Dalam hidup saya, sudah ada lebih dari 30 kali lebaran, tapi yang ada dalam ingatan saya mungkin tak sampai 25 kali. Ya, bagaimana mungkin saya mengingat lebaran ketika usia masih beranjak 1 atau 2 tahun? Hehe.
Tapi,
hal-hal yang berkesan setiap kali lebaran datang selalu saya simpan dalam
kenangan. Mengingatnya, saya bisa jadi tersenyum sendiri, tertawa sendiri,
bahkan sedih sendiri. Menurut saya pribadi, tidak ada yang tidak berkesan saat
lebaran.
Dulu sekali, kesan saya yang paling diingat saat lebaran adalah baju baru. Setiap lebaran akan datang, saya selalu buka lemari baju dan melihat baju lebaran tahun-tahun yang lalu. Mungkin karena saya baru ngeh akan momen lebaran itu, makanya saya selalu menandai baju-baju lebaran saya sebagai baju lebaran pertama, baju lebaran kedua, baju lebaran ketiga, dan seterusnya.
Saya
ingat betul, baju lebaran pertama saya itu warna putih tulang, baju babydoll
yang roknya bermotif polkadot. Mungkin saat itu saya masih berumur 5 atau 6
tahun. Lalu, lebaran tahun berikutnya saya tandai dengan lebaran kedua. Saya
punya baju baru warna kuning cerah yang motifnya lagi-lagi polkadot tapi dengan
model yang berbeda. Ketika saya menulis ini, saya masih bisa membayangkan model
bajunya. Baju atasan dengan tangan pendek berbentuk balon, kerah lebar
melingkari leher hingga batas pundak dan bentuknya seperti kerah baju badut.
Bawahannya celana pendek warna hitam.
Lebaran
ke tiga, yang berarti saya sudah duduk di kelas 3 SD mungkin, saya punya baju
baru dengan model hampir serupa. Hanya saja, bentuk kerahnya jadi rumbai-rumbai
dan berwarna putih. Bawahannya juga beralih ke rok pendek motif bunga sulur.
Saat itu, saya ingat baju model seperti itu sedang tren. Sampai-sampai, saya
dan teman bisa samaan bajunya, hehe.
Hingga
beberapa tahun setelahnya, kesan saya pada momen lebaran masih tetap sama,
yaitu baju baru. Rasanya, kalau lebaran gak pakai baju baru itu akan sedih dan
gak ada seru-seruannya bareng teman. Mungkin anak-anak 90an tahu bagaimana
rasanya menyembunyikan baju baru agar tak dilihat teman sebelum lebaran. Tapi,
pas lebaran dan bertemu, ternyata bajunya kembaran, hehe.
Semakin
kesini, kesan lebaran pastinya berubah ya dari baju baru ke hal lain. Ada kesan
lebaran di saat mulai kuliah. Saat itu, saling berkirim pesan lewat sms
mengucapkan selamat idul fitri. Jangan harap bisa berkirim gambar pakai twibbon
yang sekarang sedang tren. Bisa buat tulisan kreatif hanya dengan mengandalkan
spasi dan karakter huruf saja sudah hebat, hehe.
Ada
juga kesan lebaran saat pertama kalinya mencoba hidup jauh dari orangtua. Ada
cerita mudiknya gitu. Bertanya duluan pada pimpinan kapan mulai bisa libur
lebaran. Berburu tiket kereta api Palembang-Lampung yang tak semudah sekarang.
Belum lagi, berdesakan di dalam gerbong karena manajemen belum sebaik sekarang.
Atau ada cerita kehabisan tiket sampai harus berdiri sepanjang jalan dalam
gerbong kereta.
Terakhir-terakhir,
kesan lebaran saya ya mulai beranjak menuju keluarga baru. Lebaran pertama yang
deg-degan karena 3 minggu lagi akan menikah. Lebaran kedua yang harus mulai
membagi waktu antara orangtua dan mertua. Lebaran ketiga yang mulai akrab dan
bisa menyesuaikan kebiasaan masing-masing.
Baca juga : 5 Tradisi Lebaran Yang Masih Eksis
Paling
terakhir, kesan lebaran yang luar biasa karena ada pandemi. Keliling
silaturahmi harus ditahan. Kalaupun akan berkunjung, pakai masker segala. Sanak
keluarga gak boleh mudik dan menjadikan keluarga yang di rumah kesepian. Juga
lebaran dengan bayang-bayang penyakit yang belum tahu kapan akan berakhir.
Setiap
lebaran memang punya kesan masing-masing untuk saya hingga saya tak bisa
memilih kesana apa yang paling mengena dalam hati saya. Apa kamu juga begitu?
Kadang berpikir demikian juga sih mba, lebaran biasa saja, tp ternyata setelah Mama saya berpulang, tentu lebaran bersama Mama adalah merupakan momen terindah bagi saya, hehe..
BalasHapusbtw, selamat lebaran, ya, MBak
@Suci Rachmawati
BalasHapusIya mba, segala sesuatu itu akan lebih berkesan saat sudah hilang. Tapi, semoga gak mengurangi kebahagiaan idul fitri ya..