23 November 2013

WADAH PONSEL FLANEL

Lagi hobi kembali dengan flanel-flanelku. Kangen aja rasanya liat seonggok kotak kain flanel beserta saudara-saudara itu. Jadi, di kesempatan Minggu kemarin-kemarin kosong, aku buat inovasi baru. Tempat ponsel. Sebenarnya, ide awalnya sih karena lihat tempat ponsel yang dibuat adikku secara asal-asalan (katanya). 

Nah, kebetulan lagi karena sekarnag aku demen pakai wadah ponsel kemanapun pergi (biar ponsel baruku gak lecet, haha), jadi aku ikut-ikut deh mengkreasikan kembali ide dari adikku itu. Jadilah beberapa wadah ponsel dari kain flanel berbagai warna. Desainnya sengaja gak rame karena memang aku suka yang simpel aja. 

Dan ternyata, pas aku bawa kerja, teman-teman kerjaku ngelirik dan minta buatin juga, hehe. Jadi tambah semangat aja buatnya. Nih beberapa wadah ponsel yang sudah kubuat. Kalau mau pesen, sangat boleh :D

Ini sudah diminta oleh Mince

Nah ini ide awalnya, ini buatan adikku :D
#terimakasih telah menginspirasiku, hihi

Like most! warna pink dan bunga mawarnya feminim banget!

donat? why not? :)

11 November 2013

Menulislah Ketika Kau Ingin Menulis

Banyak orang yang berfikir untuk jadi penulis itu sulit. Terfikir bagaimana harus memulai menulis, terfikir bagaimana mencari ide untuk tulisan, dan terfikir bagaimana menulisnya sendiri. Dulu, aku juga begitu. Kalau tulisan tidak dirangkai denga kata-kata yang indah rasanya tak akan jadi. Tapi, setelah menjalani hari-hari dengan bermacam peristiwa, aku berkesimpulan untuk jadi penulis itu mudah. Rahasianya, hanya menulislah ketika engkau ingin menulis.

Soal ide, bisa bermacam-macam. Dari peristiwa yang kita lihat saja, ide itu sudah cukup banyak. Dari obrolan yang kita dengar saja, itu sudah bisa melahirkan ide segar. Dan dari curhat teman sendiri pun bisa diolah jadi tulisan (hehe, kalau yang terakhir ini adalah metode paling favorit bagiku).

Btw, kemarin, aku dengan sangat tumbennya datang ke acara rutin yang diadakan FLP Wilayah Lampung. Taman Baca Keliling. Awalnya sih hanya obrolan sesama pengurus lama FLP Wilayah Lampung, tapi berujung pada keinginan untuk bertemu meski sebentar dan tak banyak orang. Well, akhirnya aku datang dan bertemu dengan beberapa orang yang kukenal (ini karena aku tak begitu mengenal anggota dan pengurus baru FLP). Saling sapa dan menanyakan kabar, tertawa dan tentu saja muncul berbagai ide untuk menulis.

Bagiku, pertemuan kemarin cukup untuk memberiku energi yang selama ini agak berkurang karena kesibukan sehari-hari.  Dan aku setuju bahwa untuk menulis pun perlu semangat yang dipompa dari luar juga :D 

29 Oktober 2013

REUNI SINGKAT #2


Masih lanjut soal perjalananku ke Palembang untuk menghadiri resepsi pernikahan temanku. Hm, sudah sampai Palembang rasanya sayang kalau gak menyempatkan diri ke jembatan Ampera, jembatan legendaris yang warnanya merah mencolok itu.

Rupanya sudah banyak berubah. Ada bangunan yang sedang dalam pengerjaan. Entah mau dijadikan apa. Ada hiasan lampu berwarna-warni yang sewaktu dulu aku masih disana, belum dipasang. Bernostalgia sedikit, rasanya waktu kembali menyeretku ke masa dimana aku tertawa-tawa bersama teman-teman satu pekerjaan dulu. Saat dulu aku sering kesana ketika jenuh melanda. Saat dulu aku begitu mengagumi tingginya jembatan Ampera. Ah, kenangan.

