak akan berfikir selama permainan berlangsung.

Saya masih pakai kotak bekas bubur instan yang ukurannya gak terlalu besar. Pertama, saya buat gambar di kertas kosong beberapa hewan yang berbeda jenis makannya. Waktu itu saya buat kucing, kelinci, sapi, monyet, dan singa. Menurut saya, keempat hewan ini cukup mewakili makanan yang berbeda.

Oh iya, saya buat gambar hewan hanya bagian kepala saja ya, dengan bagian mulut bisa dilubangi. Saya gambar pakai pensil dan warnai pakai krayon biasa. Setelahnya, saya tempel gambar itu di atas kotak bekas tadi. Gunting bagian mulut sehingga nanti bisa dimasuki gambar makanannya.

Ide bermain anak
Beberapa hewan dengan makanannya masing-masing

Baru saya buat dan potong gambar makanannya. Ada ikan untuk kucing, wortel untuk kelinci, rumput untuk sapi, pisang untuk monyet, dan potongan daging untuk singa. Saya buat ukuran kecil yang sekiranya pas dimasukkan ke dalam lubang mulut tadi.

Jadi deh. Tinggal saya contohkan saja permainannya sambil dikasih tau jenis hewan dan makanannya. Selama permainan, anak saya sebenarnya paham apa makanan untuk hewan apa, tapi dia suka iseng aja dan seperti menguji reaksi ibuknya kalau salah.

Ide bermain anak
Kegiatan bermain Wafa

Untuk mainan yang satu ini, di anak saya tidak terlalu awet ya. Selain karena kotak bekasnya gak terlalu kokoh, kertas gambarnya juga tipis dan rawan sobek. Ditambah anaknya juga suka iseng dan lagi dalam fase suka kelopekin apapun yang nempel. Jadi ya hanya bertahan beberapa hari saja.

Pancing Keranjang

Permainan yang satu ini saya dapat ide dari Pinterest juga, tapi dengan berbagai penyesuaian bahan dan bentuk. Jadi, intinya permainan ini untuk melatih otot tangan, koordinasi mata dan tangan, fokus, dan  konsentrasi.

Karena memang saya ingin memanfaatkan apa yang ada di rumah, jadi saya buat sesederhana mungkin tapi tetap sama cara bermainnya. Saya manfaatkan kertas undangan bekas, saya buat menyerupai keranjang yang ada pegangan melingkar di atasnya, tapi tanpa alas. Yang terpenting bagian atasnya ini sih. Untuk pancingnya, saya buat dari pipe cleaner yang dibuat melengkung seperti pancing dan diberi tangkai dari pensil.

Ide bermain anak
Pancing keranjang

Jadi, si anak saya beri contoh untuk mengaitkan pancing ke pegangan keranjang bolong itu. Pindahkan satu persatu dari satu tempat ke tempat lainnya. Di anak saya, permainan ini lumayan menguras fokus dan kekuatan tangan sih. Tapi semakin belum kena, semakin dia penasaran dan pantang menyerah hingga berhasil memindahkan beberapa keranjang bolong itu.

Ide bermain anak
Wafa bermain pancing keranjang

Rescue The Animals

Kalau permainan yang satu ini, buatnya paling mudah sih dan bahannya juga tinggal cari kertas apapun yang ada. Saya pakai beberapa hewan mainan dan saya bungkus pakai kertas bekas. Bungkusnya bebas aja, yang penting terbungkus tapi tanpa lem ya. 

Nah, permainannya adalah dengan membebaskan hewan-hewan itu dari 'perangkap' kertas. Permainan ini juga bisa melatih motorik halus anak dan konsentrasi. Di anak saya, ketika dia berhasil mengeluarkan hewan-hewan itu dari bungkusan kertas, saya berikan tepuk tangan sambil menyemangatinya. Sehingga dia pun ikut tertawa dan bertepuk tangan.

Ide bermain anak
Wafa bermain

Nah, itu dia beberapa permainan edukasi yang bisa kalian coba di rumah dengan menggunakan bahan-bahan yang ada. Membuatnya juga mudah dan yang pasti membuat ikatan emosional antara ibu dan anak semakin erat. Mau coba buat yang mana dulu nih?

19 Maret 2025

Review Buku Why I Love The Earth

Halo!
Beberapa waktu lalu, Wafa, anak saya dikasih buku lagi sama tantenya. Mungkin tantenya sudah tahu kalau Wafa suka baca, makanya begitu ketemu dibawain oleh-olehnya ya buku itu. Tapi memang benar sih, begitu dibuka, Wafa langsung tertarik.

Why I Love The Earth
Buku Why I Love The Earth

Selain karena gambar di covernya yang begitu eye-catching, ukuran bukunya juga besar. Penasaran buku apa? Lanjut bacanya ya!

