Penulis : Muhammad Shabir, dkk.
Penerbit : Pipit Senja Publishing House
Tahun terbit : 2022
Sudah
lama sekali saya gak nulis cerita fiksi dan tiba-tiba ada yang ngajakin nulis
bareng. Lha, serasa jetlag, haha. Awalnya memang gabung di grup facebook bareng
teman-teman penulis yang diinisiasi oleh seorang sahabat di Palembang. Gak
begitu aktif juga, hanya sesekali setor tulisan untuk memastikan saya masih
hidup di dunia maya, hehe.
Singkatnya,
si admin kasih tantangan untuk setor tulisan fiksi dengan tema humanis. Saya
yang sudah lama gak nulis fiksi, jadi lebih ke bertanya pada diri sendiri. Masih
bisa gak sih buat tulisan dengan tuntutan tema begini? Karena biasanya saya
nulis ya nulis aja, gak pake tema segala. Dan akhirnya, jadi juga sih ceritanya
setelah beberapa lama mendekam dalam alam pikiran dan laptop.
Awalnya,
saya gak kepikiran untuk dibuat buku. Tapi setelah beberapa waktu pengumpulan,
rupanya tantangan menulis ini jadi proyek nulis bareng untuk dibuat buku. Saya
mah ikut aja, mana yang terbaik deh. Setelah beberapa bulan digarap, jadilah
buku ini. Ketika Kami Pulang.
Antologi Cerpen Ketika Kami Pulang |
Buku
ini berisi 27 cerita dengan beberapa tema yang melekat dalam kehidupan
sehari-hari. Tentang keluarga, hubungan antar individu, dan konflik sosial
masyarakat. Karena memang buku ini adalah karya dari banyak penulis, jadi gaya
tulisan dan diksi yang dipilih tentunya berbeda-beda tergantung selera
masing-masing. Tetapi, secara pribadi, saya menikmati bacaan di setiap
judulnya.
Oke,
saya kasih sedikit intipan dari saya ya!
Untuk
gaya bercerita, saya paling suka dengan tulisan Agus Kindi dengan judul Rumah Daging. Pemilihan sudut
pandang yang masih jarang digunakan, yaitu ‘kamu/kau’ membuat tulisannya
berbeda dari yang lain. Cerpen ini mengisahkan tentang seorang perempuan dengan
cerita masa lalunya. Berganti-ganti pekerjaan dari penjual makanan hingga
pembuat keripik bekicot.
Rumah Daging - Agus Kindi |
Sepanjang cerita, saya membaca hal-hal yang mengalir seperti biasa, hingga hampir di penghujungnya barulah saya terhenyak. Ada kisah pilu, kisah sadis, dan tak bisa ditebak sampai akhir. Saya terdiam beberapa lama ketika selesai membacanya dan berfikir, kok bisa ya muncul ide cerita seperti ini?
Bagi yang suka cerita dengan tema keislaman, bisa baca cerpen yang ditulis oleh Pipiet Senja. Perempuan yang sering dipanggil Manini ini memang penulis senior yang sudah menelurkan banyak sekali karya. Saya sendiri punya beberapa bukunya di rumah yang saya koleksi dari jaman muda dulu.
Suatu Petang di Mushola - Pipiet Senja |
Bagaimana
dengan cerpen saya? Penasaran gak? Hehe. Judulnya Kata Ayah, Mama Gila. Saya menuangkan kisah tentang seorang
anak yang merasa keadaan berubah setelah ibunya melahirkan bayi yang ia panggil
adik. Menggunakan sudut pandang seorang anak balita, saya berusaha menyajikan
tulisan dengan bahasa ringan dan polos layaknya anak-anak pada umumnya. Misalnya
saja, saat si tokoh aku bertanya tentang sosok Papa yang dijawab oleh sang Mama
sudah berada di syurga.
Kata Ayah Mama Gila - Laela Awalia |
Jujur, saya terinspirasi dari novel Tanah Lada karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie yang pernah saya baca. Disana, si tokoh benar-benar memiliki kepolosan kanak-kanak dan itulah yang menjadi kekuatan cerita dari Tanah Lada. Kembali pada cerpen saya, saya mengangkat tema tentang postpartum depression. Depresi yang dialami oleh seorang perempuan setelah melahirkan karena adanya ketidakseimbangan hormon dalam tubuh.
Nah,
kalau ingin membaca cerpen dengan gaya bahasa yang lebih tinggi, bisa membaca
cerpen milik Muhammad Shabir. Saya sudah membaca beberapa karyanya sejak
sepuluh tahun lalu dan memang gaya bahasa dan diksi yang ia pilih membuat
tulisannya jadi kaya.
Laki-Laki Yang Menenggelamkan Dirinya Ke Laut - Muhammad Shabir |
Cerpennya di antologi ini punya judul yang agak panjang, Laki-Laki Yang Menenggelamkan Dirinya Ke Laut. Cerpen ini berkisah tentang seorang lelaki bernama Dank dengan kisah cinta dan kehidupan masa kecilnya. Memang temanya terdengar pasaran dan biasa saja, tapi kalimat-kalimat yang disusun dan pilihan gaya bahasanya bisa membuat saya menikmati ceritanya sampai akhir.
Saya
kasih secuil ya, “Bulan sudah Juli. Rupanya aku abai menghitung waktu. Rasanya seperti
mendapati jendela yang digeret angin pada suatu malam; terkejut dan asing.”
Baca juga : Top 5 Buku Favorit Saya
Selain
beberapa cerpen yang sudah sedikit saya bahas itu, masih ada banyak cerpen yang
bisa dinikmati sambil minum teh atau kopi di sore hari. Bahasanya ringan dan
mudah dicerna kok, jadi gak terlalu butuh pemikiran yang mendalam.
Bagaimana? Berminat untuk punya bukunya? Iklan sedikit lah ya, buku bisa juga dipesan melalui saya. Langsung hubungi Whatsapp saya di 085669681236 ya! See you!
Kereeeen!
BalasHapusDapat 100 dari saya.
Karena resensi pertama dari 27 penulis, eeeeh,saya sudah bikin resensinya.
Nanti saya posting.
Penulismemang harus punya blog sendiri. Memajang karyanya.
Agar kelak diwariskan kepada anak keturunan.
Kita telah tiada pun anak cucu masih bisa membaca karya kita.
Bravo, dan terima kasih, ya sayangku.
Salam Literasi dari Jakarta.
@pipietsenja
BalasHapusWaahh ada Manini.. terimakasih sudah berkunjung di blog ini dan kasih komentar ya :*
"Saya sendiri punya beberapa bukunya di rumah yang saya koleksi dari jaman muda dulu."
BalasHapusJadi sekarang sudah tua???
@Redha : dianggap tua umurnya, tapi jiwanya masih tetap muda
BalasHapus