Sebenarnya ada banyak hal yang membuatku rindu akan Palembang. Salah satunya adalah mi tek tek yang dijual di pinggir sungai Musi, depan BKB. Ketika sore menjelang, mulailah penjual-penjual kaki lima berdatangan. Ada macam-macam jajanan. Mi tek-tek, kerak telor, kepiting goreng, mpek-mpek, jagung keju, rujak bebek, banyak lah. Tapi aku Cuma ngiler mi tek-tek, hehe. Entahlah, beda aja makan disana dengan mi goreng buatan sendiri. Alhasil, pesan deh! :D


Sebenarnya, ada yang ingin kumakan lagi, yaitu martabak har. Tapi, perut sudah penuh. Asli kenyang karena sudah dimasuki macam-macam makanan, hehe. Mpek-mpek pun rasanya sudah tertolak, padahal biasanya aku hobi sekali. Biarlah aku hanya jadi penonton saja, hehe.


Aku bermalam di Plaju untuk melanjutkan perjalanan pulang keesokan paginya. Aku memilih kereta pagi kali ini. Lumayan, ongkosnya lebih murah, hehe. Hanya dengan Rp 30.000, aku sudah bisa pulang dengan kereta api yang punya fasilitas cukup bagus. Sudah ber-AC, dan bersih. Jauh lebih baik dari kelas ekonomi yang dulu biasa aku gunakan.

Gerbong kereta cukup bersih, di bawah jendela, ada colokan listrik, jadi gak perlu khawatir kehabisan baterai di ponsel, hehe. Lalu, ada gantungan tempat sampah, plastik sampahnya ada dikasih lho! Jadi selama dalam perjalanan, tempat duduk bisa tetap bersih. Pendingin udara juga masih berfungsi sangat baik. Saat cuaca panas di siang hari, aku tidak keringatan karena suhu masih normal, dan saat cuaca sudah dingin karena masuk malam, aku kedinginan, haha.

Dan terakhir, ada pahlawan yang ikut dalam gerbong keretaku waktu itu. Inilah dia... Spiderman! :D



REUNI SINGKAT


Yeyyyy.. ke Palembang lagi! Kali ini untuk memenuhi salah satu kewajiban muslim terhadap muslim lainnya (hadeh... bahasaku, hehe). Memenuhi undangan seorang teman yang jadi pengantin. Jauh sih perjalanan dari Lampung ke Palembang, apalagi jatah liburku hanya sehari, gak bisa berlama-lama disana, tapi rasanya senang saja bisa ikut bahagia bersama sang pengantin.

Perjalanan kali ini lumayan berbeda dari perjalananku dulu sewaktu aku masih bekerja di Palembang. Fasilitas kereta api sudah lebih baik. Mengingat ini kendaraan favoritku kalau jalan kesana (soalnya kalau naik bus gak ngerti jalurnya! Hehe). Aku memilih naik kereta malam waktu berangkat, pastinya karena aku harus berangkat kerja dulu pagi sebelumnya, dan biar sampai Palembang pagi dan bisa langsung menuju ke rumah yang punya hajat.

Perjalanan dari Lampung-Palembang sih gak ada masalah karena gak pakai ganti-ganti kereta. Nah, yang agak ribet adalah perjalanan menuju rumah sang pengantin. Dulu, waktu aku masih satu pekerjaan dengan sang pengantin, aku memang pernah beberapa kali ke rumahnya, tapi itu selalu naik motor dan gak pernah naik angkot. Jadi ketika kemarin aku kesana harus pakai kendaraan umum, aku sempat kelimpungan. Instruksi yang diberikan temanku adalah sebagai berikut :

Pertama,  aku disuruhnya naik bus Plaju-Pusri (dari Kertapati, aku kan numpang mandi dulu di rumah saudara di Plaju) . Oke, gak masalah, aku biasa naik bus dari Plaju walaupun ke jurusan Perumnas waktu dulu. Jadi aku tunggu saja bus merah itu dengan sabar. Dan yup! Dapat.

Kedua, turun di pasar Lemabang. Katanya sih bilang aja sama kondekturnya. Well, aku ikuti. Pas aku bayar ongkos, aku bilang pasar Lemabang, tapi namanya saja kondektur yang fokusnya ke berbagai macam orang, dan waktu itu kondisi bus cukup penuh sesak. Aku tak bisa menjamin sang kondektur mendengarku. Jadi yah, aku akan liat saja kondisi. Sebuah pasar pastinya kan ramai, jadi gak susah menemukannya. Tapi, kenyataan adalah jalur yang dilewati rupanya berbeda dengan jalur bus yang dulu biasa aku lewati. Waduh, aku mulai ketar-ketir nih. Aku sama sekali gak ngerti jalur yang kulewati, jalan apa, atau arah mana, aku sama sekali tak paham. Mau tanya sama orang, bus penuh sesak jadi susah mau berkomunikasi. Menghubungi teman-temanku pun gagal karena berbagai macam hal. Tidak aktif lah, gak diangkat lah, yah, pasrah deh. Sampai akhirnya bus berhenti di suatu tempat yang ramai dan ketika aku menoleh ke luar jendela, kudapati plang besar bertulisakan “PASAR PAGI LEMABANG”  Yuhuu, disini rupanya.

Ketiga, dari pasar lemabang naik angkot hijau menuju gang Rama Kasih. Ow, ow, banyak angkot hijau, banyak persimpangan jalan. Dan ironisnya aku sama sekali tak paham harus naik angkot hijau yang mana dan ke arah mana! Menghubungi teman-teman masih gagal. Udara panas mulai mengundang keringat di tubuh dan wajahku. Fiuhh, sudah dandan ala pesta malah keringetan hehe. Akhirnya aku tanya saja dengan seseorang di pasar itu. Dengan mantap, ia menunjukkan arah dan angkot mana yang harus kunaiki untuk sampai ke Rama Kasih. Aman deh!

Tapi, ternyata belum habis juga ketar-ketirku. Karena waktu itu kondisi pasar dan jalan cukup ramai, jadi aku tak sempat bilang pada sopir mau ke arah mana. Kupikir aku akan tanya ketika aku sudah berada di dalam angkot. Ironisnya, angkot itu tak seperti angkot kebanyakan yang kujumpai di Lampung. Rupanya, ada kaca penyekat antara sopir dan penumpang hingga penumpang tak bisa berkomunikasi dengan sang sopir. Waduh! Gang Rama Kasih yang dulu pernah kujejaki, sekarang sudah tak kuingat lagi. Ancang-ancangnya apa, plang, atau tanda-tandanya pun aku tak ingat. Lebih ironis tak ada penumpang lain yang bisa kutanya. Kembali pasrah, aku amati setiap gang yang dilewati. Masih untung angkot berjalan cukup pelan jadi aku bisa mengamati gang dengan lebih baik walaupun tetap saja aku tak punya gambaran.

Tapi, akhirnya, pertolongan datang juga. Seorang penumpang lain masuk. Tanpa pikir panjang, tanya saja dengannya, hehe. Hasilnya, ketemu deh gang Rama Kasih itu. Legaaaa... :D

Sekarang tinggal menelusuri gang Rama Kasih IV. Pastinya, jalan kaki dan harus melewati tiga gang kecil, yaitu Rama Kasih I, Rama Kasih II, Rama Kasih III. Fiuhhh! Akhirnya sampai juga! Rasanya ingin segera melumat teman-teman lamaku yang nyengir saja ketika aku datang. Huh, tak tahukah perjalananku kali ini hampir nyasar??

Dan inilah beberapa momen hasil reuni singkatnya :D




13 Oktober 2013

Balada Pena Front Office

Cerita ini adalah nyata dan bukan fiktif belaka. Juga, kejadian dan nama tokoh disini bukan rekayasa semata. Jadi simak baik-baik.
#haha, serasa buat film horor aja ya.

Kehadiran pena di sebuah tempat kerja adalah hal yang sangat penting, apalagi kalau tempat kerja itu tak lepas dari kegiatan tulis-menulis, transaksi, dan berhubungan dengan tanda tangan yang memerlukan alat tulis. Begitu juga di bagian kerjaku di Front Office hotel. Pena adalah alat tulis wajib yang harus ada disini. Bisa dibayangkan kalau tak ada pena, lha kalau ada tamu mau menginap dan harus tanda tangan bagaimana?

Ironis, pena disini sering sekali raib entah kemana. Padahal, ya sudah dikasih label nama, mulai dari label ringan hingga peringatan yang keras, haha. Awalnya, aku beri label dengan kata-kata yang terdengar lembut seperti, “INI PENA FO YA...” Satu kali, dua kali, hilang. Aku biarkan saja, mungkin dipinjam orang dan lupa dikembalikan. Lalu aku ambil pena baru dan kuberi label lagi “PUNYA FO. PINJAM, BALIKIN YA...” Masih terdengar halus, bukan? Dan kembali hilang.

Lalu aku ambil pena baru lagi, dan tak henti memberi label, “PUNYA FO!! PINJAM? BALIKIN!!” Kali ini ada tanda seru yang mengisyaratkan penegasan. Ternyata masih hilang juga, dan untuk kesekian kalinya, aku ambil pena baru dan kembali menulis label “PUNYA FO!!!! DON’T TOUCH!!” Haha, galak ya, tapi lumayan ampuh untuk menghalau si peminjam yang jarang mengembalikan, buktinya lumayan awet dan setiap ada yang pinjam, langsung baca, dan langsung mengembalikan, hehe.

Tapi, itu pun masih tetap hilang juga setelah sekian lama bertahan di FO. Jadi, untuk yang ke entah berapa kalinya, aku beri label kembali dengan “PUNYA FO!!! JANGAN DIAMBIL!!!” Dengan tanda seru banyak, hehe.

Sebenarnya ini masalah sepele, hanya sebatang pena yang harganya 1000-an. Tapi kalau yang seribu itu kita gak bisa menjaganya, bagaimana dengan yang lebih besar? Atau, kalau barang yang seribu itu kita pinjam dan menyepelekan dengan lupa atau tidak mengembalikannya, bagaimana dengan yang lebih besar? Bukankah hal besar dimulai dari hal yang kecil? :)

Baca juga : Saat Jenuh Melanda

Ok, guys? Jadi, ayo sama-sama kita jaga amanah barang sekecil apapun :)

26 September 2013

BALADA SAYUR PARE


Jadi seorang ibu itu memang gak gampang. Apalagi kalau belum pengalaman. Atau yang biasanya selalu ini itu ibu. Seperti aku. Hehe.
Ceritanya, ibu lagi ikutan PLPG, semacam diklat untuk program sertifikasi guru yang sekarang marak itu. Kalau gak ada sertifikasi katanya gak sah atau apa lah, aku juga gak terlalu paham. Nah, diklat itu mengharuskan ibu untuk menginap di tempat pelatihan selama sepuluh hari. Bayangkan, sepuluh hari! Aku yang sudah biasa ditemani ibu di rumah, jadi agak ketar-ketir. Pasalnya, aku memang kurang bisa masak atau buat sesuatu di dapur untuk mengganjal perut. Kalau sekedar untuk makanku saja mungkin aku bisa ngasal masak apa aja. Tapi kalau sudah harus mengurusi Abah, dan dua adik laki-lakiku, waduh... diriku nyengir sendiri.

Jadilah, sebelum ibu berangkat pelatihan, ibu sengaja beli beberapa sayuran yang gak mudah layu untuk disimpan di kulkas. Semacam wortel, labu siam, dan pare. Untuk lauknya, ibu sudah menyediakan telur mentah lumayan banyak, juga tempe dan mi instan untuk beberapa hari. Gak ada ikan, karena jujur aku masih takut untuk nyiangin semua jenis ikan, hehe.

Pagi sebelum ibu berangkat pelatihan, aku lihat ibu sedang masak pare. Tak ada yang aneh atau semacamnya, tapi setelah matang di wajan, barulah aku tahu alur apa yang akan ibu buat selama ditinggal. Pare itu asli banyak! Kalau saja keluargaku masih pada kumpul dirumah, mungkin sayur pare itu akan habis dalam waktu sehari atau paling telat dihangatkan esoknya dan habis sudah riwayatnya. Tapi, sekarang kan di rumah hanya tinggal aku, Abah, Farhi, dan Kiki. Itupun kalau Kiki pulang (biasanya dia akan nginep di rumah temannya atau di sekolah tempat dia megajar kalau sedang sibuk-sibuknya).

Dan benar saja. Begitu ibu melihat ekspresiku, ia langsung tau apa yang ingin kutanyakan.
“Ini sayur pare jangan sampe basi. Angetin aja terus, kan bisa untuk beberapa hari biar kamu gak repot masak.”

Gubraks! Sayur pare untuk beberapa hari?? Aku nyengir saja. Kalau kering kentang sih oke, tapi pare? Ya sudahlah. Haha.

25 September 2013

BERMIMPILAH


~Mimpi... adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia...~
(Nidji)

Ooo
Seberapa kuatkah mimpi itu mempengaruhi hidup kita? Bagiku, mimpi itu bukan sekedar khayalan tanpa batas, tapi ada kekuatan tersendiri untuk bisa mewujudkannya. Dulu, aku pernah punya mimpi sederhana. Bertemu dengan seorang penulis, Asma Nadia. Aku begitu suka tulisannya, cerita-ceritanya, pribadinya, perjuangan hidupnya. Jadi, aku pun mulai mengikuti jejaknya sebagai seorang penulis. Tulisanku dulu hanya sekedar tulisan biasa (sampai sekarang masih biasa sih, hehe), menulis diary, menulis ocehan orang-orang, menulis coretan apa saja. Hingga aku bertemu dengan seseorang yang memberiku informasi tentang organisasi kepenulisan, Forum Lingkar Pena.

