Penulis : Erwin Arnada
Penerbit : Gagas Media
Tahun Terbit : 2016
Jumlah halaman : 324 halaman
Jejak Dedari - Erwin Ernada
Novel ini bercerita tentang perjuangan seorang gadis Bali yang sepanjang hidupnya dibayangi oleh duka dan kutukan. Adalah Rare, seorang gadis yang terlahir bisu dan tuli. Keadaannya itu dipercaya sebagai kutukan karena ia lahir pada waktu Wuku Wayang, hari dimana masyarakat lokal percaya bahwa ada sumpah kutukan dari jaman dahulu yang mengakar hingga ke anak cucu.
Rare dengan segala keterbatasannya tetap hidup berdampingan dengan masyarakat normal lainnya di desa Beskala. Ia juga bersekolah di SD umum yang disebut SD inklusi. Meskipun ada banyak anak seusianya yang kolok (sebutan untuk orang yang tuli dan bisu), tetapi Rare selalu jadi orang yang disalahkan atas apa yang sebenarnya tidak ia perbuat.
Misalnya saja, suatu ketika di sekolahnya terjadi keracunan minuman. Rare yang tidak tahu apa-apa, disalahkan dan dituduh meracuni teman-temannya karena hanya ia sendiri yang tidak sakit. Begitu juga ketika suatu hari di desa terjadi kekeringan, wabah dan paceklik, Rare sebagai anak yang lahir di hari Wuku Wayang dianggap sebagai penyebab karena membawa sial.
Novel Jejak Dedari
Segala duka itulah yang membuat Menak, ibunya dan Uwe Ronji, bibinya selalu berusaha untuk berbuat apa saja demi membahagiakan Rare. Salah satu jalan untuk melepaskan kutukan Rare adalah dengan meruwatnya melalui upacara adat Tarian Sanghyang Dedari.
Tetapi sayangnya, upacara adat ini tidak mudah dilakukan mengingat biaya dan persiapan lainnya yang tidak sedikit. Menak pun rela berkorban apa saja meskipun pengorbanan itu termasuk dalam langkah yang sesat asal Rare bisa terbebas dari kutukan. Perlahan, rahasia kehidupan Menak dan tokoh-tokoh di sekelilingnya terkuak.
Membaca novel ini membuat saya bisa melihat sisi lain dari Bali. Tidak hanya keelokan pemandangan alam dan keindahan tariannya, Bali juga menyimpan mitos-mitos dan misteri lainnya. Saya juga baru tahu kalau ada jenis tari lain selain Legong dan Kecak yang sudah terkenal itu. Tarian yang lebih sakral dan mengandung nilai tersendiri karena dipercaya ada roh bidadari dan roh suci lainnya yang masuk ke tubuh penari Dedari.
Dari segi penulisan, novel ini sebagian menggunakan dialog dengan bahasa daerah. Sebutan-sebutan gelar, nama dan istilah juga kental dengan nuansa Bali. Selebihnya, deskripsi yang ditulis menggunakan susunan bahasa yang indah dan seperti syair.
Novel Jejak Dedari
Oh iya, sebelum novel ini terbit, sebenarnya karya ini adalah sebuah film layar lebar dengan judul yang sama. Dibintangi oleh Christine Hakim, Reza Rahadian, Alex Komang, Andania Suri, Meriza Febriani, dan Verdi Solaiman serta disutradarai oleh penulis sendiri, Erwin Ernada. Maka tidak heran kalau dalam buku ini diselipkan juga beberapa foto adegan filmnya. Bagi saya, ini menguatkan imaji saya tentang tokoh-tokoh yang ada dalam ceritanya.
Baca juga : Belajar Naif dari Novel Orang-Orang Biasa
Saya termasuk penyuka novel sejarah yang mengangkat cerita-cerita kearifan lokal yang notabene berbeda-beda dari satu daerah dengan daerah lainnya di Indonesia. Bagi saya, membaca cerita dengan setting daerah memberi wawasan yang lebih dan membuat saya takjub betapa Indonesia ini kaya akan adat istiadat.
Bagi kalian yang menyukai novel sejarah, sepertinya Jejak Dedari ini cocok untuk kalian baca sebagai asupan di sore hari. Selamat membaca ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar