Yeeaayy
ini bagian ke 2 dari beberapa bagian yang nanti insyaallah akan diposting juga
di blog ini.
Selepas
subuh, kami berangkat dari Bandar Lampung. Alhamdulillah perjalanan lancar,
mungkin karena arah kami ke pulau Jawa ya, jadi saat liburan pun malah terasa
sepi. Kapal laut pun terasa milik sendiri karena saking sepinya hehe.
Perjalanan
menuju Kuningan, lebih tepatnya ke desa Trijaya sempat diwarnai oleh keponakan
yang nangis karena takut gelap, hehe. Memang gelap sih, karena cuaca juga agak
gerimis dan hari sudah beranjak malam saat melewati hutan pinus dan danau (saya
lupa danau apa namanya). Kata ibu mertua saya yang dulu tinggal disini, dulu
ambil air untuk kebutuhan mandi disana. Padahal, jarak dari danau ke rumah
lumayan jauh.
Tujuan
kami ke rumah Bibi, adik ibu mertua saya. Sampai di rumah Bibi sudah lewat
Maghrib. Kami menginap disana dengan rencananya sampai 2 malam. Disana, saya
baru kenal dengan saudara dari ibu beserta anak-anak dan cucunya, yang berarti
mereka juga baru tahu dengan saya. Saat itu, keadaan Bibi memang tidak terlalu
sehat. Bahkan kami merasa ikut sedih ketika tahu bahwa Bibi sudah mulai pelupa.
|
wajah lusuh baru sampai di rumah Bibi |
Next,
pagi hari yang masih dingin, kami ke tempat wisata hutan pinus. Jalan kaki saja
karena memang jaraknya gak terlalu jauh. Saya juga baru tahu ternyata disini
ada Desa Wisata Sigadung. Saya lupa nama taman wisatanya apa, yang jelas
didominasi oleh pohon pinus. Karena kami kesana masih pagi, mungkin masih
sekitar pukul 07.00, jadi belum ada penjaga di pintu masuknya. Gratis deh,
hehe.
Karena
masih pagi dan berada di hutan yang masih terjaga, jadi udara yang terhirup rasanya
segaaarr sekali. Bisa bersihin paru-paru ini mah. Juga, tempat ini
instagramable banget dengan adanya jembatan kayu di pohon-pohon sementara
pemandangan di bawahnya hutan pinus dan jurang. Coba foto disana, agak
takut-takut tapi kalau gak foto bakal nyesel dan penasaran haha.
|
Tempat ini tinggi lho, takut juga kalau lihat ke bawah |
|
Di tengah hutan pinus |
Di
area luar taman ini terdapat lapangan dan Monumen Perjuangan Brimob. Dari
cerita ibu mertua saya, monumen ini didirikan untuk memperingati adanya
pernyerangan dari DI/TII terhadap pasukan Brimob yang menewaskan sepuluh orang
dari pasukan Brimob. Saya mendengar cerita ibu saya itu sambil mengamati
monumen yang berdiri menjulang itu. Ternyata ceritanya sama dengan apa yang
tertulis di bawah monumen itu. Sejarawati yang baik Ibu saya, hehe.
|
Tulisan di bagian bawah monumen |
|
Berpose ramean B-) |
Oh
iya, dari tempat ini juga kita bisa melihat pemandangan gunung Ciremai. Tapi
karena saat itu masih pagi dan berkabut, gunung yang tinggi puncaknya sekitar
3.000 meter itu jadi samar-samar dan serupa bayangan.
|
Kelihatan tidak gunungnya? :-D |
Kami
beranjak ke rumah dan siap-siap mau gooo lagi. Kalau yang ini harus pakai
kendaraan karena jaraknya lumayan jauh. Kami ke Museum Linggarjati. Yuhuuu
tempat wisata favorit saya ini, bisa membuka kembali lembaran sejarah lewat
benda-benda yang ada. Yuk!
Sampai di museum, rupanya mata saya tidak hanya menangkap
bangunan tua yang bersejarah saja, tetapi juga menangkap halaman luas yang
ditumbuhi rerumputan hijau yang menyegarkan mata. Kami masuk museum dengan
membayar tiket masuk terlebih dahulu (saya lupa harga tiket masuknya).
Menariknya, ada pemandu yang dengan senang hati menjelaskan apa yang ada di
museum, juga bagaimana sejarahnya gedung ini.
