Apa yang kau tahu tentang sebuah ‘seandainya’? apakah hanya
sebuah kata tanpa makna?
Jujur, aku membenci kata ‘seandainya’. Seperti sebuah
penyesalan yang tanpa alasan. Seperti sebuah ketidaksukaan terhadap hal-hal
yang telah atau belum didapatkan. Seperti sebuah pertengkaran yang tak selesai
dan hanya meninggalkan ketidakjelasan.
~Seandainya aku tidak
pergi, mungkin kami masih bersama~
; penyesalan tanpa alasan. Kenyataannya sudah pergi dan
berpisah –mungkin. Atau mungkin saja ketika memang tidak pergi, tetap tidak
bisa bersama dengan alasan dan keadaan lain.
~Seandainya aku cantik,
mungkin dia mencintaiku~
; ketidaksukaan pada hal yang tidak didapatkan. Kenyataannya,
apakah cinta bisa didapat hanya dengan kecantikan? Hellooo... berfikirlah.
~Seandainya aku tidak
bertemu dia~
; lalu, kau bertemu dengan dia yang lain, yang bisa membencimu
lebih lama, atau dia yang lain, yang ternyata sangat menyayangimu, dan lain
lain, dan lain lain.
Seandainya...
Apa kau percaya takdir? Bertemu, berpisah. Datang, pergi. Mencintai,
membenci. Menerima, menolak. Dua sisi yang selalu saling berlawanan.
Seandainya...
Tidak. Semua sudah diatur. Semua sudah ada skenarionya.
Tapi mungkin, ‘seandainya’ itu bisa jadi untuk menegaskan
kita bahwa apapun yang kita dapatkan, apapun yang kita alami, apapun yang
terjadi pada kita, itu semua memang sudah dituliskan ketika kita telah berusaha
sekuat mungkin.
Dan ‘seandainya’ tampak seperti sebuah lamunan tanpa ujung
yang mungkin bisa menjerumuskan manusia normal ke dalam alam bawah sadar. Mengevaluasi
diri, mungkin.
Entahlah.
“Bersungguh-sungguhlah
dalam hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah
(dalam segala urusan), serta janganlah sekali-kali kamu bersikap lemah. Jika
kamu tertimpa sesuatu (kegagalan), maka janganlah kamu mengatakan, ‘seandainya
aku berbuat demikian, pastilah tidak akan begini atau begitu’. Tetapi katakanlah, ‘ini telah
ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat sesuai dengan apa yang dikehendaki’.
Karena sesungguhnya perkataan seandainya akan membuka
(pintu) perbuatan setan”. (HR. Muslim no. 2664)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar