Prolog
Untuk Kisah Panjang
Hai!
Ada
label baru untuk tulisan di blog saya ini. Sesuai judul labelnya, Journey To Be
A Mom, tulisan-tulisan di dalamnya akan berisi tentang perjalanan panjang saya
untuk menjadi seorang ibu. Belum tahu juga sih, nantinya akan sebanyak apa,
atau mungkin akan ada perubahan isi. Tapi untuk awalnya, ya berisi cerita aja.
Iya
cerita aja, bukan tips apalagi tutorial untuk bisa jadi ibu, hehe. Ya karena
saya memang belum pernah jadi seorang ibu dan ingin sekadar berbagi aja, siapa
tahu ada pembaca dengan kondisi yang kurang lebih sama. Menanti cukup lama akan
hadirnya seorang bayi. Kalau memang bisa menyemangati tentunya saya akan lebih
bahagia.
Journey to be a mom |
Baiklah, ceritanya dimulai dari mana ya?
15
Agustus 2015
Tanggal
yang cantik ya, 15-08-15. Itu tanggal pernikahan saya. Sudah lebih dari tujuh
tahun lalu. Sejak saat itu dan bertahun-tahun berikutnya adalah masa penantian
panjang yang isinya bermacam-macam. Pastilah ada senangnya, ada nangisnya, ada
ngambeknya, ada rasa ingin menyerahnya.
Tapi
kembali lagi, saya berfikir bahwa kehidupan pernikahan ya memang seperti itu.
Gak seindah bayangan tapi juga gak seburuk apa yang ditakutkan. Tergantung
sudut pandang aja. Semakin hari, harus jadi pembelajar aktif yang bisa memahami
arah perjalanan rumah tangga ini mau dibawa kemana.
Sebelum
menikah, saya sudah kebal dengan berbagai pertanyaan standar yang terdengar
basi. Kapan wisuda, kapan bekerja, kapan menikah? Itu sudah saya lewati dengan
berbagai macam rupa dan rasa. Jujurnya, saya memang melewati semua itu dalam
waktu yang cukup lama, jadi lebih terasa aja.
Dan
setelah menikah, muncul lagi pertanyaan pasaran yang kadang membuat perasaan
orang jadi batu atau malah jadi debu. Kapan punya anak? Ya, kalau sudah menikah
haruskah langsung punya anak? Kalau belum punya anak, memangnya belum sempurna
pernikahannya? Atau kalau belum punya anak, memangnya tidak akan bahagia?
Tapi
lagi-lagi, saya berusaha untuk cuek aja dan menanggapi pertanyaan itu dengan
santai. Segala sesuatu itu pasti akan diberi di waktu yang tepat dan kala kita
sudah siap. Gak dipungkiri memang, kadang saya ngebet banget pengen punya anak
kalau lihat ada bayi menggemaskan atau kalau lihat baju-baju bayi yang lucu.
Tapi ya seberapapun usaha saya, kalau Allah belum berkehendak ya gak akan
mungkin saya hamil. Ya gak?
Teman-teman
dan saudara saya juga banyak yang mengalami hal serupa. Sudah menikah
bertahun-tahun, tapi belum juga punya keturunan. Jadi, saya merasa gak
sendirian di dunia ini, haha. Kalau sudah begitu, biasanya saya bahagia lagi.
Maksudnya saya gak mau ambil pusing perihal sesuatu yang gak bisa dipaksa.
Baca juga : Plis, Jangan Rusak Kebahagiaan Orang Lain
Waktu-waktu
berdua dengan suami, saya isi dengan banyak hal. Bahkan ada yang bertanya,
kalau berdua aja di rumah ngapain ya? Hehe, ya semau kami lah. Kadang ngobrol
gak jelas, kadang nguprek di dapur bebuatan makanan, lebih seringnya main hp
sendiri-sendiri, wkwk.
Kalau
galau lagi, saya ingat aja hal-hal yang bisa membuat saya senang kembali.
Misalnya, saya bisa pergi kemana saja tanpa ribet bawa perlengkapan anak-anak.
Saya bisa tidur kapanpun saya mau tanpa harus begadang karena anak. Saya juga
bisa lihat rumah hampir selalu rapi versi saya tanpa harus berkali-kali
beberesan mainan anak. Simpel? Ya sesimpel itu.
Catatan,
tapi hal ini bukan berarti saya menyebut bahwa orang yang memiliki anak itu
tidak bisa kemana-mana lagi, tidak bisa rapi rumahnya, tidak bisa tidur
sepuasnya dan lain-lain. Bukan gitu. Bahagia itu tidak ada standarnya lho ya,
jadi saya gak berhak mengukur kebahagiaan menurut versi saya. Begitu juga
sebaliknya.
Bagi
saya, untuk apa memikirkan sesuatu yang belum saya dapatkan, tetapi tidak
mensyukuri keadaan yang sekarang? Selagi masih berdua, nikmati aja momen
kebersamaan ini. Selalu bulan madu, hanimun kemanapun dan kapanpun saya mau.
And I did it! Banyak perjalanan menyenangkan yang saya lalui tanpa ada
embel-embel bahagia dengan anak.
Trus,
ada yang komentar, jalan-jalan terus gak mikirin mau punya anak apa? Haha, ya
lagi-lagi tebalkan telinga dan kebaskan perasaan. Sudahlah, sebagian orang
hanya bisa melihat satu sisi saja. Selalu dicari celah yang rawan untuk membuat
seseorang kembali terpuruk.
Begitulah.
Btw,
sudah kepanjangan ya prolognya? Hehe. Cerita perjalanan awalnya, di postingan
selanjutnya aja kalau gitu ya!
Tetap
semangat dan jangan lupa bahagia, wahai perempuan di dunia. Apapun keadaanmu,
syukuri saja yang sekarang. Sesuatu yang belum ada dan diluar jangkauan kita,
biar Allah aja yang atur.
See u next post!
Baca juga : Bagaimana Rasanya Jadi Ibu
3 komentar:
Yeay.. aku udah baca❤️
Waaahh terimakasih ya Ummu Khaira, sudah mampir di blog ini
bagus sekali bun
Posting Komentar