29 Juni 2019

Berasa Keluar Angkasa di Planetarium Jakarta

Jakarta, we're coming! Part #3

Taman Ismail Marzuki

Hari kedua di Jakarta, saya sudah siap dengan deretan tempat yang ingin saya kunjungi. Walaupun gak tau dimana tepatnya, tapi sudah saya gugling sampai cek harga naik taxi online juga, hehe. Tempat pertama yang ingin saya kunjungi adalah Taman Ismail Marzuki ini. Paling dekat dan juga banyak spot yang bisa saya lihat (dari referensi yang saya baca sih begitu).

Jadi selepas sarapan, kami langsung bersiap jalan. Gak lupa bawa minum dan cemilan buah. Kami berangkat naik taxi online yang ternyata jaraknya dekat banget. Pantes, pak Suwandi bilang bisa jalan kaki, haha. Seperti biasa, ambil foto dulu untuk bukti bahwa saya pernah menginjakkan kaki di tempat ini.

Patung Taman Ismail Marzuki
Disini, banyak spot yang bisa dikunjungi. Satu spot yang pertama ada dalam daftar saya adalah Planetarium. Terdengar seperti tempat bermain edukasi anak-anak ya? Gak apa, daripada saya penasaran dan gak jadi masuk seperti di Taman Pintar Jogjakarta (ceritanya ada disini), saya maju terus deh. Untungnya saya sudah cari tahu jadwal pertunjukan disini.

Jadi, di Planetarium ini ada jadwal untuk rombongan dan perorangan. Untuk rombongan, dibuka setiap Selasa hingga Jumat, sedangkan untuk perorangan, dibuka setiap Sabtu dan Minggu. Alhamdulillah ya, pas banget kami ada disana hari Sabtunya, jadi bisa lihat pertunjungan bintang untuk perorangan. Dalam sehari, ada 2 kali pertunjukan, yaitu pagi dan siang hari. Nah, ketika kami sampai sana, kursi pertunjukan di pagi hari sudah penuh. Maka kami ambil antrian untuk pertunjukan di siang harinya. Saat itu masih jam 09.00 pagi, dan pertunjukan baru akan dimulai pukul 13.30! Terbayang akan menunggu dimana selama berjam-jam kan?

Berbekal tanya sama petugas disana, kami disarankan untuk mengunjungi museum dan perpustakaan yang masih berada di kawasan TIM juga. Jadi, selama dalam waktu menunggu, kami mengunjungi museum yang ada di bagian belakang gedung Planetarium ini. Tidak ada tiket berbayar untuk masuk ke museum ini.

Dari pintu masuk, kami sudah disuguhi nuansa luar angkasa yang memukau mata. Kami berjalan di lorong yang di dindingnya penuh dengan gambar rasi bintang lengkap dengan penjelasannya. Bahkan saya merasa ada di dunia fantasi seperti film kartun yang sering saya tonton waktu kecil dahulu.

Lorong yang ada di pintu masuk museum
Penjelasan yang ada di sepanjang lorong
Setelah melewati lorong rasi bintang, kami sampai di bagian teras (saya menyebutnya teras ya, karena ruang utamanya masih masuk ke dalam) dan disuguhi penampakan meteorit yang pernah jatuh di kawasan Tambakwatu, Pasuruan pada tahun 1975. Meskipun batu ini berukuran sebesar kepala manusia, tetapi beratnya mencapai 10,5 kg! Tak terbayang kalau sampai kejatuhan batu ini dari luar angkasa.

Kecil tapi beraaaatt
Masih di bagian teras ini, terpampang papan informasi mengenai sejarah astronomi di Indonesia. Dimulai dari tahun 800 M dengan dibangunnya Candi Borobudur yang stupa utamanya diduga digunakan sebagai penanda waktu. Berangsur-angsur hingga tahun 1765 Johan Mauritz Mohr membangun observatorium pribadi di Batavia dan mulai melakukan pengamatan astronomi. Hingga tahun 1964 mulai didirikan Planetarium dan Observatorium di Jakarta ini.

Papan informasi yang ada di teras museum
Masuk ke ruang utama, saya dibuat takjub kembali dengan adanya diorama besar di plavon yang menggambarkan lintasan tata surya. Dari matahari hingga planet-planet yang mengelilinginya. Ruang utama ini berbentuk melingkar dengan sumbu utamanya dikelilingi oleh macam-macam rasi bintang yang terpajang di lantainya.

Lintasan tata surya di tengah ruangan utama

Tahukah kamu apa nama planet yang besar itu? hehe
Di sebelah lintasan tata surya yang besar tadi, berjajar papan informasi mengenai awal mula terbentuknya galaksi dan jagat raya ini. Dimulai dari ledakan besar yang dikenal dengan Big Bang, hingga tebentuknya bintang-bintang dan planet. Saya juga baru paham bahwa bintang-bintang itu punya siklus hidupnya sendiri, hehe. Papan-papan informasi ini berjajar dan memberikan informasi secara runut dari awal hingga akhir.

Awal mula terbentuknya galaksi

Siklus kehidupan bintang
Di tengah-tengah ruangan juga dipamerkan peralatan untuk mengamati bintang, alat peraga simulasi lintasan tata surya, juga peralatan untuk membuat efek luar angkasa pada pertunjukan bintang di teater.
Alat untuk membuat efek film luar angkasa
Di sisi lain, terdapat satu area seperti teater lengkap dengan layar besar di depan dan tempat duduk bertingkat seperti tangga selebar setengah lingkaran. Waktu kami kesana, tampaknya ada film dokumenter yang sedang diputar. Sayangnya, saat itu terlalu ramai untuk melihat filmnya, jadi gak bisa fokus. Jadi kami lewatkan saja. 

Nah, di pintu keluar, masih ada spot untuk foto lagi (dimanapun harus ada bukti fotonya, haha). Ada bola dunia yang sangat besar dan bisa diputar juga, kayak alat peraga globe gitu waktu jaman SD dulu, hehe.



Ini spot foto terakhir di museumnya. Selanjutnya kami ke teater bintang. Sebenarnya setelah kami keluar museum ini, kami berkunjung dulu ke perpustakaan daerah. Tapi, ceritanya di bagian akhir aja ya. Biar sekalian cerita di Planetarium dulu hehe.

Untuk masuk ke Teater Bintang, kami diharuskan sudah datang maksimal setengah jam sebelum waktu pertunjukan. Jadi, kami masuk lagi sekitar pukul 13.00. Rupanya antrian sudah mengular begitu pintu cek tiket pertunjukan dibuka. Karena memang di tiket tidak ada nomor tempat duduknya, jadi mungkin siapa yang cepat masuk duluan, ya bisa pilih tempat duduk paling nyaman. Oh iya, disini tidak boleh membawa makanan atau minuman ke dalam teater, dan nanti di pintu masuk teater akan ada pemeriksaan juga. Jadi, lebih baik bawaan makanan atau minuman dititipkan lebih dulu ke tempat penitipan barang.

Tiket masuk diantara antrian yang mengular >_<
Dan benar saja, ketika pintu masuk teater sudah dibuka, kami masuk dan memilih tempat duduk sendiri. Ruang teater sangat luas dengan atap berbentuk setengah bola. Sebelum pertunjukan diputar, kami disuguhi aneka musik yang waktu itu musik anak-anak dengan nuansa ceria. Mungkin karena memang kebanyakan pertunjukan ini untuk anak-anak, jadi ya musiknya juga untuk anak-anak, walaupun banyak juga orang dewasa yang sengaja datang melihat pertunjukan.

Sebelum pertunjukan, tetep foto dulu haha
Sekitar setengah jam menunggu, akhirnya pertunjukan pun dimulai. Petugas memberi tahu apa saja yang boleh dan sebaiknya tidak dilakukan saat pertunjukan. Misalnya saja, menghidupkan layar ponsel di tengah pertunjukan, mengambil foto dengan lampu, dan berlarian (khususnya bagi anak-anak). Di tengah pertunjukan, saya baru paham kenapa tidak disarankan untuk menghidupkan layar ponsel meski dalam mode kecerahan yang sangat minim. Juga tidak disarankan untuk berjalan kesana kemari selama pertunjukan.