Judul                : Why I Love The Earth, Celebrating the Earth, in Children's Very Own Words
Ilustrastor         : Daniel Howarth
Penerbit            : Harper Collins Publisher   
Tahun terbit      : 2020
Halaman           : 24 halaman
Jenis                 : Hard cover

Bentuk Fisik

Dengan ukuran 25x25cm buku ini jadi buku ke dua Wafa yang berukuran besar. Covernya dibuat tebal jenis hard cover, laminasi mengkilap tapi sayangnya ujung-ujung bukunya tidak terlalu tumpul melingkar khas buku anak-anak. Jadi ya harus agak hati-hati karena agak tajam.

Gambar di cover mewakili bahasan yang ada dalam bukunya. Berupa ilustrasi beberapa hewan sedang bergandengan tangan dan tampak ceria. Disinilah poin pertama letak ketertarikan Wafa. Ada gambar gajahnya, hewan kedua yang disukai Wafa setelah kucing.

Tapi lucunya, kalau lihat patung gajah dengan ukuran aslinya, Wafa malah takut untuk mendekat. Mungkin karena ukurannya yang super besar untuk dia, ditambah warnanya yang gelap. Karena memang pernah diajak ke bandara yang ada patung gajah disana. Dari jauh sih Wafa sudah nunjuk-nunjuk tuh patung, katanya mau foto juga sama gajah. Pas didekati, kok malah takut dan minta gendong ibuknya.

Why I Love The Earth
Wafa baca buku

Balik lagi ke buku ini, selain cover dengan gambar yang menarik, warna dasar bukunya juga cerah tapi teduh. Dominan biru yang senada dengan isi bahasan tentang bumi. Jenis covernya adalah hard cover dengan laminasi mengkilap. Tapi sayangnya ujung-ujung bukunya tidak dibuat melingkar tumpul, tapi tetap menyudut. Jadi ya memang harus lebih hati-hati sih agar tidak kena goresan kertas.

Bagian dalam buku menggunakan kertas art paper yang cukup tebal, mungkin sekitar 190gsm. Dengan ketebalan kertas seperti ini, seharusnya buku ini cukup kokoh ya. Tapi tetap saja, anak saya berhasil menyobeknya. Mungkin awalnya tidak sengaja karena berniat membuka halamannya, tapi karena ukurannya yang lumayan besar, jadi agak susah dan alhasil sobek deh.

Karena menggunakan art paper yang agak mengkilap, buku ini jadi mudah dibersihkan kalau terkena coretan pensil atau krayon. Tinggal hapus pakai karet penghapus biasa, hasilnya bisa hilang coretannya walaupun gak bisa bersih banget seperti sedia kala.

Isi Cerita

Sesuai dengan judulnya, buku ini bercerita tentang berbagai alasan kenapa mencintai bumi. Memakai sudut pandang anak-anak, kalimat yang digunakan sangat sederhana. Hanya satu baris kalimat di setiap dua halaman terbentang. Satu kalimat itu berisi satu alasan.

Oh iya, ini buku full bahasa Inggris karena memang terbitan luar negri dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tapi, karena memang kalimatnya pendek-pendek dan sederhana, saya bisa langsung paham dengan sekali baca dan langsung bisa dimengerti oleh Wafa.

Nah, saya juga selalu membacakan judul bukunya dalam bahasa aslinya. Jadi, ketika Wafa minta dibacakan buku, saya akan tanya judul bukunya apa, dan ia akan menjawabnya dengan 'ku ert' (buku earth).

Halaman pertama diawali dengan kalimat,

I love the earth because... it's the planet where we live.

Dengan ilustrasi beberapa hewan sedang mengelilingi meja belajar di dalam kelas, lengkap dengan guru kelinci dan alat-alat peraganya. Nah, dari awal ilustrasi ini, saya sudah bisa membuat banyak model cerita untuk Wafa.

Misalnya, saya bacakan dulu kalimatnya dalam bahasa aslinya, kemudian saya terjemahkan. Lalu, saya eksplor imajinasinya dengan menyebutkan hewan-hewan yang ada disana. Sebagian hewan itu sudah Wafa kenal, tapi ada juga yang belum ia kenal, seperti rakun. Saya juga bisa menceritakan ada kegiatan apa disana, misalnya sedang belajar tentang bumi, matahari, bulan, bintang dan lain-lain. 

Karena Wafa juga sudah mengenal alat tulis, saya juga bisa bercerita tentang kegiatan tulis-menulis di halaman ini. Di lain waktu, Wafa bisa menirukan gaya beberapa hewan ini, seperti menggambar bumi, katanya.


