08 Juli 2019

Pengen Jadi Kutu Buku di Pusda Jakarta

Jakarta, We're Coming! Part #4

Kehabisan tiket masuk Teater Bintang untuk pertunjukan pagi hari di Planetarium Jakarta, tidak membuat saya menyia-nyiakan waktu menunggu hingga pertunjukan di siang harinya. Jadi, setelah keluar dari Museum Bintang, kami memutuskan untuk mengunjungi Perpustakaan Daerah Jakarta. Sebenarnya ke Pusda ini tidak ada dalam daftar agenda, tapi karena memang waktu kami terbatas dan ternyata lokasinya dekat dan pas banget buka di hari itu. Ya udin, kami langsung saja jalan kesana.

Foto lagi di depan gedung perpustakaan
Pada dasarnya saya memang suka sekali ke perpustakaan, entah cuma lihat-lihat buku atau baca-baca sebagian, atau yah just stay a while sambil coret-coret kertas. Cerita sedikit ya, dulu waktu saya masih kerja di Palembang, saya termasuk pengunjung tetap di hari Sabtu. Punya kartu anggotanya juga yang sampai sekarang masih saya simpan di dompet meski sudah kadaluwarsa, hehe. Sekarang pas sudah tinggal di Lampung malah gak punya kartu Pusda. Selain karena hari libur kerjanya cuma hari Minggu, untuk menuju ke Pusda juga lumayan jauh dari tempat tinggal saya.

Balik lagi ke Pusda Jakarta. Dari teras, kami sudah disuguhi deretan foto Jakarta tempo dulu hingga sekarang. Masuk ke dalam, seperti masuk ke ruang pameran karena disuguhi deretan foto dan karya tulis. Oh iya, kami juga mengisi buku tamu di sebelah pintu masuk tadi.

Deretan foto di ruang depan
Setelah mengisi buku tamu, kami lanjut untuk lihat sekeliling sebelum masuk ke ruan bacanya. Di ruang yang serasa seperti ruang pameran ini, ada beberapa macam pameran yang berbeda. Satu deret di bagian depan memamerkan foto dan dokumentasi kota Jakarta dari dulu hingga sekarang. Deretan lain memamerkan hasil karya menggambar dan mewarnai anak-anak TK dan SD. Deretan selanjutnya memamerkan koleksi tumbuhan atau hanya daun yang dikeringkan.

Nah, deret lainnya adalah pusat koleksi sastra HB Jassin. Disini, terpajang karya tulis dari para sastrawan yang melegenda. Sebut saja WS Rendra, HB Jassin, Taufiq Ismail, dan beberapa sastrawan lain yang pasti sudah tidak asing lagi namanya di telinga saya. Selain karya tulis, disini juga terpajang koleksi tulisan tangan dari sastrawan tersebut. Kalau melihat langsung coretan mereka, rasanya saya bisa membayangkan bagaimana dulu sebuah novel dan karya sastra memang butuh pemikiran mendalam. Buktinya, ada beberapa tulisan yang dicoret atau diberi penanda. Kalau sekarang, bisa langsung copy paste dan delete saja ya bagian yang salah, hehe.

Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin
Jadi begini ya konsep tulisan WS Rendra

Siapa yang punya catatan sama seperti ini?
Selain tulisan tangan dari beberapa sastrawan, disini juga dipamerkan beberapa naskah kuno dengan tulisan tangan yang tidak bisa saya pahami isinya. Kalau tidak salah, itu ditulis dengan huruf jawa kuno. Kertasnya juga sudah tidak cerah lagi.

Naskah kuno

Koleksi daun yang diawetkan
Lanjut ke ruangan dalam lagi, kami disambut oleh penjaga lagi yang memberi tahu kami untuk menitipkan tas dan barang bawaan di loker yang tersedia, termasuk air minum dan makanan. Jadi, kalau mau ke ruang baca ya harus bawa diri aja dan beberapa barang yang diperlukan semisal laptop atau buku catatan. Itu pun disediakan tas transparan dari pihak perpustakaan. Nah, pengunjung seperti saya yang bukan anggota tetap perpustakaan, dimintai KTP sebagai jaminan. Gak terlalu paham juga sih apakah anggota perpus juga akan dimintai KTP sebagai jaminan?

Oh iya, dari informasi yang kami dapat, ruang baca di perpus ini juga terbagi menjadi beberapa lantai. Ada ruang baca untuk umum dan untuk anak-anak. Waktu kami kesana, ada acara dongeng untuk anak-anak. Kami lanjut saja ke ruang baca umum.

Ruang baca umum tidak jauh berbeda dengan ruang baca pada umumnya. Terdapat rak-rak buku yang disusun sesuai dengan jenis buku. Ada juga bangku dan kursi, lengkap dengan kabel colokan listrik apabila membawa laptop. Di ujung rak buku juga disediakan rak untuk menampung buku-buku yang sudah dibaca.

Saya terlalu bingung untuk membaca buku apa karena saking banyaknya yang ingin saya baca tapi waktu yang saya punya terbatas. Pada akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada buku-buku sejenis sejarah beberapa kota. Bukunya berukuran besar dengan jumlah halaman yang banyak sekali sehingga sangat tebal. Juga, pakai bahasa Inggris, jadi saya lebih banyak lihat foto-foto yang ada di bukunya sih daripada baca isinya secara keseluruhan, haha.

Sejarah kota Jakarta

Rasanya, saya ingin berlama-lama di perpus ini, tapi pas lihat jam ternyata sudah tengah hari. Artinya sudah waktunya untuk kembali lagi ke Planetarium untuk nonton pertunjukan bintang.

Baca juga : Berasa Keluar Angkasa di Planetarium Jakarta

Oke, ini episode terakhir dari jalan-jalan ke Jakarta kemarin. Cuti besok, saya pengen ke tempat lain dan nanti saya tulis lagi hasil jalan-jalan saya. Tunggu ya!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah memberi komentar :)