Jadi, awalnya gedung ini hanyalah rumah sederhana milik seorang perempuan bernama Jasitem. Kemudian rumah ini dijual kepada seorang Belanda bernama Van Oos Dome yang kemudian dijadikan tempat tinggal bagi keluarganya. Saya tidak kepikiran untuk ambil foto lukisannya yang terpampang di salah satu dinding kamar. Sejak itu, beberapa kali gedung ini berubah fungsi dan kepemilikan. Dari yang difungsikan sebagai hotel hingga sempat juga bangunan ini dijadikan Sekolah Dasar Negeri Linggarjati. Sampai akhirnya dialihfungsikan oleh pemerintah menjadi museum bersejarah.
|
Ruang perundingan lengkap dengan meja dan kursi |
|
Diorama suasana saat perundingan berlangsung |
Dari pintu masuk, ruangan pertama yang dilihat adalah ruang
pertemuan tempat diadakannya perundingana Linggarjati. Ada miniatur ruangan
beserta kursi dan para peserta. Masuk ke dalam dari ruangan ini, terdapat
jejeran kamar yang digunakan oleh utusan baik dari Indonesia maupun dari
Belanda. Kamarnya sederhana tapi rapi dengan gorden putih untuk menghalau
silaunya matahari.
|
Salah satu kamar |
Di jejeran kamar paling ujung, rupanya ada pintu keluar
lewat depan. Jendela kayu yang lebar membuat saya terinspirasi untuk berpose
ala-ala, hehe.
|
^_^ |
Saya melewati koridor kamar kembali untuk menyusuri ruangan
yang ada di belakang. Ada ruang makan dan dapur kecil disana. Tapi memang agak
serem sih karena tidak ada jendela dan ruangan ini ada di pojokan, jadi
kesannya dingin dan gelap. Di sampingnya, terdapat satu ruang duduk dengan
beberapa kursi yang dulu digunakan sebagai ruang pertemuan pribadi antara
Presiden Soekarno dengan mediator perjanjian dari Inggris. Di belakang ruangan
ini, masih ada satu kamar yang berbeda dengan jejeran kamar depan tadi. Rupanya
ini kamar sang mediator. Kamar ini dilengkapi kamar mandi di dalam dengan bak
mandi sangat besar terbuat dari bata dan semen.
|
Ruang makan (di cermin ada penampakan, hehe) |
|
Ruang pertemuan antara Presiden Soekarno dengan Mediator Lord Killearn |
Kami keluar dari pintu belakang dan berjalan melalui
teritisan sampai ke depan jendela besar tadi. Dari sana, terlihat halaman luas
nan hijau yang ditata apik dan sejuk. Untuk kesana, kami harus melewati deretan
anak tangga yang lumayan panjang karena kontur tanahnya seperti gunung. Di
halaman itu, terdapat batu yang bertuliskan isi pokok perundingan Linggarjati beserta patung orang yang bersalaman.
|
Halaman luas yang hijau menyegarkan mata |
|
Mau ambil foto ini, antrinya lamaaaa |
Keluar kawasan museum, tepatnya di seberang pintu masuk gedung, terdapat lapangan yang digunakan sebagai tempat parkir. Di sekitarnya, banyak penjaja makanan, suvenir dan oleh-oleh khas Kuningan. Mata saya tertuju pada penjual tahu gejrot dengan gerobak kecilnya di samping pintu parkir. Sebenarnya di Lampung juga ada sih yang jual tahu gejrot, tapi rupanya rasanya berbeda. Disini lebih segar dan gurih menurut saya. Plus, pedasnya luar biasa, padahal saya hanya minta tiga buah cabe saja.
|
1porsi yang dimakan berdua dengan suami |
|
Ini penampakan mamang tahu gejrot, plus penyerbu yang cuma beli 1 porsi wkwk |
Dari Museum Linggarjati, kami lanjutkan perjalanan lagi ke Ghiffari Valley. Sebenarnya ini tempat makan, tapi asiknya disini ada kolam pemancingan, terapi ikan, kolam renang, dan area taman yang asri seperti pemandangan di desa-desa. Saya penasaran dengan terapi ikan yang banyak diminati oleh pengunjung disana. Suami coba duluan dan responnya ngakak melulu karena kegelian, hehe. Untuk mengobati rasa penasaran, saya juga coba di satu kaki dulu aja. Dan.. benar! Geli dikerubuti ikan kecil-kecil itu, haha.
|
Ikannya nyerbu kaki tuh |
|
Ada penangkaran love bird juga, cantiiikkk!! |
jhjhg
|
Ehem, anak lanang sama mamaknya :D |
Keluar dari tempat ini, kami niatnya cari tempat wisata lain yang sekaligus bisa untuk makan pop mie (perbekalannya lengkap, dari nesting, kompor, sampai kopi instan dan pop mie, hehe). Kami coba ke Palutungan dan Curug Putri. Tapi rupanya keadaannya tidak memungkinkan karena saking banyaknya pengunjung. Jadi kami keluar lagi dan cari tempat lain.
Jaman now kalau mau cari tempat apapun pakai google map. Nah, kami pun begitu. Kami cari tempat makan di sekitar lokasi dan muncul Pujasera Taman Kota. Dalam bayangan kami, pujasera pastilah ramai dengan banyak variasi menu makanan. Tapi setelah muter kesana kemari, kenyataan tak seindah bayangan. Pujaseranya hanya ada gerobak-gerobak kecil yang menjual seblak, lontong sayur dan cilok. Putar balik deh, haha. Dan akhirnya kami menemukan tempat makan murah meriah di salah satu jalan.
Oke, ini jalan-jalan hari pertama di Kuningan. Masih panjang cerita perjalanannya, tapi disambung besok lagi ya. See you next time! :-*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar