30 April 2014

TRAGEDI GANG SINAR LAUT


Postingan kali ini sebagian besar berisi curhatan seorang aku kepada entah siapa. Bisa jadi juga tulisan ini mewakili sebagian besar warga di kampungku #dramatisirdotcom. Yah, apapun istilahnya, postingan ini berkaitan dengan hajat orang banyak, khususnya orang-orang yang tinggal di belakang gang kecil bernama Gang Sinar Laut itu.

Yup! Gang Sinar Laut. Gang kecil yang menghubungkan jalan raya dengan sebuah kampung di sudut kecamatan Natar, kampung Padmosari. Sebenarnya ada dua jalan menuju kampung ini, yaitu lewat gerbang utama kampung yang ada gapuranya, tentu saja jalan ini jalan besar yang bahkan bisa dilewati oleh truk besar. Jalan lainnya, ya gang Sinar Laut itu. Gang ini hanya sebuah jalan setapak yang bersebelahan dengan kebun rambutan luas dan pabrik pembuat genteng beton Sinar Laut. Makanya namanya jadi gang Sinar Laut.

Perihal kampung Padmosari yang ada di belakang gang ini, aku bisa ceritakan sedikit bahwa kampung ini adalah kampung yang damai dan tentram. Aku melihatnya seperti miniatur Indonesia. Berbagai suku tinggal disini, saling menghormati. Seperti kampung atau daerah pemukiman lain, Padmosari juga punya beberapa gang di dalamnya. Bayangannya seperti di perumahan, ada blok A, blok B, blok C, dan seterusnya. Ada blok yang dekat dengan gerbang utama kampung, ada pula blok yang dekat dengan gang Sinar Laut.

Nah, rumahku berada di blok ke 4 dari gerbang utama, dan berada di blok pertama dari gang Sinar Laut. Otomatis, ketika akan menuju jalan raya dan pulang dari jalan raya, aku melewati gang Sinar Laut. Lumayan jauh kalau harus jalan kaki lewat gerbang utama, harus melewati 4 blok ditambah satu blok tambahan sebelum benar-benar sampai di tepi jalan raya. Dalam keadaan tertentu saja aku akan lewat gerbang utama, semisal pakai motor atau mobil, karena gang Sinar Laut terlalu kecil untuk dilewati oleh mobil.

Bukan hanya aku saja yang lewat gang itu setiap harinya, orang-orang yang notabene tinggal di blok yang lebih dekat dengan gang itu, pasti juga memilih gang itu untuk keluar masuk. Aku memang tidak terlalu tahu sejak kapan gang ini digunakan sebagai jalan umum. Tapi seingatku sejak aku masih kecil, aku sudah terbiasa lewat gang ini. Dari cerita ibuku, gang ini dulunya hanya jalan setapak yang hanya bisa dilewati seorang saja, hanya jalan yang dibuat untuk menyingkat waktu, menerobos kebun rambutan yang dulu sangat lebat ditumbuhi macam-macam tanaman. Lama-kelamaan seiring bertambahnya penduduk di Padmosari, dan seiring berkembangnya pembangunan, gang ini mulai melebar sedikit meski tetap belum bisa dilewati mobil. Motor pun harus yang pengendaranya sudah ahli mengingat kontur tanahnya yang menurun dan menanjak ketika melewati rel kereta api.

Aku juga sangat ingat momen paling berkesan ketika melewati gang ini. Dulu ketika aku masih sekolah TK, aku selalu pulang bersama ibuku. Di antara semak belukar tanaman di samping kanan kiri gang, ada bunga berwarna ungu, sampai sekarang aku masih belum tahu itu bunga apa, hehe. Ibuku selalu bisa memetiknya untukku. Selalu setiap pulang sekolah. Selain momen itu, aku juga menyimpan momen lain tentang gang ini. Kalau hujan datang, gang ini jadi becek, tapi kalau kemarau datang, tanahnya retak-retak. Kalau pagi sampai sore, gang ini masih dilewati orang-orang, tapi kalau sudah malam, gang ini sepi sekali. Hampir tak ada orang yang melewatinya. Faktornya ya karena gelap (di sisinya kan hanya kebun dan semak belukar lebat), rasanya suasananya jadi spooky, hehe. Jadi orang-orang lebih memilih memutar lewat gerbang utama kampung meski rumahnya lebih dekat dengan gang ini.

Yah, intinya sih banyak hal baiknya daripada hal buruknya di gang kecil ini. Tapi, satu hal menghebohkan terjadi sejak beberapa hari lalu. Gang ini ditutup alias tak bisa lewat sini lagi. Apa sebab? Dan oleh siapa? Sudah dibeberkan di bagian atas tulisan ini bahwa di samping gang ini adalah kebun luas milik seseorang. Nah, tahun ini, keluarga si pemilik kebun mengajukan diri menjadi caleg sebuah partai. Nah, usut punya usut, ternyata dia tidak punya suara yang signifikan di kampungku. Mungkin emosinya sedang meluap, maka ditutuplah pintu gang ini dengan bambu, papan, dan semak belukar. Alhasil gang ini benar-benar tutup dan aku, juga orang-orang yang setiap hari melewati gang ini tidak bisa lagi melewatinya. Kami harus memutar arah jalan ke gerbang utama kampung.

Memang sih gang itu termasuk dalam hitungan luas kebunnya, tapi sudah terlanjur jadi jalan umum gitu dari dulu. Kalau ada kendaraan sih mudah saja, tapi kalau sedang tidak ada kendaraan dan harus jalan kaki, tentu hal ini akan menyusahkan. Jarak tentu semakin jauh, waktu juga akan dibutuhkan lebih banyak, tenaga apalagi. Yah, kadang hitung-hitung olahraga lah, tapi kalau setiap hari? Gempor, bo!

Tapi ya sudahlah. Mau bagaimana lagi. Dalam fikiran kami, mungkin sang caleg sedang emosi karena tidak ada suara kami yang memilihnya. Bahkan ada tetanggaku yang nyeletuk begini,

“Biar aja dulu, daripada masuk RSJ lebih baik menutup pintu gang. Mungkin lama-lama kalau emosinya sudah reda, pintunya dibuka lagi.”

Yah, mudah-mudahan saja :D

25 April 2014

HURRAY!!


Hurray!! Refreshing dulu setelah target bulanan tercapai :D

Kali ini tim Hotel Sofyan Bandara meluncur ke Pantai Klara. Sebenarnya ada dua kloter yang diberangkan dengan waktu yang berbeda. Hal ini karena kami bekerja di bidang pelayanan, jadi tidak mungkin hotel kami tutup sementara kami berwisata J

Kloter pertama meluncur ke pantai Mutun pada minggu pertama. Karena aku tidak ikut di kloter ini, maka aku tidak bisa menceritakan suasananya, bagaimana asiknya, bagaimana keramaiannya, dll. Aku hanya akan bercerita tentang perjalanan kloter ke dua ke pantai Klara.

Minggu pagi 07.40 WIB
Aku sudah sampai di hotel. Dari rumah sudah buru-buru dan gak sempat sarapan karena dibilang mau berangkat jam tujuh pagi. Sebenarnya dalam hati sih meragukan, karena kayaknya gak mungkin banget mau langsung berangkat tepat jam tujuh itu. Tapi demi membuang predikat bahwa orang Indonesia itu sering telat, maka aku bela-belain deh datang pagi walaupun sampainya juga tetep gak jam tujuh hehe. Alhasil, memang di hotel belum pada kumpul. Baru terlihat Martinez dan Mince plus ranselnya :D

Menunggu memang gak enak, tapi dalam penantian itu, aku sempatkan untuk sarapan dulu. Untungnya aku bawa sarapan dari rumah, jadi perut gak kosong selama perjalanan nanti. Setelah menunggu dan mempersiapkan apa-apa yang akan dibawa, berkumpullah kami di depan pos satpam untuk berdoa dulu sebelum berangkat. Kali ini ternyata gak semua rombongan kloter kedua ikut, jadi memang bisa dibilang sedikit, hanya 13 orang. They are Bosky, Anjar, Kiyai, Bari, Encol, Gani, Rianto. Sedangkan tim perempuan an cantik jelita adalah Meta, Martinez, Mince, Sri, Uul, dan aku sendiri. Tak apalah.
Berdoa dulu ya biar selamat sampai tujuan ^_^
Pukul 08.05 WIB
Bismillah, kami berangkat dari hotel. Selama dalam perjalanan, kami berdoa supaya kami gak ada yang mabuk perjalanan mengingat Martinez sering pusing dalam perjalanan. Eh, ternyata selama dalam perjalanan bukan Martinez yang mabuk, malah Uul yang mabuk perjalanan, sampe m****h hehe. Padahal sebelum berangkat, gayanya luar biasa, seminggu sebelum berangkat pun sudah sangat menanti-nanti. Pas kami ledekin, alasannya mabuk adalah karena belum sarapan. Ya ampun, nak.. kalau pagi sarapan dulu atuh! :D

Pukul 10.05 WIB
Pantai Klara, kami sampai!
Setelah sekitar dua jam perjalanan, akhirnya kami menghirup aroma pasir dan bau laut. Hmm, rasanya sudah gak sabar pengen nyemplung. Tapi air masih sangat pasang waktu itu. Bayangkan, pondokan yang berada di bibir pantai yang biasanya masih punya halaman pasir, ini gak ada sama sekali. Kalau gak ada bungkusan-bungkusan pasir dalam karung yang membatasi, mungkin air laut akan sampai pula di pondokan.
Kami isi waktu dengan permainan kelompok. Kami dibagi menjadi dua kelompok. Setiap kelompok harus membawa segelas air menggunakan selendang yang diusahakan sedemikian rupa sehingga bisa membawa segelas air itu tanpa terjatuh.
Ekspresinya Mas Bari masih aja tetep datar :D

Nah, karena gelas yang kelompokku bawa terjatuh dalam perjalanan menuju garis finish, jadilah kami kalah dalam permainan itu. Hadiah untuk yang kalah? Buset dah, kejam banget kelompok lain tuh. Kami disuruh joget ala oplosan. Ckckck... aje gile! Untung dari kelompokku ada yang bisa. Ini dia penyelamat kita, Kiyai! Hehe.
Tarik kiyai.. \^_^/
Selain permainan yang hadiahnya aje gile itu, ada juga pembagian doorprise yang gak kalah serunya. Mau dapat hadiahnya aja harus ribet dulu dengan sang juri yang kali itu adalah Bosky. Pertanyaannya sih gak sulit, bahkan mudah sekali, tapi karena rebutan dan sering didiskualifikasi gara-gara kesalahan teknis semisal salah nama atau sudah jawab sebelum ditunjuk, jadinya sesi doorprise ini cukup lama. Padahal, hadiahnya Cuma empat lho! Ini nih jurinya yang ribet banget.
Bosky alias Jaula Ndomblong :D
Setelah sesi seru ala Bosky, kami lapar. Makan bareng di pondokan rasanya maknyus banget! Menunya adalah bebek sambal, tumis oncom cempoka, sambal terasi, lalapan. Makan sambil menatap laut luas itu.. sesuatu banget!

Selepas makan dan sholat Dzuhur, kami menyebrang ke Pulau Kelagian. Untuk mencapai pulau itu, kami menyewa kapal motor seharga Rp 200.000,-/kapal. Satu kapal bisa muat sebanyak 10-15 orang tergantung ukuran kapalnya. Menyebrangi lautan menuju Pulau Kelagian dibutuhkan waktu sekitar 30 menit. Selama dalam perjalanan, ombak menggoyang-goyang kapal motor kami. Agak deg-degan juga sih karena ombaknya lumayan besar waktu itu, tapi memandang hamparan laut yang biru rasanya lapang banget. Serasa pikiran tenang dan gak ada beban.

Inilah Pulau Kelagian. Pasir putih nan halus. Laut jernih nan tenang. Seperti menyambut dengan sapaan “Selamat datang di tempat yang nyaman”. Mungkin inilah sebabnya tempat ini diberi nama Kelagian, sebab orang-orang yang datang kesini, ingin lagi dan lagi datang berkunjung.

Pulau Kelagian seperti halnya pantai kebanyakan, punya bibir pantai yang landai. Tapi jarak dari bibir pantai ke laut yang dalam cukup dekat, mungkin tak sampai 10 meter. Memang sudah ada bendera yang dipasang untuk memberi tanda jarak aman untuk berenang, tapi penjaga pantai pun tidak lelah untuk lebih ketat dalam menjaga pengunjung yang berenang di pantai. Mereka selalu memperingatkan pengunjung agar jangan sampai melewati bendera.

Selain terdapat pondokan yang berjajar sepanjang pantai untuk tempat beristirahat, disini juga terdapat wahana untuk bermain air. Banana Boat yang bisa ditumpangi hingga 6 orang dan Motor Boat yang bisa ditumpangi hingga 2 orang. Siapa yang tidak tertantang kala melihat pisang raksasa itu melambai-lambai ke arah kami? Hehe. Dengan menyewa seharga Rp 125.000,-/banana/rute, kita sudah bisa adu nyali di laut.
Ditarik motor boat dengan kencang dan meliuk-liuk, kami di atas Banana Boat menjerit lepas seperti melepas segala kepenatan. Kala motor boat mulai menukik tajam, saat itulah kami yang berpelampung terjun bebas ke dalam air. Aku memang sudah pernah mencoba Banana Boat ini sebelumnya, tapi rasa takut dan deg-degan masih juga hinggap ketika jatuh ke air. Rasanya dunia hilang dalam beberapa detik itu sebelum kami melihat dunia di atas permukaan lagi.


Lelah selama bekerja hilang sudah setelah berwisata dan bersenang-senang sejenak di pulau ini. Rasanya belum ingin pulang ketika sang pengemudi motor boat memanggil kami untuk kembali ke Pantai Klara di seberang. Cukup deh untuk hari itu. Lain waktu, semoga kami bisa mengunjunginya lagi. Mungkin dengan suasana yang berbeda, lebih ramai, lebih seru, lebih asik.

Dan selepas sholat Ashar, kami bersiap pulang. Badan terasa lelah, tapi fikiran terasa lebih rileks. Kami pulang dengan perasaan gembira. Sampai jumpa Pulau Kelagian. Sampai jumpa Pantai Klara.


17 April 2014

Bermimpilah

Kata sebagian besar orang, “Bermimpilah, lalu wujudkanlah”

Aku pernah punya impian. Banyak. Mimpiku jadi seorang penulis yang memang tidak terlalu hebat sih, tapi setidaknya tulisanku bisa mengguncang dunia karena ada manfaatnya :D. Mimpiku jadi seorang bidan sehingga aku bisa berkesampatan untuk menolong orang-orang yang sakit. Mimpiku jadi seorang istri di usia yang tidak terlalu tua *kalau memang tak mau dianggap perawan tua haha, maksudku aku menikah di usia yang ideal, antara 20-25 tahun.

Tapi, rupanya mimpi-mimpiku itu buyar satu per satu. Aku memang sudah menulis. Menghasilkan beberapa tulisan yang pernah dimuat di media massa, tersebar di blog pribadi, memenangi perlombaan, tapi rasanya tulisanku masih biasa. Aku belum bisa optimal dalam menyampaikan pesan dalam setiap tulisan. Aku memang masih terus berusaha. Menulis. Menulis. Dan menulis. Meski sering kemalasan dan ketidakmoodan menghampiri, aku berusaha untuk tetap konsisten menulis. Setidaknya ada kalimat yang kutulis setiap harinya.

Lalu, menjadi bidan. Ini mimpiku dari kecil. Menjadi bidan, atau dokter, atau perawat, atau apapun namanya yang bekerja di sebuah tempat untuk mengobati pasien. Impianku itu kandas selepas SMA. Inginnya melanjutkan pendidikan kebidanan, tapi terhalang dana. Ya sudahlah. Aku selalu berfikir positif bahwa perjalanan hidupku mungkin tidak akan baik kalau aku jadi bidan. Jadi aku menjalani hari-hariku seperti yang sudah ditakdirkan Tuhan. Menjadi apapun yang penting bisa bermanfaat untuk orang banyak.

Kemudian, menjadi seorang istri di usia ideal. Aku selalu tertawa mengingat ini. Ketika menulis ini pun, aku tertawa sendiri. Dulu sewaktu aku masih SMA, aku pernah berkata pada diri sendiri; aku ingin menikah di usia maksimal 25 tahun. Tapi nyatanya sampai usiaku 28 tahun, aku belum juga dilamar hehe. Aku kembali berfikir positif. Ini jalan Tuhan yang ditakdirkan untukku. Mungkin aku belum siap menikah saat ini. Mungkin aku belum bisa mengurus suami di saat usiaku masih 25 tahun. Begitulah.

Dan ketika sekarang ada yang bertanya apa mimpiku selanjutnya. Aku spontan menjawab, aku sudah tak punya mimpi lagi. Entahlah. Mungkin aku sedang dalam keadaan bermood tidak baik sehingga terkesan aku pesimis. Tapi begitulah. Aku jalani saja hari-hariku apa adanya. Tertawa bersama keluarga, teman, sahabat. Menangis sendirian di kamar. Menulis kesepian di diary. Dan memposting tulisan di blog ini :D

Selamat bermimpi. Selamat mempunyai impian.

