23 Januari 2016

BUKAN PEREMPUAN KADALUARSA

Tulisan ini sebenarnya hanya tulisan iseng saja untuk mengisi waktu sembari menunggu si mamas jemput aku. Gak sengaja liat benda kecil yang melingkar di jari manis tangan kanan. Cukup lama memandangnya (saaaahhhh :D ) dan akhirnya kepikiran nulis ini.

Benda yang melingkar itu adalah sebuah cincin emas. Sebuah mahar yang diberikan oleh suami tercinta saat ia selesai mengucap ijab qabul pernikahan. Waktu itu, entah kenapa agak susah dimasukin ke jari manisku, padahal pas beli waktu itu sudah dicoba dan pas banget. Apa karena aku gemukan atau karena grogi masangin cincin di depan banyak orang hehe.

Bentuk cincinnya biasa aja, polos dengan sedikit garis legok di pinggirnya. Sederhana, seperti kebanyakan cincin kawin pada umumnya. Tapi nilainya tak bisa diganti dengan apapun. Kalau lihat jari manis tangan kanan yang ada cincin begini, rasanya nyess banget. Sudah punya suami! Hehe.

Sederhana tapi penuh makna






















Dan...
Begitu juga dengan tiga orang temanku. Inilah inti yang akan aku ceritakan disini (prolognya panjang banget ya, haha).

Kami berempat. Entah bagaimana kami dipertemukan disini, di tempat kerja yang sampai saat ini masih mempertahankan aku. Pertama kali diterima di tempat ini, kami adalah perempuan dengan usia antara 24-29 tahun, belum menikah. Dan, yang lebih mengejutkan aku adalah kami seorang kakak perempuan yang sama-sama dilangkahi adik menikah. Ya, dari empat orang, hanya seorang dari kami saja yang tidak dilangkahi menikah oleh adik karena memang dia anak bungsu.  Jadi, kami merasa senasib seperjuangan (halah, lebay hehe).

Ini kami berempat sebelum menikah
































Hari-hari kami lalui seperti pada umumnya. Menjadi teman sekaligus sahabat. Kalau lagi ada yang ulang tahun, kami sama-sama minta traktir makan. Kalau sedang libur bareng, jalan-jalan ke suatu tempat yang membuat kami bisa sejenak mengistirahatkan pikiran dari pekerjaan. Begitulah.

Satu tahun lebih berlalu dan masih sama, sama-sama belum juga bertemu jodoh hingga ada yang menyebut kami perempuan kadaluarsa (bisa baca tulisan tentang ini disini). Hzzz, pokoknya sebutan yang membuat kami harus terus bersabar atas ocehan orang-orang, haha.

Hingga pada suatu waktu, satu per satu dari kami dipertemukan juga oleh sang pemilik tulang rusuk. Alhamdulillah sekali, sebutan perempuan kadaluarsa hilang perlahan-lahan.

Dimulai dari...

Minarsih

Pernikahan Minarsih, Minggu 11 Mei 2014

















Kami memanggilnya Mince. Satu hal yang paling kami ingat adalah kejudesannya kalau sedang memarahi orang, hehe. Biarpun judes, tapi dia tetap sahabat yang hangat dan pendengar yang baik. Ketika Mince selesai akad dan bersalaman dengan kami, aku dan mbak Tri (nanti ada sesi mbak Tri), berjanji untuk tidak menangis, pokoknya harus tersenyum bahagia tanpa ada air mata. Tapi, entah kenapa air mata ini keluar begitu saja. Bukan sedih karena didahului menikah, tapi bahagia karena pada akhirnya salah satu dari kami sudah menjadi seorang istri dan terbebas dari sebutan perempuan kadaluarsa, hehe.

Mega Rosalia Kristanti
Pernikahan Mega Rosalia Kristanti, Minggu, 8 Juni 2014

















Ini yang kedua, hanya berjarak kurang dari satu bulan. Kami memanggilnya dengan Megol, entahlah sebutan itu tampak seperti sebuah panggilan kesayangan kami padanya. Orangnya ramah, dan kalau sudah bercanda, kita akan dibuatnya selalu tertawa. Satu hal yang paling kami ingat adalah penampakannya kalau sedang menakuti orang, menurutku dan Mince (yang notabene penakut) dia seperti Suzana, hihi.

Laela Awalia


Pernikahanku, Sabtu, 15 Agustus 2015

















Ini aku sendiri, hehe. Bukan di tahun 2014, tapi sudah berganti tahun menjadi 2015. Gak perlu panjang lebar lah deskripsinya, sudah banyak diceritakan di tulisan lain kan, hehe.

Tri Martini
Pernikahan Tri Martini, Minggu, 13 Desember 2015














Kami memanggilnya mbak Tri, atau Martinez. Nah, yang satu ini aku heran. Biasanya aku akan menangis ketika melihat prosesi akad nikah, tapi ketika mbak Tri selesai akad, hampir semua dari kami (aku dan teman2) tidak menangis. Kami tertawa, campuran antara bahagia dan lucu menyaksikan akadnya. Mbak Tri yang pada dasarnya tipe orang yang ramai, bertemu dengan sang pujangga yang walaupun terlihat kalem tapi sering membuat kami tertawa juga. Pernikahan mbak Tri berjarak sekitar 4 bulan dari pernikahanku.

Finally, empat orang perempuan itu kini sudah menikah semua dan masih tetap menjalin hubungan persahabatan hingga sekarang. Mundur ke belakang, aku seringkali berfikir betapa janji-Nya memang selalu Dia tepati. Janji dalam Alquran bahwa setiap makhluk diciptakan berpasang-pasangan meskipun ada yang cepat dan mudah dipertemukan, tapi tak sedikit juga yang merasa lama dipertemukan.

Well, itu sepenggal episode kami menikah. Ternyata dalam fotonya gak ada satupun yang komplit kami berempat. Kami juga gak tau kenapa hehe. Padahal ya kami datang :D

18 Januari 2016

MERENDA KENANGAN

Melintasi batas senja di musim penghujan
awal desember seperti menanti sebuah senyuman
tersuguh sekotak kenangan yang tak bisa terlepas dari sebuah kehidupan
perempuan bernama nirmala
juga lelaki yang mengaku sebagai rama

ooo

-kita sedang merenda kehidupan, nirmala-
rama membiarkan tetes hujan jatuh di atas mangkuk kaleng tempat makanan si manis di samping tangga, menciptakan irama yang senada
-mungkin akan menjadi kenangan kita di masa tua-
-apakah waktu kini bisa kita bekukan saja? hingga nanti ketika kita tak menjumpai senja lagi, kita punya kenangan yang beku, yang bisa kita cairkan dengan menghangatkannya di bawah matahari pagi-
-apa kau pikir kenangan serupa kuah masakan, nirmala?-

ooo

kami tersenyum, saling menyelam di kedalaman tatap mata kami
ada selaksa rasa disana
seperti mutiara, seperti intan permata, seperti berlian berwarna
-aku juga melihat arang, rama-
katanya. tak apa, memang sewajarnya seperti itu
-kau bisa membuatnya menjadi bahan bakar untuk menghangatkan kenangan yang kau sulap jadi kuah masakan-
dan nirmala tertawa, yang membuatku makin ingin membahagiakannya.

ooo

merenda taplak meja bermotif bunga, aku seperti tertawan dalam ruang kenangan
dulu, berpuluh tahun lalu, rama pernah membisikiku
-merendalah saja, bayangkan taplak mejamu akan cantik setelahnya. tak usah kau pikir seberapa luas kau akan merenda-
karena kehidupan juga adalah hasil rendaan kita, begitu kataku setelahnya
hingga aku tahu apa yang dikatakannya memang benar dan nyata

ooo

melintasi batas senja di musim penghujan
awal desember menawarkan sebuah cerita
yang direnda dengan kenangan
oleh perempuan bernama nirmala
juga lelaki yang mengaku sebagai rama

Natar, 9 Desember 2015 

***
Fotonya gak nyambung ya, haha
Ini termasuk puisi yang baru (baru sebulan dibuat dan langsung terbit di Lampung Post untuk kolom Sajak). Sebenarnya pengen banget buat puisi sebanyak-banyaknya mengingat ide di kepala berdesak-desakan dan berlomba untuk keluar. Tapi menulis puisi itu tidak bisa diprediksi. Kadang dengan sekali ketik, puisi langsung jadi, tapi sering pula bertahun-tahun prosesnya baru sreg untuk diposting.

Tapi aku tetap pecinta dan penikmat puisi. Selamat sore... ;-)