Yups! Kita ke Palembang
lagi. Tapi kali ini dengan rombongan yang berbeda. Jadi, ceritanya teman-teman
kerjaku ini belum pernah kesana, trus pas kebetulan ambil cuti bareng, jadilah
kami merencanakan ke kota yang terkenal dengan Jembatan Ampera itu. Judul perjalanannya
sih pengennya back packer, tapi ternyata jadi rempong packer karena bawaannya
macam orang mudik, maklum lah perlengkapan cewek kan harus komplit yak. Belum
lagi bawa makanan yang super banyak (haha, takut kelaparan). Beuuhh.
Oke, kami berangkat naik
kereta pagi (ini modus cari tiket paling murah, Cuma Rp 30.000,- cyin!) dari
stasiun Tegineneng. Aku informasikan bahwa perjalanan ini akan memakan waktu
sekitar 12 jam, jadi santai aja dan jangan tanya-tanya sudah sampai mana,
ditambah bangku kereta pagi yang gak bisa diubah-ubah sandarannya kemungkinan
akan membuat pegel badan. Siap deh, dan sebelum berangkat, kami eksis dulu
kayak biasa :D
|
Eh, mas petugas ikutan juga? :D |
Di dalam kereta, kami
jadi pusat perhatian. See? Karena kami doyan ngbrol ini itu, tertawa, bercanda,
tanya ini itu, nawarin cemilan ke tetangga kanan kiri depan belakang (sok baik
hahay). Tapi bener lho, so alive banget lah, sampai-sampai ada tetangga yang
‘sstt sstt sstt bayi tidoookk!’ #ampun nyai..!
|
Di dalam sini ini kerjanya cuma makan tidur ketawa, makan tidur ketawa |
Akhirnya kami sampai juga
di stasiun Kertapati, stasiun paling akhir. Untung pas di kereta tadi ketemu
sama bapak-bapak yang searah dengan kami, jadi bisa bareng plus ada yang jagain
kami (waktu sudah menunjukkan pukul 20.30). Dari Kertapati, kami melaju ke
rumah nenekku di Plaju (modus cari penginapan dan sarapan gratis ala rempong
packer haha), here we go :D
Ooo
Pagi di Palembang, kami
gak sabar untuk segera menyusuri sudut kota mpek-mpek ini. kami sudah
merencanakan rute perjalanan kali ini, yaitu Jakabaring-Ampera dan
sekitarnya-Pulau Kemaro-Ampera lagi (mau liat Ampera malam hari). Nah, jadi
kami mulai dengan angkot ke Jakabaring. Gooo..
Gelora Sriwijaya di pagi
menjelang siang sepi sih, gak banyak orang tapi ada aja pasangan muda yang
pacaran, masih seragam SMA bro! Disini ada tragedi lepasnya sol sandal salah
seorang dari kami (ckck padahal aku sudah bilang pakai sendal jepit aja karena
nanti akan jalan jauh, hehe). Untung ada hipermart di samping GOR, tapi sandal
jepit disana mahal banget! Rp 45.000,- cyin, tidaaakkk! Untuk rempong packer
sekelas kami, sendal jepit itu terlalu mahal, jadi kusarankan saja beli lem
super untuk sementara (harga lem super sekitar Rp 3000,-), dan nanti ketika
kami sampai di Ampera, baru beli sendal murah di pasar 16. Saran diterima.
|
Udaranya masih pagi, masih enak buat jalan kaki |
|
Panas, nyengir |
Sebenarnya belum puas disini, belum menyusuri seluruh sudut dari GOR ini, tapi waktu sudah beranjak makin siang sedangkan agenda masih banyak. Ditambah kaki sudah pegel. Akhirnya kami lanjutkan perjalanan menuju Ampera. Angkot mana angkot?
Masih ingat tragedi
sendal tadi ya, nah di bawah Ampera ini kan banyak tuh yang jualan berbagai
macam barang, termasuk sandal. Eh, sebelum ketemu sandal jepit, yang ketemu
duluan adalah tukang sol. Bapak-bapak tua yang sudah beruban. Daripada beli
sendal, kusarankan lagi untuk sol aja sekalian. Saran diterima kembali. Kami
menunggu sandal disol dengan ngemil mpek-mpek pinggir jalan, Rp 1000,- an hehe.
|
Mb tri bertanduk, haha |
Dalam sebuah perjalanan
memang tragedi itu pasti ada aja. Setelah tragedi sandal tadi, di Ampera ini
terjadi tragedi lagi. Kami cari makan karena hari sudah siang. Sebenarnya sudah
ngemil sih dari tadi, tapi entah rasanya pengen makan berat. Aku informasikan
kalau disini jarang sekali ada warung nasi seperti di Lampung. Kalaupun ada,
itu pasti masakan Padang. Selama aku tinggal di Palembang beberapa tahun lalu,
aku memang jarang jajan nasi disini, paling aku jajan mpek-mpek atau paling
berat lenggang atau martabak har.
