Halo!
Sudah
lama gak posting, apa kabar ini blog ya? Sudah muncul sawang belum? Haha. Kali
ini saya mau sedikit cerita tentang bagaimana awalnya saya bisa bekerja di
perhotelan. Hm, sudah hampir sepuluh tahun yang lalu ya. Oke, ini dia ceritanya!
Sebelum resmi bergabung dengan hotel tempat saya bekerja, ada
beberapa tes masuk yang harus saya lalui bersama banyak orang pelamar yang
lolos tahap administrasi awal. Oh iya, saya masukin lamaran ini agak sedikit iseng sih, karena
waktu itu baru resign dan pulang dari Palembang, lihat ada lowongan kerja yang
deket banget dari rumah, bismillah aja masukin lamaran.
Hotel
ini baru direnovasi dan dikelola dengan manajemen yang baru. Cabang dari hotel
syariah yang ada di Jakarta. Jangan bayangkan hotel besar dengan fasilitas
kolam renang, tapi untuk sekelas kabupaten, hotel ini terbilang bagus dan
bersih.
Coba tebak, saya yang mana? |
Balik lagi ke awal tes masuk. Hari pertama tes tertulis, saya lihat ada mungkin sekitar 30 atau 40 orang di ruangan. Tesnya standar, berupa tes pengetahuan umum dan tes kepribadian. Gak terlalu tegang juga sih, saya bawa santai saja. Beberapa hari kemudian, saya dinyatakan lulus tes tulis dan bisa lanjut untuk tes wawancara dengan pihak manajemen pusat.
Dari
30 atau 40 orang yang ikut tes tulis sebelumnya, kini sudah berkurang hampir
separuhnya. Walaupun saya sudah pernah tes wawancara sebelumnya, tetap saja
saya merasa sedikit gugup. Di dua tempat terpisah, duduk menanti beberapa orang
laki-laki paruh baya yang katanya dari manajeman pusat. Saya tidak punya
gambaran, pertanyaan apa yang akan muncul karena saya benar-benar tak punya
pengetahuan tentang perhotelan.
Baca juga : Menggali Kenangan di Kota Ampera
Giliran
saya tiba. Pertama, saya berhadapan dengan seorang bapak yang agak lebih muda
dari yang lainnya. Pertanyaan yang diajukan ringan, tentang pengalaman bekerja
saya sebelumnya. Caranya mewawancarai saya juga gak terlalu kaku, malah lebih
ke arah ngobrol biasa.
Selanjutnya,
saya dialihkan kepada seorang bapak yang tampaknya paling senior. Kali ini
pertanyaan yang diajukan lebih ke negosiasi hak dan kewajiban apabila sudah
bergabung dengan hotel. Saya mulai berhitung dan idealis saat itu. Dengan kebutuhan
yang saya lebihkan sedikit, saya menyebutkan nominal yang di kemudian hari saya
tahu itu terlalu tinggi, haha.
Pada
akhir sesi tes wawancara, kami diberitahukan untuk menunggu hasilnya beberapa
hari kemudian. Karena waktu itu belum ada ponsel secerdas sekarang, bayangkan
saya masih pakai hp poliponik dan hanya bisa telepon dan sms, haha. Makanya ada
satu kisah agak lucu yang saya alami.
Dulu,
ada fitur hp dimana ketika hp sedang tidak aktif dan ada yang menelepon, maka
akan ada pemberitahuan panggilan terlewat saat hp diaktifkan kembali. Nah, itu
yang saya alami. Ada nomor tak dikenal yang menelepon saya dua kali saat hp
saya tidak aktif. Saya telepon kembali dan rupanya itu adalah panggilan untuk
kesepakatan pra kerja yang sudah terlewat sehari kemarin, haha.
Untungnya,
pihak manajemen masih baik pada saya. Saya dibolehkan datang keesokan harinya
untuk menemui manajer yang standby disana. Yah, saya datang sendirian dan
celingak celinguk macam orang hilang. Tentu saja tidak ada satu orang baru yang
akan bergabung disana karena mereka sudah berkumpul kemarin.
Pertemuan
pertama saya dengan manajer baru disana yang saya ingat hanya seputar ditanya
tempat tinggal, waktu tempuh menuju hotel dan keseharian. Juga tentu saja
posisi yang akan saya tempati. Front Office, bagian terdepan sebelum tamu check
in. Ringan dan hanya sebentar. Saya sempat berfikir selintas saja, oh ini tho
yang jadi manajer hotel disini. Masih muda dan enerjik. Di kemudian hari, dia
adalah orang yang benar-benar mengayomi kami sesama anak baru dan berhasil
membuat 4 orang perempuan menjadi geng 4 Kijang. Tunggu ceritanya ya!
ooo
Melangkah
keluar dari area parkir hotel yang masih direnovasi kala itu, saya terus
berdoa. Semoga di tempat baru ini, saya bisa menemukan kebahagiaan dan warna
lain dalam pengalaman hidup saya. Bismillah aja, semoga pekerjaan ini jadi
berkah untuk saya dan keluarga.
muncul sawang? bahasa sehari-hari banget yang dipakai, ini yg buat saya menahan senyum
BalasHapus@redha
BalasHapusHaha, gk usah ditahan senyumnya. Senyum aja, klo perlu ketawa ya monggo ketawa hehe.