Di halaman selanjutnya, gaya bercerita saya pun sama. Membacakan kalimat yang ada di dalam buku, menerjemahkannya, kemudian membuat narasi atau pertanyaan sendiri dengan melibatkan Wafa. Jadi, ketika membaca buku, dia juga harus aktif baik menunjuk gambar yang ada atau menjawab pertanyaan sederhana dari saya, semudah 'Wah, hewan apa ini ya?' dengan nada yang sesemangat mungkin.

Why I Love The Earth
Why I Love The Earth

Oh iya, saya juga sering mengaitkan gambar di buku yang ia baca dengan kegiatan Wafa sehari-hari atau keadaan sekitar yang bisa membuatnya merasa lebih dekat dengan tokoh di buku itu. Misalnya, pada halaman dengan gambar pohon-pohon tinggi yang daunnya terbang tertiup angin. Saya akan memberi gambaran secara nyata bagaimana angin bisa membuat daun-daun bergoyang, jatuh, dan terasa sejuk di kulit.

Saya akan mengajaknya melihat keluar dimana ada pohon yang secara nyata daunnya bergoyang ditiup angin. Jadi, dia bisa berimajinasi sekaligus merasakan langsung apa yang diceritakan dalam buku. 

Misalnya lagi, pada halaman dengan gambar beberapa hewan sedang makan bermacam buah. Begitu saya ceritakan apa saja yang ada disana, Wafa sudah bisa meminta satu buah yang ia hafal, jagung. Dan memang benar sih, begitu saya kasih jagung rebus, ia bisa makan dengan lahap sambil melihat gambar di buku. Katanya, biar sama makan jagung, hehe.

Why I Love The Earth
Why I Love The Earth

Dengan buku juga, saya biasanya memperkenalkan nama-nama buah dan sayur. Jadi, semakin penasaran dia, semakin ingin makan, dan syukurnya ia jadi lebih mudah dikenalkan dengan makanan baru yang teksturnya makin lama makin menantang.

Secara umum, buku ini bagus banget. Bisa dibacakan ke anak dengan usia mulai dari 18 bulan sekaligus memperkenalkan konsep alam semesta secara sederhana. Dari buku ini, Wafa jadi tahu gambar bumi, keadaan alam di sekitarnya, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama ini.

Gambar-gambar di dalam buku ini juga bisa membuat anak lebih fokus karena hanya terdapat satu pokok bahasan dalam setiap halaman terbuka dan sangat minim kalimat. Bentuk gambar, warna, serta penggambaran suasananya juga sangat jelas.

Satu hal lagi yang menarik dari buku ini adalah cara mengakhiri ceritanya. Di halaman terakhir, digambarkan beberapa hewan sedang bergandengan tangan (gambar sama dengan yang ada di bagian cover depan). Diiringi dengan kalimat,

Everyone loves the earth, especially...

Ketika kita membalik halamannya, ada bagian di halaman itu untuk ditempeli foto dengan lanjutan kalimatnya,

...Me!

Why I Love The Earth
Why I Love The Earth

Bagian inilah yang juga sangat disukai Wafa. Ia akan sangat bersemangat menunjuk fotonya sambil berteriak, mi!

Saya rekomendasi buku ini deh untuk si kecil yang suka baca buku dan eksplor dunia di sekitarnya. Beneran bagus. Dan kalau sudah dicoba bacakan untuk si kecil, tulis tanggapannya di komentar bawah ya!

15 Maret 2025

Pengalaman Menggunakan Clodi Untuk Anak

Halo!
Jauh sebelum anak saya lahir, saya sering berfikir bagaimana ya cara mengatasi sampah popok bayi sekali pakai itu? Suka gemes aja kalau pas lewat jalan ketemu tumpukan sampah dan yang paling banyak terlihat itu ya popok bayi. Memang sih popok sekali pakai (pospak) itu sangat meringankan pekerjaan para ibu dan pengasuh bayi. Tapi, sampah yang timbul juga mengganggu.

Clodi
Clodi

Sampai akhirnya, saya pun mengalami. Bayi saya lahir dan mau gak mau ya pakai popok. Awalnya memang saya selingi dengan popok kain jaman dahulu (atas saran orangtua karena alasan bayi yang bisa pup berkali-kali dalam jangka waktu yang berdekatan). Tapi, agak ribet ya kalau pakai popok kain biasa itu. Pakai pospak, balik lagi ke masalah sampah.

Teringatlah saya akan seorang teman yang dulu pernah posting jualan clodi. Seingat saya, itu clodi bisa dicuci dan dipakai ulang, jadi bisa lebih hemat dan gak nyampah. Karena teman saya ini sudah gak jualan clodi lagi, akhirnya saya harus mencari informasi dari tempat lain.

Ternyata banyak ya clodi yang beredar di pasaran. Dari clodi tanpa merk dengan harga di bawah Rp 10.000,-, sampai yang diklaim merk premiun dengan harga hampir ratusan ribu. Sudahlah beda merk, harga, beda-beda pula model dan bahannya. Alamak, pusing saya!

Di tengah kebingungan itu, akhirnya saya mencoba beberapa merk clodi yang sekiranya masih terjangkau di dompet saya, tapi juga bukan clodi asal. Berbekal referensi dari berbagai sumber digital, saya beli beberapa merk clodi yang di postingan ini akan saya bahas sedikit.

Little Hippo

Ini merk clodi pertama yang saya punya. Saya pilih model snap pocket karena saya fikir lebih mudah menyesuaikan ukurannya dengan ukuran tubuh anak saya yang termasuk mungil di usianya sekitar 4 bulan waktu itu. Harganya termasuk murah dan ramah di kantong saya, sekitar 20rbuan untuk cover dan 12rbuan untuk insertnya.

Clodi Little Hippo
Clodi Little Hippo

Clodi Little Hippo
Clodi Little Hippo

Dan memang benar sih, mudah disesuaikan karena ada banyak kancing di bagian depan dan pinggang. Karet gusset juga elastis dan gak terlalu kencang, jadi selama ini si bayi aman-aman aja.

Saya pakai cover dan insert dari merk yang sama pada awalnya, tapi karena insert ini lebih lama keringnya ketimbang cover, maka saya tambahi koleksi insert saya dengan insert lain yang harganya lebih miring. Memang beda bahan sih, tapi untuk ganti-ganti masih okelah. Oh iya, insert yang saya beli setelahnya ini tanpa merk ya.

Awalnya, saya pakaikan satu insert per cover sekali pakai. Tapi kok cepat banget penuhnya dan jadi gak nyaman si bayi. Akhirnya, saya dobel insertnya, pakai insert tanpa merk ditumpuk dengan insert dari Little Hippo ini. Lumayan agak lama dan gak bocor. 

Secara umum, clodi merk Little Hippo ini bagus. Dari pengalaman pribadi, clodinya awet dari usia anak saya 4 bulan hingga menjelang 2 tahun ini. Dipakainya juga setiap hari, cuci kering pakai.

Clodi Tanpa Merk

Dasarnya saya ini termasuk yang kadang suka coba-coba ya, jadilah saya coba beli clodi tanpa merk yang sekilas model dan ukurannya sama dengan clodi awal yang saya punya. Harganya memang jauh di bawah clodi bermerk, tapi siapa tau bagus juga kan. 

Ternyata memang ada harga ada rupa. Dari segi ukuran, clodi tanpa merk ini lebih kecil dari ukuran clodi Little Hippo. Dari segi pemakaian, wah jauh beda. Clodi ini gampang sekali bocor terutama dari pinggir bagian pahanya, padahal sudah pakai 2 buah insert. Yah, untuk pengalaman aja di lain waktu kalau mau beli clodi atau apapun itu, pastikan dari merk terpercaya.

Baby Leon

Ini clodi ke tiga yang saya beli. Sengaja beli beda merk untuk membandingkan kualitasnya. Saya beli dengan model yang masih sama ya, snap pocket. Tujuannya supaya insert bisa dipakai bersama. Harganya masih terjangkau walaupun agak sedikit lebih mahal dari Little Hippo. Saya beli yang model polosan sekitar 40rbuan sudah termasuk 1 buah insert 3 layer berbahan microfiber.

Clodi Baby Leon
Clodi Baby Leon

Ukuran clodi ini lebih besar dari Little Hippo, tapi tetap bisa disesuaikan dengan ukuran badan anak saya karena terdapat banyak kancing di bagian depan dan pinggangnya. Bahan di lapisan dalam juga lebih lembut dan cepat kering.

Untuk clodi ini, saya juga biasa pakai 2 buah insert (1 merk yang sama dan 1 lagi yang tanpa merk). Hasilnya, gak bocor dan aman asal dipakai dengan benar.

Secara umum, clodi merek Baby Leon juga bagus. Apalagi untuk anak yang badannya lebih besar, sepertinya lebih cocok pakai clodi yang ini daripada merk Little Hippo. 

Beberapa Tips

Setiap pilihan pasti punya konsekwensi masing-masing kan ya. Baik pakai clodi ataupun pospak juga sama-sama punya keunggulan dan kekurangan masing-masing.

Dari pengalaman saya pribadi, pakai clodi memang lebih hemat. Bisa memangkas lebih dari separuh biasa pospak. Waktu awal-awal bayi saya pakai clodi, saya bahkan hanya belanja pospak setiap 2 bulan sekali untuk 1 bal. 

Tapi sebelum memutuskan untuk pakai clodi, ada baiknya perhatikan beberapa hal ini dulu ya.

Pertama, siap agak repot cuci ulang. Namanya juga bukan popok sekali pakai yang kalau kotor tinggal buang. Jadi memang harus siap untuk cuci setiap hari. Kalau saya, seringnya cuci pakai tangan aja sih karena nanggung mau masuk mesin cuci besar.

Kedua, sebisa mungkin gak jijik lihat popok kotor. Apalagi kalau kena pup. Syukur suami saya gak jijikan karena setiap hari yang cuci baju dan popok anak saya ya suami.

Ketiga, harus telaten dan rajin ganti clodi. Nah ini penting sih menurut saya, karena kalau sudah kepenuhan bisa bikin kulit anak gak nyaman dan bau pesing juga. Kalau saya dulu biasa ganti per 3-4 jam.

Keempat, pilih clodi dengan kwalitas bagus dan sesuai kebutuhan. Ada berbagai model, bahan, merk dan harga. Tinggal pilih aja sesuai dengan referensi dan kepercayaan masing-masing. Ada model pocket, cover, model celana juga ada. Oh iya, untuk awal, saya juga gak langsung beli banyak karena dananya juga terbatas. Saya beli nyicil 2 biji, kapan lagi nyicil 2 biji lagi, gitu.

Insert clodi
Insert clodi

Kelima, konsisten tapi bawa santai aja. Saya juga gak saklek harus pakai clodi setiap saat, setiap waktu kok. Kalau malam, saya masih pilih pakai pospak karena rasanya saya sudah terlalu lelah untuk ganti-gantiin lagi. Kalau bepergian juga saya masih pilih pospak biar lebih praktis. 

Itu dia, sedikit pengalaman saya menggunakan clodi untuk anak dari usia 4 bulan hingga menjelang 2 tahun ini. Ada yang punya pengalaman sama pakai clodi juga? Atau baru mau mulai? Cerita di kolom komentar ya!

14 Maret 2025

Review Buku Peep Inside A Bird's Nest

Halo!

Semenjak anak saya lahir, preferensi pembelian buku saya jadi berbelok ke buku anak. Sekali lagi, saya ingin anak saya mencintai kegiatan membaca.  Makanya gak heran kalau buka e-commerce, iklan yang muncul sebagian besar ya buku anak-anak.

Peep inside bird's best
Peep inside a bird's best

Hampir semua buku yang sudah anak saya punya terbitan lokal dengan jenis buku yang beragam, baik boardbook maupun buku biasa. Dan meskipun anak saya masih di bawah 2 tahun, tapi buku-bukunya ada yang sebenarnya untuk usia di atas itu. 

Pastinya, itu karena waktu itu saya belum begitu paham bagaimana memilih buku untuk bayi, mana buku untuk balita, dan mana buku untuk anak-anak yang sudah lebih besar.

Sampai ketika saya menemukan satu jenis buku anak yang langsung membuat saya ingin membelinya. Buku peep inside dari Usborne. 

Judul            : A Bird's Nest
Penulis         : Anna Milbourne
Penerbit       : Usborne Publishing
Halaman      : 14 halaman
Jenis buku   : Boardbook dan peep inside

Yuk kita kupas satu per satu! 

Bentuk Fisik

Pandangan pertama memang mempesona. Itulah yang saya alami ketika pertama kali melihat buku ini berseliweran di beranda e-commerce andalan saya. Halaman bukunya itu bisa dibuka lagi per bagian gambarnya. Jadi seperti kita bisa melihat lebih detail lagi apa yang diceritakan. Bagi saya itu satu poin awal yang memikat.

Ukuran bukunya juga sedang. Dengan ukuran 16,5x19,5cm, ukuran ini hampir sama dengan beberapa buku boardbook yang sudah anak saya punya. Ukuran segini tuh pas banget untuk dia baca, malah kalau dilihat lagi, agak lebih ramping sih daripada boardbook terbitan lokal itu.

Ujung-ujung bukunya juga dibuat tumpul sehingga lebih aman dan mencegah kulit anak tergores. Satu hal yang sedikit membedakan dari boardbook lokal adalah jenis kertasnya. Di buku ini, laminasinya tidak mengkilap dan licin, tapi tetap halus dan mudah dibersihkan.

Isi Cerita

Sesuai dengan judulnya, buku ini membahas tentang sarang burung. Tidak hanya satu jenis burung saja, tetapi ada beberapa jenis burung yang dibahas. Dan buku ini tuh bukan jenis buku cerita yang ada tokoh hidupnya seperti fabel ya, tapi lebih pada buku pengetahuan yang disusun secara menarik dengan gambar yang seperti aslinya.

Dan karena memang buku ini terbitan dari luar Indonesia dan tidak diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, jadi ya pakai bahasa Inggris. Lumayan sih agak mikir pada beberapa bagian karena si ibuk ini bahasa Inggrisnya pas-pasan, haha.

Peep inside bird's best
Bagian telur itu bisa dibuka lipatannya

Sebagai pembuka, pada halaman pertama disuguhi kalimat pengantar yang menurut saya bagus dan kalau dibacakan terjemahannya akan membuat si anak penasaran.