07 April 2014

SEBUAH CATATAN


Di hari ke lima bulan April. Dua puluh delapan tahun yang lalu seorang bayi perempuan terlahir ke dunia. Kedua orangtuanya memberinya nama Laela Awalia. Menjalani tahap demi tahap kehidupan, ia tumbuh menjadi seorang perempuan yang mulai terbiasa menghadapi setiap ujian Tuhan. Belajar dari kehidupan di sekitarnya, membuatnya terus bersyukur atas apa yang telah dianugrahkan. Tahun-tahun itu, yang mulai ia rasa sebagai tahun-tahun pembelajaran.
OOO
5 April 2003
~Happy B’Day~
Hari ini umurku genap 17 tahun. Seneng deh soalnya temen-temen banyak yang pada dateng. Kata orang, 17 tahun tuh paling berkesan tapi bagiku, gak terlalu. Kayaknya biasa aja tuh.
OOO
5 April 2004
~Sweet Einghteen! My birthday that’s most sense in my life so far~
Ya Allah, aku udah gak bisa ngucapin syukur lagi selain Alhamdulillah. Aku seneng banget. Aku pengen di kamarku ini penuh tulisan: I’m happy now!
Inilah ultahku yang paling berkesan selam ini. Orang pertama yang ngucapin met ultah bukan orang yang selama ini deket, tapi malah orang yang jauh lebih muda di bawah aku. Orang yang gak pernah aku sangka mau jadi sedeket ini. Mereka... Nur, Al, Ade, Ana and their friends...
Apalagi, gak nyangka K’ *Q tau juga hari lahir aku. Aku juga gak nyangka temen-temen IPA1 tadi di sekolah dia orang buat surprise untuk aku! Dia orang semua... ih! Aku gak bisa ungkapin perasaan seneng aku. Lagi-lagi aku nangis...
It’s my special birthday in my life so far.
OOO
5 April 2005
~Met milad ke 19 tahun. Hihi, dah tua ya~
Akhirnya ibu ngasih ucapan met milad walaupun harus disindir dulu hehe. Trus, dia juga ngasih kaos kaki ada kakinya. Ih, lucu deh!
OOO
5 April 2006
~Met Milad, Lia~
-dengan keinginan besar aku ini//
Menulis –tak ada guna-
Ringkih hidup ini adalah punah
Berusiakah –remaja –kecil –dan tua
Buat bumi, terimakasih
Kamu berhak hidup atas usiamu
Dimanapun tempat yang kamu pilih
Dan atas nama apapun
Cinta/khayalan/dendam/amarah/dan atau apapun...
Tempat saat benar-benar april beranjak
Menuai sajak yang indah
Atas jasa –yang ingin
Diucap : dengan bahasa indah
Seperti matahari ku ibaratkan
Sore nanti ia pergi tapi datang lagi sampai ia mati
~met ultah ya lia~
Semoga saat Tuhan melihat kita, saat itu kita berada pada jalan karunianya
Aku selalu mendoakanmu, jelas tepat saat akhir sholatku
Aku berharap sesaat saja mendengar suaramu
“aku baik-baik saja”
Dan atas cinta yang mempunyai cipta di dasar hati
Dalam hidup ini kita akan memilih menyerang atau diserang
~bukan gak ada persiapan, tapi jujur ada kebingungan atas perasaanku~
K’ *Q
OOO
5 April 2007
~Happy Birthday, Lia~
Betapa waktu telah berjalan begitu cepat. Betapa 21 tahun aku hidup di dunia, ah sudah tua ya. Betapa waktu telah berteman denganku selama ini. Tapi, berapa banyak waktuku yang terbuang percuma? Berapa banyak waktuku untuk bercumbu dengan Tuhanku? Berapa banyak waktuku utuk mensyukuri nikmat-Mu?
Adakah yang spesial hari ini? Ada! Dek Tika nelpon gue tadi sore. Ya ampun.. pake wartel gitu, kan mahal ya! Hm, terukir deh senyum di bibir gue.
OOO
5 April 2008
~Happy B’Day Lia~
Pipit kecil harus bernyanyi hari ini
Pagi ini harus ceria
Bernyanyilah pada banyak jendela
Tak disini saja
-sengaja telat biar ditunggu. Kan jadi pikiran-
K’ *Q, ih, narsis!
-pengen buku apa akhir-akhir ini?-
Tetralogi Andrea Hirata!
OOO
5 April 2009
~Happy b’day, Lia. I’ll pray to Allah in order to Lia is given all the best in her life, her remaining times will be the productive times. More beautiful, not onlu in out of body, but also in her heart, be smarter, be adulter~
Umur gue dah bertambah angka. Jadi 23, bo! Wow, dah tua ya ternyata. Hari ini pun masih banyak orang yang doain gue, alhamdulillah.
OOO
5 April 2010
~Selamat hari lahir, Lia~
Mungkin memang tak harus diingat, tentang saat-saat gue untuk pertama kalinya melihat dunia. Pertama kalinya menangis. Dua puluh empat tahun. Cinta. Luka. Beriringan. Berjalan. Menatap dunia. Dunia begitu tak terduga. Misteri. Dan gue selalu memandangnya begitu.
~Angga kembali! Angga kembali!~
Kalau memang itu benar, itu akan jadi kado terindah untuk gue tahun ini. Hadiah ulang tahun ke 24 tahun : Angga kembali!
OOO
5 April 2011
~Selamat ulang tahun ya..~
Ada sebuah keajaiban besar subuh tadi. Abah bangunin gue lewat telepon untuk ucapin itu. Abah gitu lho! Dari dulu kan selalu belakangan ngucapinnya, kali ini dia yang pertama kali. Kaget aja, secara, tadi pagi gue gak nyadar kalau hari ini aku ulang tahun. Hadiah tahun ini :
~Abah yang pertama kali ngucapin selamat ulang tahun untukku!~
Temen-temen kosan dan DPU DT juga buat kejutan untuk gue. Mereka kasih kue dengan hiasan spongebob yang lucu banget! Surprise aja. Gue terharu...
OOO
5 April 2012
~Happy Birthday, Lia Imoet~
Memang gak ada yang perlu diistimewain sih hari ini. Cuma ulang tahun gue. 26 tahun. Sudah tua! Hehe.
OOO
4 April 2013
~Besok hari spesialmu~
Spesial kalau kamu kasih kejutan ke aku, semisal bawain bunga mawar putih dan ngasihnya seromantis mungkin :P

SURAT UNTUK R

Apa kabar kakak? Kaget kah dengan datangnya surat ini di hadapanmu? Padahal ini sudah tidak jamannya main surat-suratan. Ini kan jamannya berkicau dan mencoreti dinding. Lupakan sejenak ketidakjamanan itu sekarang, karena yang ada adalah suratku untuk kakak.

Kakak yang lembut hatinya. Aku tulis surat ini hanya untuk memenuhi keinginanku saja. Bahwa aku ingin berkomunikasi denganmu. Agak terasa aneh memang, mengingat kita tidak sering bicara. Aku hanya pernah melihatmu sekali dan sekilas. Aku yakin kau ingat dan mengingatnya sampai sekarang. Lebaran, tiga tahun lalu. Aku datang kerumahmu dengan adik laki-lakimu. Waktu itu, aku sama sekali masih asing denganmu, dengan keluargamu. Aku hanya tahu kakak dari adik laki-lakimu. Bahwa kau seorang kakak perempuan yang masih tinggal di rumah. Kakak-kakak lainnya sudah berpencar kemana-mana.

Aku tak ingat wajahmu, sungguh, karena waktu itu aku hanya melihatmu sekilas saja. Itu pun karena tak sengaja berpapasan denganku di ruang makan. Kau ingat, aku mengajakmu ikut makan ketika ibumu menyuguhkanku makan siang. Tapi kau menggeleng. Lalu kembali diam menatap halaman. Kau pendiam, bagiku waktu itu.

Ah, itu sedikit kesan pertama yang kutangkap tentangmu. Sekali aku ke rumahmu, lalu kedua kali. Kau berbeda. Aku tak tahu kau ada di belakang ketika aku ingin ke kamar kecil di rumahmu. Tapi tiba-tiba kau masuk ke kamarmu, membanting pintu dan menguncinya dengan kasar. Aku sempat terkejut. Apa kau begitu pemalu hingga tak ingin terlihat olehku? Atau kedatanganku telah mengganggumu waktu itu? Aku berusaha menenangkan diri, berfikir positif, dan tetap tersenyum meski dalam hati aku terus bertanya, ada apa denganmu?

Ketiga kali aku datang ke rumahmu. Kau tak mau keluar juga. Padahal hari itu hari raya, dimana semua kakak-kakakmu keluar menemuiku. Aku merasa hangat di  tengah keluarga besarmu. Mereka menyambutku ramah, setidaknya menurutku sendiri. Tapi dimana kau, kakak? Kau masih malu bertemu denganku? Atau lagi-lagi aku mengganggumu?

Rupanya pertanyaanku itu terjawab setelah adik laki-lakimu bercerita padaku. Kau tak ingin aku lebih dekat dengan adik laki-lakimu. Kau takut kulangkahi.

Aku menghela nafas panjang. Kau tahu kenapa? Karena aku dan kau adalah sama. Kita perempuan, kita seorang kakak, kita punya perasaan lebih dominan daripada logika. Dan benar-benar sama dalam satu situasi.

Entah kau sudah dengar atau belum sedikit tentang aku. Aku seorang perempuan biasa dengan empat orang adik. Dua orang adik laki-laki, dan dua orang adik perempuan. Aku tidak hendak curhat tentang beban fikiran yang kualami sebagai seorang kakak pertama, tapi aku hanya ingin kau pun tahu apa yang ada di fikiranku.

Ingat kau tak ingin aku melangkahimu. Sebenarnya kita sama. Benar-benar sama. Dulu, aku pun tak ingin dilangkahi. Aku seorang kakak perempuan. Dilangkahi berarti memberi izin untuk orang lain menganggapku sebagai gadis yang kurang ‘laku’ dibandingkan adiknya. Aku tak ingin itu terjadi.

Tapi nyatanya tidak demikian. Aku dilangkahi. Kau tahu bagaimana perasaanku ketika itu? Sakit. Kenapa hidup ini tak adil padaku? Aku yang dilahirkan lebih dulu, tapi adikku yang menikah lebih dulu. Berita itu terasa seperti petir di siang hari. Ingin benar aku tak menerima, tapi apakah mungkin? Sementara aku meyakini rukun iman tentang takdir. Bahwa kelahiran, kematian, rezeki, dan jodoh itu sepenuhnya kuasa Sang Pemilik alam semesta.

Aku ditanya apakah aku ikhlas? Apakah aku ridho? Aku jawab ya dengan secepat yang aku bisa. Tapi apa kau tahu di dalam hatiku menangis secepat itu pula? Aku dilangkahi. Benar-benar dilangkahi. Hari-hari terasa begitu penat menjelang akad nikah. Semua dipersiapkan. Tenda, kursi, undangan, baju pengantin, kue-kue. Aku tersenyum sebiasa mungkin pada semua kerabat yang membantu di rumah. Tersenyum seceria mungkin ketika sebagian besar mereka bilang aku dilangkahi.

Dalam diam, aku mencoba sekuat mungkin untuk tegar. Tidak menangis. Untuk apa juga aku menangis? Untuk aku sendiri? Bukankah aku sudah yakin semua ada takdirnya masing-masing? Dan salah satunya adalah jodoh ini. Rupanya jodoh adikku sudah datang lebih dulu daripada aku. Mengingat itu, air mataku tak jadi meleleh. Tapi rasanya sakit tenggorokanku ketika menahan agar air mata ini tak mengalir.

Hingga hari itu tiba. Di sampingku ada adik perempuanku yang akan menikah. Kau tahu pandangan kerabat dan tetanggaku? Semua melihat ke arahku. Seperti membandingkan aku dengan adik perempuanku. Mungkin aku tidak lebih menarik dari adikku sehingga aku belum ‘laku’. Atau mungkin aku tidak lebih terkenal dari adikku sehingga tak ada laki-laki yang mendekatiku. Entahlah.

Tapi akad itu berjalan juga. Aku menguatkan hati, menahan agar air mataku tak terurai. Dan aku bisa. Ketika selesai, saudara-saudara dari orangtuaku lah yang seolah menepuk pundakku dan berbisik, ‘sabar ya, semoga jodohmu dekat’. Rasanya aku jadi debu yang luruh ketika itu.

Aku memandang sepasang pengantin dari kursi tamu dengan perasaan aneh. Aku dilangkahi, dan aku masih baik-baik saja tuh! Memang orang-orang memandangku seperti kasihan denganku, tapi ah mungkin itu hanya perasaanku saja. Dan buktinya aku bisa melewati itu semua.

Dan sekarang aku dihadapkan pada situasi dimana aku menjadi seorang adik yang akan melangkahi kakak perempuannya. Aku benar-benar tahu rasanya sebab aku sudah mengalaminya. Dan kau tak mau.
Sedih. Itu hal pertama yang aku rasakan ketika kau bilang tidak mau. Tapi aku mengerti. Aku sudah pernah mengalaminya, ingat. Tapi apakah kau tak bisa melewatinya seperti aku bisa melewatinya dulu? Mungkin kau memang punya alasan tersendiri perihal tak maunya kau dilangkahi, tapi apakah begitu beratnya?

Aku sudah melewati tahun-tahun dimana orang-orang yang bertemu denganku selalu bertanya, kapan menyusul adikku. Aku melewatinya dengan air mata diam-diam. Aku tak ingin orang lain tahu bahwa aku sebenarnya begitu tersiksa dengan pertanyaan mereka. Kalau saja aku bisa menjawabnya dengan kepastian semisal esok lusa atau bulan depan, mungkin aku akan melewatinya dengan gembira. Tapi sayangnya aku pun tak tahu kapan aku akan menikah. Terlebih lagi, kau tak ingin kulangkahi.

Bagaimanapun juga kau kakakku. Aku menghormatimu karena kau lebih tua dariku. Aku pun tak ingin kau mengalami hal yang sama denganku. Tapi apakah aku harus kembali mengalah untuk kedua kalinya? Alangkah kasihannya aku kalau begitu.

Kau bilang aku dan keluargamu tak mengerti perasaanmu. Benarkah begitu? Aku ingin kau fikirkan lagi pertanyaanmu. Seandainya kami tak memikirkan perasaanmu, pasti kami sudah melangsungkan pernikahan kami tanpa peduli denganmu, tanpa bicara padamu, tanpa meminta pendapatmu. Justru karena kami peduli dengan perasaanmu, maka kami ingin berkomunikasi denganmu. Tapi kau mengelak. Selalu dan selalu.
Kami ingin berembuk denganmu karena kami menyayangi dan menghormatimu. Kami tak ingin bahagia sementara kau merasa terluka dan tersakiti. Adakah berkah pada kami ketika kau tak ridho dengan jalan kami.

Kami hanya ingin berdamai dengan hatimu, kakak.

Ah, sudah ya. Sudah terlalu panjang surat ini. Maaf kalau membuatmu mengantuk saat membacanya karena terlalu panjang.

Salam,
Adikmu

03 April 2014

HALLO BAPAK PRESIDEN


Wah.. ternyata sudah sebulan lebih aku gak ngeblog. Padahal ide itu banyak, tapi kok kayaknya sering merasa gak punya waktu untuk nulis (halah, ngeles.. bilang aja sering gak mud!) :D

Pumpung ada sedikit waktu agak senggang, aku latih lagi kemampuan menulisku (haiyyaah) untuk mengisi space kosong di blog ini. Kita mulai dengan cerita di hotel tempat aku bekerja sekarang ya. Walaupun moment ini sudah lewat lebih dari seminggu, tapi gak apa lah ya, daripada gak ada cerita, hehe.

Bapak Presiden RI dan rombongannya datang ke hotel tempat aku bekerja. Suatu kebanggaan tersendiri lho didatangi oleh orang nomor satu di negri ini. Mengingat hotel Bandara Sofyan ini masih relatif baru dan namanya pun belum setenar hotel-hotel lain di Lampung, maka serasa ada penghargaan untuk kami. Kedatangan rombongan Presiden waktu itu dijadwalkan di tanggal 26 Maret 2014. Tapi persiapannya, wuih.. mantab!

Beberapa hari sebelum kedatangan, berkali-kali ada rombongan kecil datang ke hotel Bandara Sofyan untuk survei kamar dan fasilitas lain. Dari paspampres, tim kesehatan, batalyon, dan tak tahu lagi dari tim apalagi, hehe. Yang jelas, dua hari sebelum kedatangan, kami (karyawan hotel) sudah sibuk sana-sini.

Aku paling ingat soal pencarian buket bunga segar untuk ruang rapat presiden. Karena dari siang kami sibuk sana-sini, bunga segar hampir terlewat. Akhirnya sore hari aku baru ingat. Awalnya aku mencoba menghubungi beberapa toko bunga segar lewat telepon, tapi kesemuanya berakhir dengan tak bersedianya para toko bunga itu untuk menyiapkan buket bunga pada pukul 07.30 pagi. Terlalu pagi, kata mereka. Jalan lain adalah langsung mencari toko bunga segar di daerah Tanjung Karang. Harapannya sih bisa langsung membeli buket bunga itu meski mungkin harus menunggu untuk dirangkai lebih dulu.

Nihil. Karena hari sudah menjelang malam (lewat maghrib), sebagian besar toko sudah tutup. Di swalayan besar pun tak ada. Aku nyaris putus asa. Aku telpon lagi salah satu protokoler, siapa tahu bunga segar bisa diganti dengan bunga imitasi atau lainnya. Tapi hasilnya adalah tetap bunga segar. Setelah keliling sana-sini, ada satu toko bunga segar yang tadi belum sempat ditelpon. Toko itu sudah tutup tapi di depan bangunannya, terpampang plang nama beserta no telepon yang bisa dihubungi. Saat itu juga aku menghubungi dan mungkin ini harapan terkahir kami. Alhamdulillah, pemilik toko bunga itu bersedia menyelesaikan buket bunganya besok pagi. Lega deh! Ini salah satu buket bunganya.

Mungil tapi cantik!
Tanggal 26 Maret. Ponselku berdering ketika aku masih malas untuk bangun dari tidur yang serasa sangat sebentar. Lihat jam pukul 04.20 pagi.

“Mbak Lia, cepetan siap-siap, kita jemput ya. Hotel harus clean sebelum jam 6. Cepetan siap-siap, 30 menit lagi kita sampe rumahmu.” Kata seseorang di seberang telpon.  Ya ampun!

Akhirnya setelah sholat subuh, aku berangkat dengan jemputan seperti yang temanku bilang tadi. Baru kali ini berangkat kerja sepagi ini. Hehe. Sampai di hotel, suasana sudah kelihatan sibuknya. Alat deteksi pun sudah dipasang di pintu masuk hotel. Kayak di bandara, hehe. Semua pintu masuk dijaga para ketat. Manteb deh!

Menjelang siang, ada beberapa rombongan lain yang datang. Kader partai Demokrat dan calon gubernur  Lampung beserta wakilnya pun bersiap menyambut kedatangan Presiden SBY. Memang hari itu dijadwalkan ada kampanye partai Demokrat di Kota Gajah. Yah, apapun posisi Pak SBY saat itu, aku pribadi menganggapnya sebagai Presiden dan bukan Ketua Umum sebuah partai.

Pukul 11.50 rombongan Presiden sampai di hotel kami. Wah, jepretan lampu blits kamera tak putus-putus ketika pak SBY dan Ibu Ani menyalami beberapa orang yang sudah berdiri berjejer di depan pintu masuk hotel. Aku saja sampai bingung mau ambil angle dari mana supaya kelihatan hehe.

Walaupun hanya beberapa jam rombongan Pak SBY di hotel kami, tapi kesannya luar biasa. Kami sempat berfoto bersama sebelum rombongan menuju Kota Gajah. Ini dia hasil jepretan kami.
Hayuukk.. berdiri yang rapih ya Bapak-bapak.. Ibu-ibu... :D

Cagub dan Cawagub mengapit sang manajer hotel kami :)

Nampang bareng ah sebelum jadi gubernur Lampung, hehe

Asiiikk.. foto bareng Pak SBY dan Ibu Ani :D