Lalu aku bergabung dengan forum itu, mimpiku bertemu dengan Asma Nadia, siapa tahu saja. Begitu sederhana. Tapi kemudian apa yang terjadi adalah seperti sebuah skenario yang dituliskan berdasarkan impianku. Lewat FLP, aku ikut Munas dimana semua FLP di seluruh Indonesia berkumpul. Dan, aku bertemu Asma Nadia! Begitu sederhana. Begitu terwujud impianku!

Dan mimpi-mimpi lain yang mungkin awalnya hanya tersirat dalam pikiranku. Rupanya benar. Ketika kita punya impian, peganglah impian itu meski terkadang dianggap terlalu sederhana.

Aku jadi ingat dengan obrolan dengan beberapa teman kemarin sore. Masih tentang mimpi dan kehidupan. Ceritanya, ada seorang temanku yang dulu punya sederet impian. Ia bercerita dengan antusiasnya pada kami.
“Dulu, memang aku pernah punya mimpi, pertama, kuliah dan bisa wisuda walaupun Cuma setahun. Berhasil. Kedua, membiayai sekolah adik. Berhasil. Ketiga, dapat kerjaan yang sesuai pendidikan. Berhasil. Keempat, dapat kerjaan di tempat yang punya seragam, hehe. Berhasil. Kelima, punya pacar. Berhasil juga walaupun sekarang sudah putus!”
Gubraks! Lalu, apa impian yang belum juga terwujud?

“Rupanya, aku salah menulis mimpi. Harusnya, yang kelima itu bukan pacar, tapi suami!”
Haha. Kami tertawa. Benar kan? Bahkan mimpi yang ‘nyeleneh’ pun ternyata bisa dikabulkan. Apalagi kalau kita punya mimpi yang super?

Lalu temanku yang lain bercerita pula. Dia sudah punya kekasih tapi belum juga menikah. Dia begitu antusias juga bercerita padaku. Kira-kira begini petikan obrolannya dengan kekasihnya itu,

“Kamu punya impian gak?”
“Punya.”
“Apa?”
“Menikah denganmu.”
“Haha. Nikah dulu atau kerja dulu?”
“Gimana ya? Ya, nikah dulu sih..”
“Kalau nikah dulu, berarti kalau belum nikah juga, kemungkinan gak ada kerja. Dan kalau kerja dulu, kalau belum kerja, ya kemungkinan juga gak akan nikah.”
“...”

ooo
Haha, aku tertawa saja mendengar itu. Impian oh impian... jadi, mau nulisin impian yang mana dulu? :D

ROMANTIS?


 Beberapa hari yang lalu, salah satu temanku pasang status di jejaring sosial begini,
“Kenapa ya laki-laki itu gak bisa romantis? Kenapa selalu perempuan yang harus buat romantis?”

Haha, aku tergelitik. Kalau menurutku sih, ada benarnya juga. Bagi perempuan kebanyakan, keromantisan bisa membuat perempuan merasa menjadi seorang putri. Ya, memang tidak semua perempuan sih suka dengan hal-hal melankolis seperti dihadiahi sebatang coklat berhias pita, atau setangkai bunga kesukaan, atau dibacakan puisi paling puitis. Tapi, ketika membaca artikel-artikel tentang kewanitaan, aku menemukan banyak sekali fakta bahwa perempuan lumrahnya memang suka dengan itu.

Seperti juga kata Mario Teguh kemarin malam, perempuan itu misteri. Perempuan itu susah ditebak, tak mau mengungkapkan apa yang sebenarnya diinginkan, tapi menuntut laki-laki untuk mengerti dan memahaminya. Benar. Maka, tak heran kalau ada perempuan yang luluh hanya oleh puisi laki-laki atau kejutan-kejutan kecil seperti hadiah sebatang coklat, hehe.

Bagiku, bukan masalah hadiah atau pemberiannya, tapi niat tulusnya untuk membuat perempuan yang disayanginya merasa di’perempuan’kan (hadeh.. apa sih? Hehe). Jujur, aku juga tipe perempuan yang suka dengan hal kecil yang manis meski mungkin menurut sebagian orang itu hal sepele dan ‘untuk apa?’. Tapi bagiku, ucapan, hadiah kecil, puisi, atau kejutan sederhana cukup bisa membuatku merasa di’perempuan’kan. Mungkin bagi temanku yang buat status di atas juga, hehe.

Jadi ingat lagi waktu itu pernah baca chatnya temanku (dia sengaja nunjukin sama aku),
“Dimaafin tapi dengan syarat,”
“Memang kamu mau apa?”
“Sebatang coklat dihias pita.”
“Ya sudah besok kubawain coklat blok deh.”
Gubraks!

Atau curhatnya temanku yang lain,
“Kamu minta hadiah apa?”
“Setangkai krisan kuning.”
“Oke, besok aku bawain seakar-akarnya.”
Multi gubraks deh! Haha.

20 September 2013

Bodoh?

“Kekasihmu masih ada?”

“Hey, kenapa tiba-tiba tanya itu?”

“Kenapa dia terus membiarkanmu bekerja kelelahan sendirian?”

“Yakinku hanya satu, orang lain tak akan pernah mengerti apa yang terjadi dengan kita meski berulang kali kita memberinya alasan. Mereka tak menerima alasan apapun.”

“Ya, karena cinta adalah sesuatu yang membuat seseorang berani menantang badai, atau begini : cinta adalah sesuatu yang membuat orang jadi terlihat berani sekaligus bodoh?”

“Terserah apa kau bilang,”

“Haha, dalam agama, menjalin cinta sebelum pernikahan saja sudah termasuk bodoh, tapi sudahlah. Ini hanya soal memformulasikan keimanan dalam hidup. Saya memang sinting, haha.”

“Ya, aku memang bodoh seperti kau bilang,”

“Saat kau mengatakan itu, ingin rasanya aku pergi jauh, membelah padang rumput lalu memainkan gitar dengan kesunyian yang dalam. Tidakkah kau menemukan dirimu dalam puisiku?”

“Ah, kau tahu? Kau sudah membuatku menangis pagi ini.”

“...”

15 September 2013

White Rose

Lagi sukkaaaaa banget sama bunga yang satu ini. Mawar putih. Warnanya yang lembut, buat suasana hati adem dan tenang. Sebenernya pengen majang buket bunga ini di meja kamar, tapi setangkai aja gak ada :(

Pengen rasanya ada seseorang yang ngasih setangkai aja, tapi mengharapkan sesuatu dari orang lain kan gak baik ya, hehe. Kalau kita bisa ngasih, kenapa harus berharap dikasih? Eh, malah gak nyambung gini. Kapan-kapan, nyari ah di toko bunga atau di rumah tetangga, siapa tau nemu, haha.
Cantik kan? :D

Anggun banget!

Wah.. pakai ini ah besok kalau jadi pengantin, haha

29 Agustus 2013

GALAU LAGI


Beberapa hari yang lalu, ponselku menerima sebuah pesan pendek berisi, yah... bisa dibilang sedikit curhat lah. Bahasannya tak jauh-jauh dari usia dan kegalauan hati. Kira-kira begini isi pesannya,

“Kenapa ya Lia, diriku seperti ada di tingkat kegalauan paling tinggi akhir-akhir ini, mikirin soal jodoh,”

Kubalas dengan tawa saja, lalu dia kembali membalasnya dengan,
“27 tahun, Li...”

Usiaku juga 27 tahun, malah sudah lewat beberapa bulan, hehe. Aku jadi berfikir setelah itu. Mungkin memang setiap orang pasti berbeda ujiannya. Ada yang diuji dengan kekayaan, apakah dia bersyukur atau tidak, ada yang diuji dengan kemiskinan, apakah dia masih beriman atau tidak, ada yang diuji dengan kepandaian, apakah dia akan mempergunakan kepandaian itu dengan semestinya, dan ada yang diuji dengan yang dibahas di atas tadi, terasa jauh jodohnya. Padahal, mungkin Allah sedang mencarikan pasangan yang sesuai dengan kita, yang benar-benar kita butuhkan dan bukan sekedar pasangan hidup saja.

Jadi ingat juga obrolan dengan beberapa teman yang lain,
“Kenapa ya, orang-orang yang keliatannya biasa-biasa aja, gak terlalu baik, gak diburu-buru, malah cepet dapat jodohnya. Lha yang sudah terasa siap, yang umurnya sudah di puncak 30-an, yang punya antrian adik untuk nikah juga, eh malah gak nikah-nikah.”