It's springtime, and this little bird is flying to and fro, collecting twigs to build something.

Kemudian diteruskan dengan perintah membuka bagian buku bergambar daun yang setelah dibuka, terlihatlah dua ekor burung sedang membangun sebuah sarang di atas pohon.

Selanjutnya mulailah diceritakan si burung ini mengerami sesuatu yang ada di sarangnya itu, yang tidak lain adalah telur-telur burung. Cerita berlanjut ketika telur-telur itu mulai retak dan menetas, menjadi anak burung, lalu kedua orangtuanya sibuk memberi makan dan membersihkan kotorannya.

Di halaman selajutnya, perpindahan tokoh diceritakan secara halus dan mengalir, yaitu banyak jenis sarang burung, dari yang berukuran sangat kecil (di buku ini sarang burung kolibri) hingga sarang burung berukuran besar (lebih tepatnya perkumpulan sarang atau banyak burung yang bernaung di satu tempat yang sama, seperti burung manyar-manyaran).

Peep inside bird's best
Burung lain yang diceritakan

Tidak hanya jenis burung yang secara gamblangnya bisa terbang saja yang membuat sarang, tetapi dalam buku ini diceritakan juga tentang sarang lain. Misalnya sarang bebek yang lebih banyak ditemukan di dekat perairan. Juga sarang burung flamingo yang tidak terbuat dari ranting-ranting pohon, tetapi dibuat dari lumpur. Serta, ada jenis burung yang tidak mempunyai sarang, misalnya di buku ini adalah pinguin.

Some birds don't have nests at all. How do emperor penguins keep their eggs warm in all this snow?

Dan petunjuknya adalah membuka bagian kaki penguin dewasa, disanalah telur-telur penguin berada untuk membuatnya tetap hangat di lingkungan bersalju.


Di halaman terakhir, diceritakan tentang akhir dari sebuah sarang burung yang ketika tidak lagi ditinggali burung, maka akan ada keluarga hewan lain yang akan menempati. Siapakah mereka? Ya! Keluarga tupai.

Bagian-bagian yang saya ceritakan ini adalah bagian buku yang bisa dibuka tutup lipatannya sehingga bisa dilihat secara lebih detail lagi. Misalnya, pada bagian telur burung yang mulai retak dan menetas, ketika dibuka, maka akan terlihat anak-anak burung yang menggemaskan.

Secara umum, buku ini sangat menarik, terutama karena ada bagian peep inside itu. Jadi, kita sebagai yang membacakan cerita bisa bertanya dan memancing rasa penasaran si anak tentang buku ini. Saya sendiri ketika membacakannya, sebisa mungkin lebih antusias dari si anak. Jujur ya, membacakan buku ini tuh terasa lebin interaktif karena ada bagian yang disembunyikan dulu, baru terlihat ketika sudah dibuka lipatannya, tinggal pintar-pintar yang bercerita aja sebenarnya.

Peep inside bird's best

Saya juga menyukai detail kecil yang ada dalam buku ini. Misalnya, ada bagian gambar daun yang bolong karena dimakan ulat, anak saya bisa menemukannya dan bertanya kenapa ini bolong (tentu saja dengan bahasa dia). Gambar kumbang ladybug, capung, lebah, dan semut, anak saya bisa mencocokkannya dengan para serangga asli yang pernah dia temui di atas rumput depan rumah saya.

Oh iya, ada satu keunggulan buku ini. Di bagian cover belakang buku ini terdapat QR code yang bisa discan dan langsung menuju situs resminya untuk melihat secara langsung kehidupan burung-burung di sarangnya. Saya sudah mecobanya dan memang sama persis dengan ilustrasi dalam buku ini.

Tapi, mungkin buku ini bisa saja kurang cocok dibacakan pada anak yang usianya kurang dari 1 tahun karena beberapa hal. Pertama, gambar pada buku ini terlihat begitu penuh sementara anak-anak di usia itu lebih bisa menerima ilustrasi yang sederhana. Kedua, warna ilustrasi ini tidak terlalu kontras. Memang buku ini berwarna warni, tapi karena gambarnya penuh, jadi warnanya ya terlihat terlalu ramai. Ketiga, ceritanya sudah lebih kompleks. Kalimatnya cukup panjang untuk usia 1-2 tahun.


Tapi kembali ke masing-masing sih ya. Kalau saya sendiri, jujurnya malah pengen beli seri lain karena buku terbitan usborne yang peep inside ini banyak judul lain. Tinggal menyesuaikan saja dengan kebutuhan membaca dan pengetahuan si anak. Bagi saya juga makin tertantang karena harus mikir lagi untuk bercerita tersebab pakai bahasa asing begini.

