Setelah silaturahmi ke rumah saudara di hari pertama, sekaligus mencoba LRT dan Feeder LRT, hari kedua dan ketiga kami isi dengan wisata rohani dulu.
Sejujurnya, saya pengen banget ke Museum Alquran. Tapi sayangnya perjalanan terlalu jauh dan sepertinya tidak memungkinkan mengingat bawa rombongan random begini. Ditambah lagi, sebagian mereka sudah pernah kesana, jadi agak kurang berminat kembali.
Saya mengusulkan untuk mengunjungi Masjid Cheng Ho. Sementara Abah mengajak kami mengunjungi Kawah Tengkurep, komplek pemakaman Sultan Mahmud Badaruddin. Hayuk lah kita wisata rohani dulu di Palembang ini.
Masjid Raya Al Islam Muhammad Cheng Ho
Sudah lama sebenarnya saya penasaran dengan masjid yang satu ini. Setiap kali ada kata kunci wisata Palembang, pasti masjid ini ada di salah satu pilihannya. Setelah dicek, rupanya gak terlalu jauh juga dari tempat kami menginap. Dan untuk menuju kesana, kami memilih menggunakan ojek online.
Berada di tengah-tengah kompleks perumahan Jakabaring, tepatnya di 15 Ulu, Seberang Ulu 1 Palembang, masjid ini terlihat mencolok dengan gaya arsitektur dan warnanya. Mulai dari gapura masjid dengan bentuk pilar besar berwarna merah dan atap limas berwarna kuning, papan nama bertuliskan Masjid Cheng Ho lengkap dengan aksara Mandarinnya.
Gapura Masjid Cheng Ho Palembang |
Tak jauh dari gapura itu, terdapat dua buah prasasti berwarna hitam. Satu berbentuk persegi empat dengan tulisan berisi keterangan sejarah masjid ini dibangun. Satu lagi berbentuk limas segiempat. Di sampingnya lagi, terdapat bedug yang masih difungsikan dan ditabuh setiap kali waktu sholat datang.
Prasasti Masjid Cheng Ho |
Dari keterangan yang tertulis di prasasti itu, masjid ini dibangun atas prakarsa PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia pada tahun 2005 bertepatan dengan 600 tahun datangnya Kaisar Cheng Ho. Masjid ini diresmikan dan dipakai pertama kali pada tahun 2008.
Bangunan utama masjid didominasi warna pink dengan pilar-pilar berwarna merah, serta kubah berwarna hijau yang dihias dengan bulan dan bintang khas masjid pada umumnya. Di keempat sudutnya, terdapat atap limas berwarna hijau. Ada dua menara 5 tingkat di samping kanan kiri masjid yang lantai dasarnya difungsikan sebagai tempat wudhu.
Arsitektur Masjid Cheng Ho |
Masuk ke dalam masjid, gaya arsitektur Tionghoa masih melekat dengan adanya pintu bukaan tengah, tiang-tiang pancang, pagar pembatas lantai atas, serta warna yang dominan merah. Hawa sejuk langsung terasa karena kubah masjid yang besar serta pendingin ruangan serta kipas angin yang memadai. Karpet di dalam masjid juga tebal sehingga terasa nyaman.
Bagian Dalam Masjid Cheng Ho Palembang |
Karena memang masjid ini tidak berada di kawasan 'tempat wisata', jadi tidak ada lapak makanan atau minuman di sekitar sini. Nah, saat kami berkunjung waktu itu, ada satu gerobak es dugan yang mangkal dekat masjid. Lumayan lah untuk mengobati haus saat terik dan panas.
Baca juga : Review OYO Syariah Al Furqon Palembang
Kawah Tengkurep, Makam Sultan Mahmud Badaruddin I
Pertama kali dengar kawah tengkurep, saya kira ini beneran kawah. Rupanya ini sebutan untuk komplek pemakaman Sultan Mahmud Badaruddin I beserta para istri, guru, serta para abdi dalemnya. Berlokasi di 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, pemakaman ini tampak teduh dengan rimbunnya pepohonan dan tumbuhan yang ada disana.
Plang nama dari pintu depan |
Tidak ada penjaga seorang pun di pintu gerbang depan. Kami terus berjalan melewati deretan makam yang bentuk nisannya berbeda-beda, ada yang seperti nisan modern pada umumnya, ada pula yang bentuk nisannya hanya kayu berukir seperti nisan pada zaman kerajaan. Saya kurang paham apakah makam disini sudah bercampur dengan makam masyarakat umum atau masih makam khusus kerajaan.
Agak naik ke atas, barulah berdiri beberapa bangunan berpagar tinggi. Sebelum pintu masuk, ada papan keterangan bertuliskan silsilah sultan, lengkap dengan lokasi pemakamannya. Jadi, tidak semua sultan dari Kesultanan Palembang ini dimakamkan disini, tapi juga ada beberapa yang dimakamkan tempat lain, bahkan diluar Palembang, yaitu di Ternate dan Menado.
Pemakaman Sultan Mahmud Badaruddin |
Saat tiba disana, tempat ini cukup sepi. Hanya ada seorang laki-laki paruh baya, mungkin juri kunci, sedang menyapu dan merapikan tanaman disana. Ia mempersilakan kami menuju bangunan inti, berbentuk persegi empat dengan ada kubah di atasnya. Disinilah makam Sultan Mahmud Badaruddin beserta keempat istrinya. Kami singgah sebentar untuk mengirim doa dan Alfatihah untuk beliau-beliau ini.
Bangunan serupa juga ada di sebelahnya, yaitu makam Sultan Ahmad Najamuddin Adikusumo beserta istri dan guru besarnya, serta makam Pangeran Ratu Kamuk Raden Zailani beserta istri dan guru besarnya pula. Di pelataran luar bangunan-bangunan ini, banyak juga deretan makam dengan nisan kayu tanpa nama. Mungkin ini makam para pengikut serta abdi dalemnya.
Makam Sultan Mahmud Badaruddin |
Salah satu poin yang sepertinya bisa lebih dibenahi adalah sarana dan prasarana pendukung di komplek pemakaman ini. Juga kerapihan areal di sekitar bangunan inti. Jadi pengunjung juga bisa lebih nyaman saat berziarah kesini.
Setelah berwisata rohani, kami lanjutkan perjalanan ke arah pasar 16 Ilir. Pengen cobain pempek tumpah. Pempek bermacam jenis yang dijual di emperan dengan harga murah, hanya Rp 1.000,-/potongnya. Makannya juga duduk tepat di depan penjualnya, jadi pembeli bebas pilih dan makan sesuai selera.
Jembatan Ampera |
Tapi pas sampai sana, sepertinya tidak memungkinkan untuk makan di tempat. Apalagi saya yang bawa bayi haha. Padahal sepertinya enak ya. Pengen dapet suasananya sih sebenernya. Jadi beli dan bawa pulang aja deh biar gak penasaran.
Baca juga : Mencoba LRT dan Feeder LRT Palembang
Sambil jalan pulang, ambil spot foto dulu di lokasi paling ikonik, Jembatan Ampera. Sayangnya suasanan sudah gak kondusif, sudah capek, panas, dan agak was was sih karena di pinggir jalan banget tuh. Jadi ya sedapetnya aja deh.
Masih ada cerita lainnya, tapi di postingan selanjutnya aja ya.