Salah seorang dari kami
ngotot pengen nasi, okelah. Kita cari nasi, tapi gak mau masakan Padang (di
resto kami tiap hari lihat masakan padang, bosen). Akhirnya kami berhenti di
salah satu kios di depan Museum Sultan Badaruddin II (setelah perjalanan
panjang dari ujung ke ujung, dari kios ke kios, dan akhirnya balik lagi).
Disana tertera ada sate, bakso, mi ayam, gado-gado, dll. Kami pilih sate ayam,
model, dan gado-gado (alasannya sih yang penting ada nasi atau lontong,
okelah).
Setelah menuggu sekian
lama, pertama keluarlah sate ayam. Dari penampakannya, kayaknya gak bakal enak
nih sate. Ternyata benar. Masih mending banget sate di samping hotel kami. Maaakkk,
ampun! Kedua keluarlah model. Rasanya hambar. Sudah ditambahi garam, kecap dll
masih aja gak ngaruh. Masih mending langganan di samping kantorku dulu. Dan
terakhir keluarlah gado-gado pesananku. Berharap hidangan terakhir ini bisa
mengobati kekecewaan hidangan sebelumnya. Tapi ternyata sama aja. Hambar. Tapi
apa boleh buat, sudah dipesan walaupun gak dimakan tetap harus dibayar.
Oke, setelah dzuhur di
masjid Agung, kami lanjutkan perjalan ke tujuan selanjutnya. Pulau Kemaro.
Hunting sana sini cari harga sewa perahu paling murah, akhirnya kami dapat
harga Rp 80.000,- untuk 1 perahu. Perjalanan kesana memakan waktu sekitar 30
menit mengarungi sungai Musi yang seperti lautan.
|
Gak ada lampion atau hiasan lain, soalnya pas gak ada momen apa-apa |
Inilah penampakan Pulau
Kemaro dari perahu yang kami tumpangi. Pagoda tinggi menjulang. Sayang, kami
kesana pas tidak ada agenda apa-apa. Waktu itu aku kesana pas tahun baru imlek,
Pulau Kemaro berhias lampion merah yang indah.
|
sayang foto pagodanya gak sampe pucuk, gak ada fotografernya, jadi pake timer aja |
|
Nah ini dua tahun lalu pas aku berkunjung kesana, ada perayaan tahun baru imlek kalo gak salah.
lampionnya meriah! |
Nah, disini ada
tempat-tempat yang tidak boleh dimasuki oleh pengunjung umum, seperti makam
Fatimah (istri dari Tan Bun An), baca legenda Pulau Kemaro
disini, dan pagoda
yang tinggi menjulang itu. Seyogyanya kita memang harus menghormati
tempat-tempat seperti itu, menghormati umat lain.
Waktu sudah sore dan kami
kembali ke Ampera. Tempat yang tidak kami rencanakan adalah Palembang Icon.
Tapi kami penasaran melihat mall baru yang katanya besar itu. Sebentar dan
hanya foto di depannya saja, hehe. Kali ini untung bulekku ikutan (sudah pulang
kerja), jadi bisa kami lantik jadi forografer kami, hehe.
|
Terimakasih Bulek Ari untuk foto ini :) |
Perut kami lapar lagi.
Kali ini kami harus makan enak, gak mau kecewa seperti siang tadi. Aku sarankan
untuk nyoba mi tek tek pinggir Musi (ini langgananku), murah meriah, kenyang
lagi. Sebenarnya aku pengen makan martabak har, tapi mereka gak tertarik.
Okelah.
Malam di Ampera. Lapangan
depan BKB penuh manusia. Aku seperti mengingat kembali hari-hari di Palembang
beberapa tahun lalu. Sekarang ada beberapa perubahan disini. Dermaga yang sudah
dibangun lebih besar, penertiban pedagang, perbaikan ornamen bangunan. Yah,
seiring waktu, memang seharusnya begitu kan?
Lelah, kami sangat lelah.
Dan.. ada yang terlewat! Oleh-oleh untuk teman-teman kami di hotel belum
dibeli. Kios kerupuk di samping rumah nenekku sudah tutup (waktu menunjukkan
pukul 21.30! sepulang kami dari jalan-jalan). Aku hanya menemukan warung
martabak har langgananku. Mampir dulu. Akhirnya dapat! Hehe
Well, satu-satunya jalan
adalah besok pagi harus ke pasar untuk beli kerupuk. Tentunya, harus super
cepat karena kami harus sampai di stasiun Kertapati setidaknya pukul 08.00
pagi. Dan perjalanan dari pasar Plaju ke Kertapati sekitar 45 menit (jaga-jaga kalau
macet).
Pulang kami lebih rempong
daripada berangkat. Bawaannya persis orang mudik lebaran. Tas ransel, makanan
super banyak yang dipaksa bawa sama nenekku (takut kelaparan di kereta), dan
oleh-oleh. Mantabs! #Makasih mbah, asli banyak banget makanan yang dibawainnya!
|
Seperti biasa, narsis dulu di stasiun haha |
|
Lihatlah bawaan kami, mudik galo :D |
Palembang, see you again
ya (kalau mereka sih katanya kapok karena panas banget, hehe). Aku? Banyak
kenangan di kota itu, melihat wajah Palembang, aku seperti melihat filmku
diputar kembali.