Nah, gimana? Tertarik untuk kasih buku ini untuk si kecil? Yakinlah, mereka pasti suka karena ada aktivitas lain selain membaca bukunya, yaitu membuka dan menutup bagian detailnya.

13 Maret 2025

Mengejar Impian Menulis Skenario Film

Di postingan sebelumnya, saya ceritakan sedikit pengalaman mengajar kepenulisan untuk anak-anak kelas 10 yang tujuan akhirnya adalah membuat buku berisi 100 impian mereka.

Dalam rentang waktu mengajar itu, saya juga tergelitik untuk ikut menulis impian-impian saya yang sampai sekarang belum terwujud. Selain memberi motivasi pada anak-anak (bahwa bukan hanya mereka yang menulis impian, tapi juga pengajarnya), saya juga ingin alam bawah sadar saya menyadari bahwa ada impian saya yang ingin diwujudkan.

Menulis skenario film
Menulis skenario film

Menulis Skenario Film Secara Utuh

Salah satu impian saya adalah menulis skenario film secara utuh. Jujur, ini sebenarnya impian saya yang sudah sempat terbenam lama sekali. Tapi, kok bisa punya impian seperti itu? Hm, awalnya bagaimana ya sampai saya kepikiran ingin menulis skenario film? Jadi begini, dari dulu kan saya ini hobi menulis ya. Mulai dari menulis aneka fiksi, sampai menulis nonfiksi ringan seperti artikel lepas.

Selain kegiatan menulis seperti itu, saya juga punya hobi nonton film. Setiap kali nonton film, saya gak hanya menikmati alur ceritanya saja, tapi juga mengamati bagaimana karakter tokohnya, detail tempat dimana film itu dibuat, wardrobe para pemainnya, sampai sudut pandang kameranya. Menurut saya, itu membuat tontonan jadi lebih mengasyikkan dan ternyata berujung pada saya mulai berfikir bagaimana proses film itu dibuat.

Waktu SMP, saya juga pernah menemukan buku skenario drama di perpustakaan. Lupa judulnya apa, tapi bukunya berisi naskah drama panggung. Ada tokohnya, keterangan ia harus memakai apa dan melakukan apa, dan seterusnya. Saya membacanya sambil membayangkan bagaimana kalau isi buku itu benar-benar dipentaskan.

Waktu SMA, tugas kelompok dari guru seni pun kebagian pentas drama yang tentu saja berkaitan dengan naskah. Pun ketika saya bergabung dengan komunitas menulis yang di suatu waktu juga punya project membuat sandiwara radio. Entah kebetulan atau memang semesta sudah memberi kode pada saya, hehe.

Tiba-tiba saja, saya mulai tertarik untuk membaca lebih lanjut tentang naskah drama, naskah cerita, skenario film dan sebagainya itu. Saya mulai mencarinya di internet dan waktu itu saya menemukan skenario film The Matrix (saya lupa seri yang mana). Saya pun mencari filmnya untuk saya cocokkan dengan skenario yang saya pegang, haha.
Sekenario film Arisan
Buku Sekenario Film Arisan

Suatu waktu di sebuah bazar buku, saya menemukan satu buku skenario film Indonesia. Judulnya Arisan. Dan dari buku itulah saya makin tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang penulisan sebuah skenario film. Saya mencari istilah-istilah yang sebelumnya tidak saya mengerti, untuk kemudian saya coba tuliskan cerita saya sendiri.

Baca juga : Bukan Sekadar Hobi

Bertemu Orang Sefrekuensi

Dalam hati saya sering terlintas kata-kata, melangkahlah terus nanti semesta akan menuntunmu pada apa yang kau tuju meski tak kau sadari sebelumnya. Rupanya memang benar. Dalam proses ketertarikan saya menulis skenario film ini, saya dipertemukan dengan orang-orang yang sejalur tanpa saya duga.

Misalnya saja, saya bisa berkenalan dengan seorang teman jauh hanya dari perantara sebuah tulisan. Saya juga bertemu dengan orang yang punya ketertarikan yang sama di suatu tempat (bahkan sekarang dia sudah memproduksi film pendek sendiri). Saya juga pernah dipertemukan dengan orang yang katanya ingin bekerja sama membuat film animasi dengan saya sebagai penulis skenarionya (meskipun akhirnya gak ada ujung kabarnya). Terakhir, saya bertemu dengan orang yang benar-benar sudah terjun langsung membuat skenario film televisi (bahkan sudah tayang berkali-kali di tv).

Semua hal itu bagi saya seperti sebuah hal magis yang mencoba merangkai pikiran saya untuk punya sebuah impian. Menulis skenario film secara utuh. Karena ya memang, saya pernah membuat skenario film animasi untuk anak-anak, tapi berhenti begitu saja. Filenya masih tersimpan rapi di laptop saya.

Skenario film
Salah satu skenario film yang saya tulis

Beberapa tahun lalu, saya juga pernah ikut pelatihan membuat skenario film untuk televisi. Itu dengan orang yang saya ceritakan sebelumnya, yang sudah berpengalaman menembus PH di televisi. Sampai ada tugas buat draft skenario juga. Tapi ya berhenti lagi sampai disana.

Jujur, ketika tulisan ini dibuat, saya membuka-buka lagi dokumen skenario yang pernah saya buat (tentunya masih sepotong-sepotong dan belum jadi). Saya ingin meneruskannya lagi, membuat ceritanya lebih panjang sambil membayangkan adegan per adegan. Kadang sambil senyum sendiri karena ceritanya kadang dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain yang saya dengar dan lihat.

Sekarang saya ingin coba membuat skenario film lagi. Memang kendalanya masih di manajemen waktu. Pekerjaan domestik yang rasanya gak ada habisnya, pekerjaan yang berpenghasilan (saya buka percetakan lho yang tentu saja sering berburu waktu), serta mengurus si bocil yang sedang dalam fase sangat aktif sungguh menguras tenaga, pikiran, dan waktu.

Baru duduk di depan laptop saja, si bocil sudah pengen ikutan. Mau ngetik lewat hp, si bocil gak mau diduakan selama bermain. Paling aman ya menunggu saat dia tidur. Giliran dia tidur, mata saya kadang gak bisa diajak kompromi juga. Yah, siklus ini terus menerus terjadi, duh gusti!

Tapi kalau sudah berniat untuk mengejar mimpi ya, sepertinya harus diselip-selipkan kan waktunya. Semoga saja saya masih punya kesempatan. Sebagai langkah awal, saya punya rancangan untuk buat skenario film pendek dari cerpen saya aja.

Siapa tau, alam berkongsi dengan saya. Skenario jadi, bersambut dengan produser film, lalu diangkat jadi film beneran. Ketinggian kah mimpi saya? Gak apa lah, sekalian bermimpi ya tinggi sekalian.

Selipan Dikit

Saya coba bagi sedikit potongan skenario film yang pernah saya buat ya. Memang belum jadi sih, tapi siapa tau aja ada yang tertarik lihat cuplikannya, wkwk.
___________________________________________________________________


1.      PERPUSTAKAAN DAERAH – INT. SIANG HARI.

Cast : Nabila, extras

SFX. Terdengar suara klik klik mouse dan ketikan di keyboard. 

TRACK IN. Jari-jari Nabilah sedang mengetik di keyboard dan bergantian mencocokkan nomor referensi buku dengan data yang di komputer. Terdengar suara beberapa perempuan mengobrol dengan sepelan mungkin. 

PEREMPUAN 1 (OS)

Seandainya nyari jodoh itu segampang nyari referensi buku di perpustakaan begini. Tinggal klik sana sini, langsung deh ketemu bukunya. 

PEREMPUAN 2 (OS)

Sudah ketemu bukunya, pas dibaca malah gak cocok sama referensi. Mau lu nyari jodoh gitu? 

PEREMPUAN 3 (OS)

Ke biro jodoh aja kalo gitu mah. Gampang kan? 

PEREMPUAN 2 (OS)

Eh eh, ikutan kencan buta kek di film korea.

(terdengar tawa tertahan dari semua yang berkelompok) 

POV Nabila.

Beberapa orang perempuan yang mengerubungi komputer dan sibuk mencatat nomor referensi buku sambil bercanda tadi. 

PEREMPUAN 3

Udah, gak usah milih-milih. Ntar jadi perawan tua lho! 

PEREMPUAN 1

Gak milih sih, Cuma kan ada standar yang ideal untuk dijadiin suami. Ya kali sama sembarang orang. Eh lagian juga gua baru 20 taun, 5 taun lagi noh baru ketar-ketir. 

Ketiga perempuan itu mengahmpiri Nabila di konternya. 

PEREMPUAN 1

(menunjukkan nomor referensi buku yang dicatat kepada Nabila)

Mbak, ini ada di lantai berapa ya? 

MCU. Wajah Nabila yang menatap kamera dengan dingin. 

NABILA

(Melihat dan segera paham)

Di lantai 3 

PEREMPUAN SEMUA

(Mengangguk dan berlalu)

Makasih mbak. 

Nabila mengikuti pandangannya pada ketiga perempuan tadi dengan dingin dan menghela nafas. 

Fade out. 

NABILA (VO)

Ada apa sih dengan istilah perawan tua? Memang salah ya kalau perempuan sudah berumur di atas 25 tahun tapi belum menikah? Kalau benar begitu, berarti aku salah dong? 

Fade in.

___________________________________________________________________

Nah, gimana? Kira-kira diterusin gak ini?


Baca juga : Antara Novel dan Film