Tahu kenapa? Karena di dalam ruang pertunjukan itu gelap! Benar-benar gelap seperti malam hari! Jadi, di dalam ruangan ini memang sudah dikondisikan sedemikian rupa hingga penonton merasa berada di luar rumah pada malam hari. Awal pertunjukan, ditampakkan langit malam dengan lampu-lampu gedung dan rumah yang masih menyala. Lalu, perlahan kita diajak untuk melihat langit malam apabila tidak ada lampu gedung atau rumah yang menyala. Hasilnya sangat menakjubkan! Sayangnya saya tidak bisa mengambil fotonya karena alasan tadi dan saking saya menikmatinya langit malam.

Berbagai rasi bintang (sumber foto : Planetarium dan Observatorium Jakarta)
Cuma berhasil ambil foto ini (ini pun sedikit mengganggu cahaya dari ponselnya, duh!)
Kemudian, perlahan kita diajak untuk mengenal berbagai rasi bintang, mengenal planet-planet di tata surya kita, mengenal bagaimana terjadinya gerhana bulan dan matahari, juga mengenal benda-benda langit lainnya seperti meteor dan komet. Satu hal yang paling menakjubkan selama pertunjukan adalah ketika kita diajak untuk keluar angkasa. Dengan suasana gelap gulita dan efek ilusi yang canggih, kita serasa benar-benar seperti terbang dengan pesawat luar angkasa, menembus atmosfer bumi dan akhirnya sampai ke luar angkasa. Efek ilusi ini bahkan membuat hampir seluruh penonton menjerit dan takjub. Saya sampai gak bisa menggambarkan dengan tulisan ya, haha.

Pertunjukan berakhir dengan kembalinya para penonton ke bumi dan terbitnya matahari. Artinya ruangan sudah menjadi terang kembali. Rasanya 1,5 jam itu terlalu singkat untuk pertunjukan yang memukau ini. Saya keluar ruangan dengan masih terngiang gambaran langit malam yang cantik tadi. Di dekat pintu keluar, ternyata ada beberapa penjual buku-buku astronomi untuk anak-anak. Rupanya mereka memanfaatkan tempat ini dengan momen yang pas. Berjualan buku astrnomi di museum bintang.

Sedikit saran untuk Anda yang ingin berkunjung ke Planetarium dan Observatorium Jakarta. Apabila ingin melihat pertunjukan bintang secara perseorangan, datang di hari Sabtu dan Minggu. Datang pagi hari untuk mengantri tiket walaupun ingin masuk di pertunjukan yang kedua alias di waktu siang. Sebab, antrian tiket sudah mengular sejak pagi (kondisinya begitu waktu saya kesana kemarin, atau antrian tiket ini karena memang pas musim liburan ya?). Selain Pertunjukan Bintang, masih banyak kegiatan lain yang bisa dilakukan disini.

Untuk lebih lengkapnya, bisa langsung kunjungi alamat fisik atau situsnya ya.

Planetarium dan Observatorium Jakarta
Jl. Cikini Raya No. 73 Jakarta Pusat
Tlp. 021 2305146
www.planetarium.jakarta.go.id

Well, sebenarnya sebelum kami ke Teater Bintang, kami mengunjungi perpustakaan daerah Jakarta dulu. Tapi ceritanya di postingan depan saja ya. Sepertinya postingan kali ini sudah panjang, hehe. See you!

Baca juga : Keliling Monas Bawa Buntelan

4 komentar:

  1. saya tinggal di jakarta udah hampir 8 tahun baru tahu kalau ada planetarium. kirain cuma di bandung. hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe mb ditaaa.. boleh dicoba tuh masuk sana mba..

      Hapus
  2. Sayangnya untuk perorangan hanya bisa Sabtu Minggu ya, pengen ajak bocah kesana huhu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mb dew.. coba hubungi no tlp yg dusana aja mb. Siapa tau ada kebijakan lain gitu hehe..

      Hapus

Terimakasih sudah memberi komentar :)