07 Desember 2024

Wisata Rohani Di Palembang, Jalan Tipis ke Palembang Bagian 2

Setelah silaturahmi ke rumah saudara di hari pertama, sekaligus mencoba LRT dan Feeder LRT, hari kedua dan ketiga kami isi dengan wisata rohani dulu.

Sejujurnya, saya pengen banget ke Museum Alquran. Tapi sayangnya perjalanan terlalu jauh dan sepertinya tidak memungkinkan mengingat bawa rombongan random begini. Ditambah lagi, sebagian mereka sudah pernah kesana, jadi agak kurang berminat kembali.

Wisata Rohani Palembang

Saya mengusulkan untuk mengunjungi Masjid Cheng Ho. Sementara Abah mengajak kami mengunjungi Kawah Tengkurep, komplek pemakaman Sultan Mahmud Badaruddin. Hayuk lah kita wisata rohani dulu di Palembang ini.

Masjid Raya Al Islam Muhammad Cheng Ho


Sudah lama sebenarnya saya penasaran dengan masjid yang satu ini. Setiap kali ada kata kunci wisata Palembang, pasti masjid ini ada di salah satu pilihannya. Setelah dicek, rupanya gak terlalu jauh juga dari tempat kami menginap. Dan untuk menuju kesana, kami memilih menggunakan ojek online.

Berada di tengah-tengah kompleks perumahan Jakabaring, tepatnya di 15 Ulu, Seberang Ulu 1 Palembang, masjid ini terlihat mencolok dengan gaya arsitektur dan warnanya. Mulai dari gapura masjid dengan bentuk pilar besar berwarna merah dan atap limas berwarna kuning, papan nama bertuliskan Masjid Cheng Ho lengkap dengan aksara Mandarinnya.


Masjid Cheng Ho Palembang
Gapura Masjid Cheng Ho Palembang

Tak jauh dari gapura itu, terdapat dua buah prasasti berwarna hitam. Satu berbentuk persegi empat dengan tulisan berisi keterangan sejarah masjid ini dibangun. Satu lagi berbentuk limas segiempat. Di sampingnya lagi, terdapat bedug yang masih difungsikan dan ditabuh setiap kali waktu sholat datang.

Prasasti Masjid Cheng Ho
Prasasti Masjid Cheng Ho

Dari keterangan yang tertulis di prasasti itu, masjid ini dibangun atas prakarsa PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia pada tahun 2005 bertepatan dengan 600 tahun datangnya Kaisar Cheng Ho. Masjid ini diresmikan dan dipakai pertama kali pada tahun 2008.

Bangunan utama masjid didominasi warna pink dengan pilar-pilar berwarna merah, serta kubah berwarna hijau yang dihias dengan bulan dan bintang khas masjid pada umumnya. Di keempat sudutnya, terdapat atap limas berwarna hijau. Ada dua menara 5 tingkat di samping kanan kiri masjid yang lantai dasarnya difungsikan sebagai tempat wudhu.

Arsitektur Masjid Cheng Ho
Arsitektur Masjid Cheng Ho

Masuk ke dalam masjid, gaya arsitektur Tionghoa masih melekat dengan adanya pintu bukaan tengah, tiang-tiang pancang, pagar pembatas lantai atas, serta warna yang dominan merah. Hawa sejuk langsung terasa karena kubah masjid yang besar serta pendingin ruangan serta kipas angin yang memadai. Karpet di dalam masjid juga tebal sehingga terasa nyaman.

Masjid Cheng Ho Palembang
Bagian Dalam Masjid Cheng Ho Palembang

Karena memang masjid ini tidak berada di kawasan 'tempat wisata', jadi tidak ada lapak makanan atau minuman di sekitar sini. Nah, saat kami berkunjung waktu itu, ada satu gerobak es dugan yang mangkal dekat masjid. Lumayan lah untuk mengobati haus saat terik dan panas.


Kawah Tengkurep, Makam Sultan Mahmud Badaruddin I


Pertama kali dengar kawah tengkurep, saya kira ini beneran kawah. Rupanya ini sebutan untuk komplek pemakaman Sultan Mahmud Badaruddin I beserta para istri, guru, serta para abdi dalemnya. Berlokasi di 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, pemakaman ini tampak teduh dengan rimbunnya pepohonan dan tumbuhan yang ada disana.

Kawah Tengkurep
Plang nama dari pintu depan

Tidak ada penjaga seorang pun di pintu gerbang depan. Kami terus berjalan melewati deretan makam yang bentuk nisannya berbeda-beda, ada yang seperti nisan modern pada umumnya, ada pula yang bentuk nisannya hanya kayu berukir seperti nisan pada zaman kerajaan. Saya kurang paham apakah makam disini sudah bercampur dengan makam masyarakat umum atau masih makam khusus kerajaan.

Agak naik ke atas, barulah berdiri beberapa bangunan berpagar tinggi. Sebelum pintu masuk, ada papan keterangan bertuliskan silsilah sultan, lengkap dengan lokasi pemakamannya. Jadi, tidak semua sultan dari Kesultanan Palembang ini dimakamkan disini, tapi juga ada beberapa yang dimakamkan tempat lain, bahkan diluar Palembang, yaitu di Ternate dan Menado.

Pemakaman Sultan Mahmud Badaruddin
Pemakaman Sultan Mahmud Badaruddin

Saat tiba disana, tempat ini cukup sepi. Hanya ada seorang laki-laki paruh baya, mungkin juri kunci, sedang menyapu dan merapikan tanaman disana. Ia mempersilakan kami menuju bangunan inti, berbentuk persegi empat dengan ada kubah di atasnya. Disinilah makam Sultan Mahmud Badaruddin beserta keempat istrinya. Kami singgah sebentar untuk mengirim doa dan Alfatihah untuk beliau-beliau ini.

Bangunan serupa juga ada di sebelahnya, yaitu makam Sultan Ahmad Najamuddin Adikusumo beserta istri dan guru besarnya, serta makam Pangeran Ratu Kamuk Raden Zailani beserta istri dan guru besarnya pula. Di pelataran luar bangunan-bangunan ini, banyak juga deretan makam dengan nisan kayu tanpa nama. Mungkin ini makam para pengikut serta abdi dalemnya.

Makam Sultan Mahmud Badaruddin
Makam Sultan Mahmud Badaruddin

Salah satu poin yang sepertinya bisa lebih dibenahi adalah sarana dan prasarana pendukung di komplek pemakaman ini. Juga kerapihan areal di sekitar bangunan inti. Jadi pengunjung juga bisa lebih nyaman saat berziarah kesini.

Setelah berwisata rohani, kami lanjutkan perjalanan ke arah pasar 16 Ilir. Pengen cobain pempek tumpah. Pempek bermacam jenis yang dijual di emperan dengan harga murah, hanya Rp 1.000,-/potongnya. Makannya juga duduk tepat di depan penjualnya, jadi pembeli bebas pilih dan makan sesuai selera.

Jembatan Ampera
Jembatan Ampera

Tapi pas sampai sana, sepertinya tidak memungkinkan untuk makan di tempat. Apalagi saya yang bawa bayi haha. Padahal sepertinya enak ya. Pengen dapet suasananya sih sebenernya. Jadi beli dan bawa pulang aja deh biar gak penasaran.


Sambil jalan pulang, ambil spot foto dulu di lokasi paling ikonik, Jembatan Ampera. Sayangnya suasanan sudah gak kondusif, sudah capek, panas, dan agak was was sih karena di pinggir jalan banget tuh. Jadi ya sedapetnya aja deh.

Masih ada cerita lainnya, tapi di postingan selanjutnya aja ya.

24 Oktober 2024

Mencoba LRT dan Feeder LRT, Jalan Tipis ke Palembang Bagian 1

Yeay!!
Akhirnya kesampaian juga jalan-jalan ke Palembang lagi setelah beberapa tahun mendem pengen kesana. Tadinya, iseng ngajak ibu ke Palembang, eh malah jadi banyak yang ikut haha. Niatnya pas liburan sekolah beberapa bulan yang lalu, tapi gak kebagian tiket kereta, jadilah cari hari libur lagi yang nyempil sehari pas maulid nabi kemarin.