“Yah, kan kalau asal-asalan, dapat jodohnya juga asal.”

“Ya, bukannya aku menilai diriku sudah baik, tapi rasanya kok susah banget.”

“Ya, inget aja, wanita yang baik itu untuk laki-laki yang baik.”

“Ya, tapi memang lebih enak yang sekalian jomblo, jadi gak ada sindiran dobel. Kan bisa beralasan belum ada calon, gitu. Coba kalau yang sudah punya calon dan masih belum jelas kapan mau nikahnya, pasti banyak sindiran, nunggu apalagi?”

Aku tertawa saja. Betul juga. Lalu ada yang menambahkan,
“Ya, kayak gue, keliatan ada calon, sudah lama jalan, tapi gak nikah-nikah. Sering banget ditanya nunggu apa lagi? Rasanya pengen nangis. Sampai terlintas dalam pikiran gue, seandainya nikah itu Cuma butuh biaya satu juta.” Ramai, seru. Berbagai alasan yang mungkin gak bisa diterima orang lain, tapi memang begitulah yang sebenarnya.

Orang lain memang sering menyudutkan orang yang belum juga menikah, padahal mereka tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka juga tak tahu bagaimana perasaan orang yang mereka tanyai terus-menerus, apakah biasa-biasa saja, sakit, atau sampai tak ingin lagi menyapa. Mereka juga tak tahu bahwa sebenarnya doa-doa mereka yang belum menikah itu makin teruntai panjang setiap habis sholatnya, merajinkan diri untuk menitipkan permintaan lewat hujan yang datang. Mereka pun tak tahu bahwa setiap kali ditanya, mereka menyembunyikan air mata yang bisa saja tumpah setelah orang-orang itu pergi. Juga, mereka tak tahu bahwa alasan yang mereka dengar itulah alasan paling sebenarnya.

SAAT JENUH MELANDA


Dalam kejenuhan rutinitas harian, aku sering melarikan sedikit perhatianku pada foto-foto di masa lalu. Bagiku, foto-foto itu memiliki kekuatan sendiri untuk bisa melukis senyum kembali di wajahku. Foto-foto itu bisa membuatku mengingat masa-masa yang mungkin sudah tak bisa aku ulangi lagi, dan kalaupun terulang, tak akan sama lagi. Maka, menulis sambil melihat foto-foto itu adalah salah satu cara menyegarkan kembali fikiranku.


Ini foto waktu aku masih mengabdi di Palembang. Acara makan bersama anak-anak panti asuhan membuatku merasa sangat bersyukur masih bisa punya orang tua lengkap, rumah tempat berteduh, dan keluarga yang penuh perhatian.

Ini dua adik manis yang kalau kalau waktuna ngaji sering kebanyakan becanda. Pengennya cerita melulu. Kabar terakhir yang kudengar adalah si Puput (yang lebih besar) sudah mondok di salah satu pesantren di Palembang. Aku jadi terharu. Dulu, gayanya tomboy, jadi atlet lari cepat, ngomongnya ceplas-ceplos.


Ini kebersamaanku dengan teman-teman di Palembang. Kalau sudah sesi foto-foto, pasti semuanya berebut mau jadi artis yang nampang di depan kamera. Keinginan kami yang belum terwujud adalah lipsing bersama, haha.

Ini bersama teman-teman penulis yang sekarang sudah berpencaran keman-mana. Kalau liat foto-foto ini rasanya semangat untuk menulis berkobar lagi =D

17 Agustus 2013

Lebaran (telat poting, hehe)

Assalamualaikum...
Met lebaran semua :D sudah seminggu lebih dari tanggal 1 Syawal tapi belum sempat posting cerita lebaran kemarin. Entah ya, tahun ini rasanya kurang greget gitu dengan lebarannya. Mungkin karena bisa dibilang aku gak libur, pasalnya aku baru libur sehari sebelum lebaran dan seterusnya masuk kerja lagi. Masih alhamdulillah ketemu shift sore jadi pagi masih bisa ketemu sodara yang mampir ke rumah.

Cerita lebaran dimulai dari hari-hari sebelum lebaran, hehe. Biasa, buat kue kering selalu jadi ritual yang ditunggu-tunggu. Ada beberapa hal sih yang buat kami serumah sepakat untuk gak beli kue kering jadi. Pertama, masalah harga, pastinya kue kering yang enak harganya melambung tinggi. Kalau Cuma beli sekilo-dua kilo kayaknya gak cukup deh. Tau sendiri, rakyat banyak, hehe. Kedua, kayaknya gak seru banget kalau gak sibuk-sibuk buat kue (hehe, padahal mah rempongnya..).

