21 Agustus 2025

Surat Untuk Wafa 2

Hai, Wafa.

Ini ibu saat usia kamu 2 tahun. Rasanya baru kemarin ibu nulis surat untuk ulangtahun pertama Wafa. Eh kok sudah nulis surat lagi ya? Walaupun sudah agak terlambat ya. Hihi.

Rupanya waktu teramat cepat berlalu, atau hanya ibu yang gak sadar bumi terus berputar karena dunia ibu ketambahan Wafa.

Wafa 2 Tahun
Wafa 2 Tahun

Kata orang, 2 tahun itu masuk fase yang mulai menguras energi dan emosi. Terrible two, bahasa kerennya. Gak salah sih kayaknya.

Setiap hari ada saja tingkahmu yang bikin ibu teramat bersyukur. Bahkan, ibu sendiri takjub dan berulangkali ucap masyaallah.

Misalnya saja, Wafa yang sudah mengerti empati. Kalau ada tangan atau kaki ibu yang sakit, Wafa selalu usap-usap dan tiup. Mungkin Wafa ikut-ikut ibu ya kalau Wafa jatuh, ibu akan begitu juga.

Wafa juga sudah bisa mengerti instruksi sederhana, alasan untuk setiap tindakan, apalagi meniru, jago sekali. Makanya ibu berusaha untuk selalu menjaga sikap di depan Wafa. Jangan sampai, sikap yang gak baik dari ibu ditiru Wafa.

Yah meskipun gak bisa dipungkiri juga terkadang tingkahmu juga bikin ibu banyak istighfar, mohon sabar sepenuh jiwa.

Misalnya saja Wafa yang sudah mengerti apa yang diinginkan. Baju contohnya. Wafa selalu dan hampir selalu inginnya pakai baju gambar kucing tanpa pandang situasi dan kondisi apapun. Mau malam, siang, pagi, cuaca panas, dingin, terik, apapun itu. Pokoknya baju gambar kucing. Sampai-sampai, itu baju cuci kering pakai. 

Belum lagi, Wafa sudah mulai fasih bilang 'Gak!', jadi sering sekali ibu dapat penolakan dari Wafa. Waktunya mandi, gak. Waktunya sikat gigi, gak. Jangan naik meja, gak. Sudah cukup lihat hp, gak. Salim sama akung, gak.

Awalnya memang agak kesal ya ibu. Tapi lama kelamaan, ibu mulai belajar memahami Wafa. Sebenarnya bukan Wafa gak mau, tapi Wafa juga sedang belajar banyak hal. Mulai belajar mengenal dunia dengan perspektif yang polos.

Wafa 2 Tahun
Wafa 2 Tahun

Pada akhirnya, ibu dan Wafa bisa saling memahami. Bisa saling mengerti apa yang diinginkan. Bahkan, nyatanya kita bisa ngobrol tentang banyak hal meski bahasa Wafa masih terbatas. Seru banget malah ngobrol sama Wafa. Ibu yang biasanya kesepian sendiri di rumah, jadi berasa punya lawan bicara, hehe.

Terimakasih ya nak, sudah menerima ibu bagaimanapun keadaannya. Sudah menerima mainan-mainan sederhana yang ibu buatkan. Jujurnya, dulu ibu gak pernah fokus sama hal-hal receh begini. Mainan dari kertas bekaspun sudah bisa buat Wafa ketawa sambil tepuk tangan. Sederhana banget kamu, nak.


Terimakasih ya, nak, sudah hadir di dunia menemani ibu. Maaf ya kalau terkadang, kesabaran ibu setipis tisu. Sering ngomel gak jelas, atau kesal hanya gara-gara susu kotak tumpah atau sisa makanan yang diacak-acak.

Percayalah, ibu bukan marah sama Wafa, tapi pikiran ibu yang sepertinya sedang bercabang banyak sekali. Memikirkan banyak hal dalam waktu bersamaan. Yah, memang bukan alasan sih seharusnya, tapi nyatanya begitu.

Sudah ah, nanti malah jadi tulisan gak jelas ya. Selamat ulang tahun ke 2, Wafa sayang. Semoga usiamu berkah, rezeki mengalir tak putus-putus, bahagia selalu, jadi orang yang bermanfaat untuk kebaikan ya, seperti namamu. Aamin.

Baca juga : Surat Untuk Wafa

***

Tambahan sedikit. Di usia 2 tahun ini, Wafa sudah mengerti dan memahami banyak hal. Bagi ibu, itu kemampuan yang selangkah lebih maju. Misalnya, Wafa sudah bisa bantu ibu jemur pakaian, angkat jemuran yang kering, melipat pakaian, cara menyetrika, bantu masak telur pun sudah bisa. Plis, walaupun ya bukan diukur dari standar pekerjaan pada umumnya ya.

Wafa juga sudah bisa menggunting pakai gunting beneran. Sudah gak mau lagi dikasih gunting khusus anak-anak yang berbahan plastik dan hanya bisa gunting kertas. Sudah bisa baca buku dengan gayanya sendiri. Sudah bisa mengingat letak barang-barang. Sudah bisa ikut membereskan mainan. Banyak lah bisanya. Masyaallah.

01 Agustus 2025

Review Buku Anak, Ayah

Di postingan sebelumnya, saya pernah tuliskan beberapa kiat saya untuk mendekatkan gadis kecil kami pada ayahnya sendiri. Salah satunya dengan membacakan buku yang tokohnya melibatkan sosok sang ayah. Mulailah saya mencari-cari buku yang paling relevan dan relate dengan kehidupan gadis kecil saya dan ayahnya. Setelah membandingkan, menimbang, dan pilah pilih, akhirnya saya memutuskan untuk membeli satu buku ini.

Buku Ayah
Cover depan buku Ayah

Saya belikan buku yang tokoh utamanya adalah ayah dan anak perempuannya. Pas banget kan seperti anak saya dan ayahnya. Harapannya setelah membaca buku ini, dia bisa jadi lebih dekat dengan ayahnya. Lalu, isinya seperti apa? Kita ulas satu-satu ya!

Judul         : Ayah
Penulis     : Benny Rhamdani
Ilutrator     : Alfy Maghfira
Halaman    : 20 halaman
Cover         : Hard cover
Penerbit     : Pelangi Mizan

Bentuk Fisik
Buku ini termasuk boardbook yang cover dan halaman isi menggunakan kertas board tebal dengan finishing laminasi glossy. Sampai saat ini, saya masih lebih memilih boardbook ketimbang buku biasa demi keawetannya.

Memang dia sudah lebih bisa mengerti sebab akibat secara sederhana, sepeti misalnya tak boleh merobek buku karena nanti bukunya tidak bisa dibaca lagi. Juga, dia bisa diberi pengertian untuk membalik halaman buku dari sisi ujung agar tidak robek. Tapi yang namanya batita kan ada saja ya momen dia lagi gemes atau saking bersemangatnya atau tak sengaja merusak halaman bukunya. Jadi menurut saya masih lebih aman boardbook untuknya.

Kembali ke buku ini. Dengan ukuran sekitar 17x17cm, buku ini mudah dibaca dan dibawa anak-anak. Bahkan masuk lho di tas mungil miliknya. Saya rasa, ukuran buku ini standar buku anak pada umumnya lah ya. Ujung-ujung bukunya juga tumpul agar anak tidak mudah tergores bagian yang tajam.

Ilustrasi
Cover buku ini bergambar sang ayah yang sedang menggendong Ela dengan raut wajah tertawa gembira. Saya ceritakan pada anak saya kalau itu gambar ayah dan dia. Kebetulan baju yang dipakai si tokoh ayah ini hampir sama motifnya dengan baju yang dipunyai suami saya. Sepertinya, ilustrasi di cover ini menarik rasa penasaran anak saya. Dari awal lihat saja, dia langsung menyebut si tokoh ini adalah dirinya dan ayah. 

Lanjut ke ilustrasi bagian isi. Saya kurang faham memang bagaimana detail membuat ilustrasi buku anak, terutama untuk tokoh yang karakternya manusia. Selama ini, saya punya buku anak dengan karakter hewan dan bagus-bagus aja. Nah, di buku Ayah ini, ada sedikit yang agak mengganjal ilustrasinya bagi saya.

Buku Ayah
Anak saya selalu penasaran dengan gambar baju garis-garis ini

Pada bagian, ketika sang anak dan teman-temannya menceritakan profesi ayah masing-masing. Pada bagian profesi polisi, ilustrasi digambarkan dengan seorang laki-laki yang seolah memborgol tangan pencuri. Sekilas memang benar sih itu salah satu tugasnya. Tapi penggambaran tokohnya seperti kurang sesuai menurut saya.

Kenapa tidak digambarkan saja pak polisi dengan seragam lengkap sedang bertugas mengatur lalu lintas di jalan agar anak-anak lebih mudah menangkap maksud cerita dan ilustrasinya. Pada bagian ini, anak saya tetap bertanya ini gambar apa (dan sepertinya dia belum terlalu paham apa proses mencuri dan ditangkap polisi) karena memang ilustrasi polisi juga tidak ada seragamnya. Ilustrasi lainnya menurut saya sudah sesuai dengan jalan ceritanya.


Isi Cerita
Nah, bicara tentang jalan ceritanya, ada lagi nih satu poin yang menurut saya pribadi agak kurang gitu ya. Buku ini bercerita tentang seorang anak perempuan bernama Ela yang pada suatu pagi wajahnya cemberut. Sebabnya karena sol sepatu kanannya lepas, padahal sepatu itu akan dipakainya untuk pergi ke sekolah. Kemudian dengan sigap, sang ayah memperbaikinya dengan lem. Sepatu itu bisa dipakai kembali sehingga Ela merasa senang.

Cerita berlanjut tentang kegiatan Ela selama di sekolah. Nah, di sekolah ini, ibu guru meminta anak-anak untuk bercerita tentang pekerjaan ayah masing-masing. Ela menceritakan bahwa ayahnya sedang mencari pekerjaan karena sudah seminggu diberhentikan dari tempat bekerja sebelumnya.

Sampai Ela berkata "Teman-teman, tolong doakan biar ayah cepat dapat kerja, ya,"

Buku Ayah
Saya sedikit rubah cerita di bagian ini

Jujurnya, pada bagian ini cerita saya rubah sedikit karena sepertinya anak saya belum saatnya untuk paham apa itu diberhentikan dari pekerjaan, apa itu kesulitan sang ayah mencari kerja, dan sebagainya. Saya lebih memilih untuk menceritakan apa pekerjaan ayahnya anak saya. Mungkin nanti ketika ia sudah lebih besar dan mengerti, baru saya bacakan cerita sebenarnya. Ini menurut pendapat pribadi saya sendiri ya. Kalau ada yang tidak setuju dengan saya ya gak apa-apa. 

Cerita masih berlanjut di rumah saat sore hari. Ketika sang ayah pulang kerja, ia mendapati wajah Ela murung kembali. Rupanya sol sepatunya lepas lagi di sekolah. Tapi ternyata ada sesuatu yang dibawa ayah untuk Ela sepulang kerja. Sepatu baru untuk Ela.

Buku Ayah
Akhir cerita

Akhirnya, cerita ditutup dengan ucapan terimakasih dari Ela untuk ayah karena sudah membelikan sepatu untuknya. Ayah, Ela, dan ibu pun berpelukan bersama sambil tersenyum bahagia.

Setelah membaca buku, biasanya saya dan anak gadis ini akan mengulas kembali cerita yang tadi dibaca. Sesingkat dan sepemahaman anak saja. Misalnya, saya akan tanya ulang kenapa si tokoh cemberut? Lalu siapa yang mengantar si tokoh ke sekolah? Apa yang dibawakan ayah untuk si tokoh? Dan seterusnya. 

Bagi saya, ini bisa jadi sarana untuk anak lebih bisa belajar mengingat dan memahami isi cerita. Jadi, ada pesan moral yang akan diingat setelah membaca buku. Khusus pada buku ini, saya ingin sampaikan bahwa peran ayah itu ada. Seperti memperbaiki sepatu si tokoh yang lepas, mengantar ke sekolah, lalu membelikan sepatu yang baru. Jadi memang spotlightnya ada di tokoh ayah.


Itu salah satu usaha saya untuk si gadis kecil supaya bisa lebih dekat dengan ayahnya. Di kegiatan sehari-hari pun, saya dan suami sepakat untuk banyak menonjolkan peran si ayah. Misalnya, ketika pulang kerja, saya akan mengajak si gadis ini untuk semangat membukakan pintu rumah dan memanggil ayah dengan suara keras. 

Ketika di rumah asyik bermain dengan seru, saya akan minta ia untuk bercerita pada ayahnya saat pulang kerja nanti. Sampai waktunya akan tidur, saya akan tanyakan "Sudah dicium ayah belum?" dan percaya atau tidak, ini lumayan berdampak lho.

Setiap anak pasti berbeda kan kedekatannya dengan orangtuanya. Ada yang memang otomatis dekat, ada yang memang harus diusahakan lebih dulu. Dan sepertinya, anak gadis kecil ini adalah tipe yang kedua. Yah, gak apa-apa.