Stasiun KA Tanjungkarang

Sengaja pilih kereta api karena memang harga tiketnya murah, sekalian biar Wafa lihat dan merasakan langsung naik kereta. Tambahan juga biar ibuknya sedikit nostalgia waktu dulu sempat kerja di Palembang dan setiap pulang naik kereta. Tapi, kereta api sekarang sudah jauh lebih baik. 

Area tunggu penumpang sebelum masuk kereta juga nyaman. Ada pojok baca dan area bermain anak serta tak lupa spot foto untuk yang hobi mendokumentasikan kenangan.

Ruang tunggu stasiun
Playground di stasiun KA Tanjungkarang

Meski kereta kelas ekonomi yang harganya hanya Rp 35.000,- per tiket, gerbong sudah full AC, bersih, ada steker listrik di setiap kursi, jendela kaca lebar sehingga leluasa melihat luar, kamar mandi gak jorok-jorok amat, serta bebas dari asap rokok dan pedagang asongan. 

Sayangnya saya gak sempat fotokan kondisi dalam gerbong kereta. Agak crowded pagi itu, berburu nyuapi Wafa sarapan dan yah begitulah. Ingatnya pas kereta sudah penuh dan sudah di tengah perjalanan. Ya, gak enak lagi deh mau foto.

Lama perjalanan dari stasiun Tanjungkarang ke stasiun Kertapati sekitar 9 jam. Lumayan lama karena memang di setiap stasiun, kereta berhenti untuk naik turun penumpang dan berpapasan dengan kereta babaranjang.

Gerbong KA Palembang
Tempat duduk di dalam kereta

Bersyukur banget karena sepanjang perjalanan, Wafa gak rewel dan sangat minim drama. Makan dan tidur juga masih aman karena saya pesankan kursi juga. Sebenarnya untuk anak usia di bawah 3 tahun, masih gratis tapi tidak dapat kursi. Dengan pertimbangan kenyamanan, saya pesankan 1 kursi untuk Wafa. Dan benar saja, pas wafa tidur, dia bisa selonjoran santai. Ibuknya pun bisa agak santai sebentar.

Baca juga : Palembang Again

OOO

Hari pertama di Palembang, kami isi dengan berkunjung ke rumah saudara yang jarang sekali bertemu kalau gak lebaran atau ada acara tertentu. 

Jaraknya lumayan jauh, tapi bisa ditempuh dengan angkutan umum dan LRT. Wah kebetulan banget kan. Saya belum pernah naik LRT Palembang dan seperti gayung bersambut, ada kesempatan untuk mencobanya.

Loket LRT Palembang
Loket LRT Palembang

Kami naik dari stasiun LRT Jembatan Ampera dengan tujuan stasiun LRT Asrama Haji. Harga tiketnya hanya Rp 5.000,-/orang dan dapat dibeli langsung di loket stasiun. Saat itu, stasiun gak terlalu ramai dan penumpang yang menunggu disana juga gak banyak. Katanya sih kalau hari kerja, bisa bejubel.

Kami menunggu sekitar 15 menit sampai LRT tiba di stasiun Jembatan Ampera. Penumpang tak penuh sesak, tapi juga kami sempat berdiri karena gak ada kursi kosong. Ada sih sebenarnya, tapi diisi oleh anak kecil dan ibu-ibu yang duduknya miring sambil makan cemilan. Beeuuh, santai kek di angkutan pribadi, wkwk.

Agak gimana gitu ya, di angkutan umum tapi gak bisa peka oleh keadaan. Padahal itu kursi masih bisa diisi oleh 2 orang lagi. Tapi ya sudahlah. Hitung-hitung saya menikmati pemandangan dulu sambil berdiri sampai ada penumpang yang turun dan kami bisa dapat kursi.

Gerbong LRT Palembang

Di setiap stasiun, LRT berhenti untuk naik turun penumpang. Total kami melewati 7 stasiun sampai akhirnya tiba di stasiun Asrama Haji. Dari sini, kami melanjutkan perjalanan menggunakan feeder LRT gratis yang saat itu sudah banyak menunggu penumpang.

Feeder LRT ini seperti angkot tapi dengan mobil yang ukurannya lebih kecil. Jadi hanya muat sekitar 8 orang saja. Mobilnya nyaman karena dilengkapi dengan AC, bersih, dan gak ugal-ugalan. Sopir juga memakai tanda pengenal dan cukup ramah.

Feeder LRT Palembang
Feeder LRT di stasiun Asrama Haji Palembang

Untuk ketersediaannya, yang saya baca dari beberapa sumber, saat ini sudah ada 7 rute yang dilalui feeder ini dan kesemuanya gratis tanpa dipungut biaya apapun. Nah, feeder ini juga berhenti di setiap halte meski tidak ada penumpang yang akan naik atau turun. Saya kurang paham sih apakah memang SOP-nya begitu ya?

Saya jadi berandai-andai, coba di tempat saya tinggal ada transportasi umum seperti ini. Nyaman, harga terjangkau, bisa menjangkau hingga rute yang jauh, dan bebas macet. 

Perjalanan kami berakhir di sekitar jam 20.00 malam. Saya menyempatkan diri untuk mencicipi mi celor di kedai depan gang rumah tempat kami bermalam. Tapi rasanya agak kurang sesuai dengan ekspektasi saya, atau saya yang sudah lupa dengan rasa mi celor yang dulu pernah singgah di lidah saya. Entahlah.

Masih ada lanjutan cerita di hari berikutnya. Next post aja ya. See you!

Bonus:
Akhirnya ketemu juga dengan teman lama sewaktu dulu masih kerja bareng di Palembang. Inginnya sih bisa ketemu lebih banyak teman lama, tapi mungkin belum jodohnya ya. Ada yang sibuk, lokasinya terlalu jauh, dan waktunya tidak memungkinkan. Semoga lain waktu bisa bertemu deh.

Teman lama
Teman lama di Palembang

23 Oktober 2024

Review Buku Anak "Aku dan Tubuhku"

Semenjak Wafa lahir, prioritas buku saya jadi teralih ke buku anak-anak. Jujurnya, dulu saya gak begitu paham dengan macam-macam buku anak ini. Tapi seiring saya membersamai Wafa, segala iklan, rekomendasi tayangan dan sebagainya yang berseliweran di beranda sosmed saya isinya kebanyakan buku dan baju anak, haha.

Wafa juga suka kalau dibacakan buku, apalagi kalau temanya dekat dengan keseharian atau tokoh-tokohnya mudah diingat. Jadilah si ibu ini makin pengen beliin banyak buku untuk dia. Tapi untuk fasenya dia sekarang, kudu pinter milih dari segi bahan, tema, dan ilustrasinya. 

Buku Aku dan Tubuhku
Buku Aku dan Tubuhku

Kali ini, saya mau sedikit kupas salah satu buku yang Wafa punya. Judulnya, Aku dan Tubuhku.

Judul           : Aku dan Tubuhku
Penulis        : Beby Haryanti Dewi
Halaman     : 20 halaman
Cover          : Hard cover
Penerbit       : Pelangi Mizan

Buku ini mengusung tema kemandirian dan sesuai dengan judulnya, berisi tentang pengenalan nama-nama anggota tubuh serta fungsinya. Halaman pertama diawali dengan pengenalan empat orang anak dengan fisik dan karakter yang berbeda. Dua orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan.

Kata sapaan pertama juga mudah sekali diingat,

"Halo! Ini aku." Saya membacakannya sambil melambaikan tangan dan tersenyum. Eh, Wafa jadi ikutan setiap kali membuka buku ini.

Buku Aku dan Tubuhku
Halaman pertama

Di halaman selanjutnya barulah dirinci apa saja anggota tubuh yang dipunyai serta fungsinya masing-masing. Tentunya tetap dengan kalimat singkat dan mudah dipahami. Misalnya, mata bisa mengerling dan bisa digunakan untuk melihat kucing. Tangan bisa bertepuk dan menari mengikuti irama. Begitu juga dengan anggota tubuh lainnya.

Di halaman akhir, ada 'evaluasi' untuk si kecil berupa pertanyaan untuk menyebutkan anggota tubuh dari potongan gambar yang ada. Nah, karena Wafa belum bisa bicara, maka dia hanya bisa menunjukkan anggota tubuhnya. Misal gambar kaki, maka dia akan tunjukkan kakinya.

Secara fisik, buku ini berbahan karton tebal (boardbook), mengkilap baik sampul maupun isinya, dan dengan pinggiran buku tumpul. Ini sudah cocok banget untuk usia Wafa yang kalau baca buku tuh suka bolak balik secara barbar. Bahan buku yang tebal gak mudah sobek, gak mudah terlipat, jadi bisa awet. 

Dengan ukuran 17cm x 17cm, menurut saya buku ini sudah pas dibaca. Gak kebesaran atau gak kekecilan. Ilustrasinya juga besar, warna cerah dan kontras, serta fokus pada temanya. Bagi saya, ini lumayan penting karena tingkat perhatian bayi kan mudah terdistraksi ya kalau terlalu banyak gambar dalam satu halaman.

Buku Aku dan Tubuhku
Gambar yang gerakannya bisa diikuti anak

Secara pribadi, saat saya bacakan buku ini untuk Wafa, dia langsung tertarik karena memang sebelumnya saya sudah sering menyebutkan nama anggota tubuh sambil bermain dan bernyanyi. Oh iya, pertama kali saya bacakan buku ini saat Wafa berusia 12 bulan.

Beberapa kali dibacakan buku ini, Wafa sudah bisa menirukan adegan yang ada di buku hanya dari melihat gambarnya. Misalnya, menendang bola pada pengenalan kaki, dan bertepuk tangan pada pengenalan tangan. Percayalah, di momen seperti ini, semua ibu pasti akan senang dengan detail perkembangan anaknya.

Secara umum, saya menilai buku ini rekomen banget untuk yang ingin mengenalkan anggota tubuh pada si kecil. Banyak yang bisa distimulasi hanya dari membacakan buku ini pada si kecil. 


Tips membacakan buku untuk bayi :

  • Sebelum membaca buku, perlihatkan buku dengan ekspresi yang membuatnya penasaran. Misalnya sambil bilang 'Waahh buku apa ini? Ada gambar pelangi, bintang, eh ini ada siapa ya? (kalau ada gambar tokoh, bisa sebutkan nama si bayi atau saudaranya). Metode ini sangat efektif untuk Wafa.
  • Bacakan kalimat dalam buku dengan se-ekspresif mungkin dan gerakan tubuh yang sesuai. Misalnya, 'Halo' dengan lambaian tangan sambil tersenyum. Kalau ada tokoh, coba sebutkan juga ciri-cirinya. Misalnya pakai baju warna apa, bergambar apa sambil tunjukkan objeknya. 
  • Ceritakan gambarnya, bukan bacakan kalimatnya secara saklek. Di buku ini, kalimatnya sangat singkat dan sedikit karena memang buku anak ya seperti itu. Tapi, saya pribadi akan menambahkan detail dari gambar yang ada. Misalnya, ketika pengenalan mata yang ada gambar seekor kucing, saya akan tambahkan suara kucing. Wafa sendiri, akan langsung menunjuk boneka kucingnya ketika dia melihat gambar kucing di buku ini.
Buku Aku dan Tubuhku
Saya menunjukkan jalannya suara dari mulut ke telinga
  • Membacakan buku sambil menunjuk objeknya. Misalnya, di buku ada pengenalan telinga yang digambarkan dengan si tokoh senang mendengar temannya bernyanyi. Maka saya akan menunjukkan alur suara itu sampai ke telinga si tokoh. Wafa juga akan langsung memegang telinganya sendiri.
  • Tunjukkan gerakan yang ada dalam cerita di buku. Bagi saya ini penting sekali ya. Tujuannya supaya si kecil bisa lebih mengerti apa yang dibahas dan bisa mengekspresikan berbagai keadaan. Senang, sedih, takut, kaget, dan lainnya. 
Buku Aku dan Tubuhku
Wafa yang menirukan tepuk tangan

Oke, siap membacakan buku ini untuk si kecil? Selamat menyaksikan tumbuh kembang yang menyenangkan hati dan pikiran ya bund!