Jadilah kami nyicil membuat kue kering ala kadarnya, benar-benar ala kadarnya karena keterbatasan SDM :D biar sedikit yang penting ada. Lihat nih beberapa hasilnya, cantik kan? =D

Dua hari sebelum lebaran, kami disibukkan oleh pengecatan rumah. Dari kemarin-kemarin sih niatnya gak mau ngecat, tapi lihat dinding penuh dengan coretan gak jelas ala anak-anak yang suka mainan pensil dan pena di dinding, alhasil Abah dan De Kiki lemburan deh sampai malam. Itupun ngecat seadanya aja, yang penting coretan di dinding bisa tertutup. Walaupun seadanya gitu, masih tetep aja bikin rumah kayak ditimpa pesawat. Berantakan luar biasa! Hadeh...

Sehari sebelum lebaran, aku yang sudah libur sibuk banget untuk nyiapin segala macam. Mulai dari beresan rumah bekas dicat, bantu masak sayur, dll. Eh, ditambah lagi adik laki-lakiku yang bungsu harus dikhitan karena ada sedikit masalah kalau dia mau pipis. Alhasil, tambah sibuk lagi deh nganter dede ke dokter. Lihat aja nih si dede abis dikhitan, kasian gak bisa lari-lari untuk ikut takbiran.

Malam lebaran ada lagi ritual yang entah kenapa biasa banget di rumahku. Tidur sampai larut! Bukan karena nonton tv lihat berita arus mudik, tapi karena pekerjaan banyak yang belum selesai, hiks! Tak apa, tangan bekerja, tapi lisan dan hati mengumandangkan takbir, beriringan dengan pawai takbir yang tiap tahun rutin diadakan di kampungku.

Tahun ini rasanya jauh lebih meriah daripada tahun-tahun sebelumnya. Pawai keliling kampung ramai oleh anak-anak dan orang tua yang bawa lampu stik warna-warni, plus miniatur masjid dari sterofom yang cantik banget! Sumpah, terharu deh liat pawai kelilingnya. Ini aku ambil gambarnya pas arakan itu lewat depan rumah. Susah banget, karena mereka bergerak terus sedangkan kameraku hanya kamera digital biasa yang operasinya manual semua, hehe.

Idul Fitri yang dinanti tiba juga. Pagi-pagi seisi rumah sudah sibuk mau ke masjid, sayang aku lagi kedatangan tamu bulanan jadi gak bisa ikut sholat. Alhasil, jadi penunggu rumah yang ketiban pekerjaan lebih, yaitu membereskan apa-apa yang belum selesai, kayak nyiapin gelaran karpet di ruang tengah yang lebar (biasanya ruangan ini rame banget sama ibu-ibu plus anak-anaknya, makanya sengaja gak dipasang kursi biar muat banyak, hehe). Trus, lanjut nyiapin ketupat beserta anak buahnya di meja makan, biar kalau mereka pulang bisa langsung sarapan dan cepat sungkem ke rumah mbah di sebelah sebelum para tetangga datang ke rumah.

Ooo

Ini suasana hari pertama di rumah. Pose wajib yang diambil di ruang tamu. Masih seperti tahun kemarin, ada pengurangan satu orang adikku, belum datang dari Belitang. Lalu pose-pose lain setelah para sepupu datang. Rame ya? =D

Idul fitri tahun ini bersamaan dengan hari lahir Abah yang ke 51 tahun. Gak sempet buat apa-apa, jadi Cuma buat brownis kukus yang dihias (lagi-lagi) alakadarnya. Buatnya aja sudah malam karena aku pulang kerja sore hari, ditambah beberesan dll. Hiasannya sederhana banget dengan warna krem plus coklat, sudah ngantuk mau buat model macam-macam.

Besok malamnya, kebetulan sodara-sodara pada mampir dan nginep, meramaikan malam hari lahir Abah. Seru, senang karena kumpul keluarga yang sangat jarang dilakukan. Tapi sayang, gak sempat ngadain sesi foto ramean karena para ponakan balita sudah rewel, antara ngantuk dan rebutan mainan.

Yah, pokoknya suasana lebaran memang bikin bahagia lahir batin deh. Semoga masih bisa ketemu Ramadhan dan Syawal tahun berikutnya, ya. Aamiin.