Ini resernsi sudah lama sekali aku buat dan coba dikirim ke media massa. Tapi ternyata gak dimuat-muat, hehe. Pas buka file-file lama, ketemu deh sama tulisan ini. Hayuk, kita posting aja daripada mendem di kompi.
ooo
Judul :
SBY, Selalu Ada Pilihan
Penulis :
Susilo Bambang Yudhoyono
Penerbit :
Penerbit Buku Kompas
Tahun terbit :
2014
Tebal :
xvi + 808 halaman
Tahun 2014 nampaknya adalah tahun yang ramai dengan
suasana politik. Bagaimana tidak, di tiga bulan pertama tahun ini hampir
seluruh elemen masyarakat ribut soal mengunggulkan partai apa dan siapa saja
calon anggota legislatif yang mereka jagokan. Seluruh partai yang lolos
verifikasi dan resmi masuk dalam partai peserta pemilu, ramai-ramai mengibarkan
benderanya. Pemilu legislatif akan segera berlangsung. Beberapa bulan kemudian,
bakal ada lagi acara pemilihan yang berkaitan dengan pemilu legislatif, yaitu pemilihan
presiden dan wakil presiden.
Meski masih terbilang lama, sudah ada beberapa capres dan
cawapres yang diperkenalkan baik oleh partai maupun oleh dirinya sendiri.
Secara tidak langsung pun, sudah ada beberapa usaha yang bisa dianggap
pencitraan kepada seseorang dalam kaitannya dengan pemilihan capres dan
cawapres ini. Sedikit demi sedikit sudah ada yang menyiratkan misi dan visinya
kalau di kemudian hari mereka dapat terpilih menjadi presiden dan wakil
presiden. Berkampanye, mencoba merangkul rakyat dengan strateginya masing-masing.
Tapi, apakah mereka sudah siap dengan konsekwensinya jika memang mereka
ditakdirkan menang dalam pemilihan nanti?
Inilah yang diusung oleh Susilo Bambang Yudhoyono dalam
bukunya SBY, Selalu Ada Pilihan. Buku setebal lebih dari 800 halaman ini dibagi
menjadi empat bab besar. Bab pertama menggambarkan keadaan negara kita pada
saat sekarang ini. SBY menggambarkannya dari sudut pandang politik, ekonomi,
sistem pemerintahan, hingga sikap beberapa media massa dan pers yang dianggap
SBY terlalu sering melebih-lebihkan sebuah berita. Padahal memang
kemerdekaan pers itu penting, sangat penting, tetapi perlu digunakan secaa
benar dan untuk tujuan yang konstruktif (kutipan dari bab pertama halaman
56).
Bab kedua bercerita tentang pengalaman SBY selama menjadi
orang nomor satu di Indonesia. Bagaimana di tengah kesibukannya membenahi
Indonesia, ia terus dihujani kritik dan fitnah yang seolah tak ada habisnya.
Pengalaman-pengalaman ini ia kisahkan dengan bahasa yang lugas dan santai. Belum
lagi bagaimana ia mengatur kepentingan agar jangan sampai kepentingan negara
tidak bercampur dengan kepentingan pribadinya.
Di bab kedua inilah, pembaca seolah digiring untuk dapat
merasakan bagaimana sibuknya seorang presiden dalam menjalani hari-harinya. SBY
pun ingin agar pembacanya bisa memahami betul bagaimana presiden bekerja; bahwa
memang pemimpin itu bisa melakukan banyak hal tetapi tidak bisa melakukan semua
hal. Saya sendiri bahkan beranggapan bab ini ditulis sebagai klarifikasi atas
banyak hal yang ditimpakan kepada SBY. Pertanyaan-pertanyaan yang sejatinya
mungkin masih ada dalam fikiran kebanyakan orang. Dan sebagai orang yang awam
politik, saya bisa sedikit terbuka dengan membaca buku ini meski jujur, saya
banyak tidak mengerti dengan istilah yang sering digunakan.
Bagi saya, buku ini sedikit banyak memberi referensi
untuk mereka yang akan masuk ke ranah perpolitikan khususnya untuk ranah yang
lebih tinggi dari sekadar partisipan sebuah partai atau calon legislatif. Setidaknya
agar tahu bagaimana dan apa yang harus dilakukan untuk menjadi seorang pemimpin
yang baik. Mulai dari strategi berkampanye dan sikap-siakp yang harus diambil
selama masa kampanye berlangsung. Inilah yang SBY tulis dalam bab ketiga.
Ada sedikit yang mengganjal dalam buku ini. Hampir
seluruh isi buku ini berisi hal-hal yang “seram” yang dijalani seorang
presiden. Memang ada satu sub bab yang sedikit memberi angin segar bahwa
kehidupan presiden tidak melulu diwarnai oleh tekanan dan kritikan, tapi hal
itu hanya dibahas sekadarnya saja. Itu pun menurut saya tidak signifikan jika
dibandingkan dengan keseluruhan isi buku. Atau barangkali memang sengaja
diporsikan sekecil mungkin untuk menantang para calon pemimpin berikutnya agar
tidak tergiur dulu oleh jabatan dan mungkin kekuasaan yang akan diraihnya
sehingga diharapkan bisa siap mental untuk bertahan menghadapi dinamika
kehidupan presiden.
Pada bab akhir, SBY berbagi nasihat kepada orang yang
nantinya akan memimpin Indonesia. Nasihat-nasihat ini memang masih erat
kaitannya dengan apa yang telah ia sampaikan di bab-bab sebelumnya. Sebagai
penutup, ada kutipan dari SBY yang saya ambil dari halaman 786 di bagian akhir
buku ini.
Di saat-saat
akhir pengabdian saya sebagai pemimpin di negeri ini, saya mengajak seluruh
rakyat Indonesia terutama para elite dan tokoh bangsa, untuk membuat politik
dan demokrasi kita ini makin matang, makin berkeadaban, dan makin berkualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar