13 April 2010

INBOX

Ketika aku kehabisan kata-kata untuk mengembangkan ide tulisan yang berjubel di kepalaku, aku mulai mengobrak-abrik buku, diktat kuliah, kertas-kertas kosong yang kira-kira pernah aku hiasai dengan lintasan ideku. Hingga sms dari orang-orang di sekelilingku pun, aku baca ulang. Siapa tahu dari isinya aku bisa kembangkan jadi tulisan yang aku mau. Makanya, jangan heran ketika aku tak segera menghapus sms yang masuk hingga invox di ponselku sering kepenuhan.
Suatu kali, aku menemukan satu sms yang setelah kulihat tanggal masuknya, ternyata sudah berumur sekitar setengah tahun. Isinya sebenarnya biasa saja,




“Gak akan, gak akan pernah marah.”
Sender:
+628975489***

Sent:
11-Oct-2009
19:55:09

Aku ingat samar-samar awalnya aku saling berkirim sms itu. Aku melakukan sesuatu yang menurutku suatu kesalahan. Aku minta maaf dan bertanya sekali lagi padanya, apakah dia marah atau tidak. Dan itulah jawabannya. Aku sempat tersanjung ketika membacanya. Dalam kalimatnya, jelas sekali ia berjanji tak akan pernah marah padaku. Seandainya ada kata InsyaAllah, mungkin aku tak akan menuliskan ini.
Setengah tahun aku menyimpan smsnya, dan mungkin akan terus kusinpan. Tujuanku sebenarnya tak banyak, hanya ingin mengirimkan kembali sms itu padanya ketika ia marah padaku. Benarkan ia akan menepati janjinya? Kalau ternyata ia marah, maka kuvonis dirinya seorang pembohong.

Inbox, 13 April 2010

1 komentar:

Quni mengatakan...

Semua bergelombang, pembohong atau yg paling jujur jg pasti pernah selip prinsipny