20 Agustus 2018

Drama Mama Papa Muda - Resensi Untuk Bacaan Soremu

Judul                       : Drama Mama Papa Muda
Penulis                    : Pungky Prayitno dan Topan Pramukti
Penerbit                   : Laksana
Tahun Terbit            : 2018
Jumlah Halaman     : 232
Jenis cover              : Soft cover

Drama Mama Papa Muda
Drama Mama Papa Muda - Pungky Prayitno

Setelah kemarin saya merekomendasikan buku Indahnya Jika Dipanggil Bunda, kali ini ada buku lanjutan untuk melengkapi bacaan sore para bunda (sangat bisa juga untuk ayah). Judulnya Drama Mama Papa Muda. Dari judulnya saja sudah kebayang ya apa yang akan diceritakan?

Yup! Buku ini menceritakan potongan-potongan kisah sepasang suami istri yang dikaruniai seorang anak. Mereka masih muda, karena memang memilih menikah di usia muda. Wih, berani ya? Mungkin sebagian orang menganggap menikah muda akan menghilangkan masa depan perempuan karena pasti hari-hari setelah menikah dihabiskan untuk mengurus rumah tangga. Tapi, rupanya tidak untuk penulis buku ini.

Ditulis oleh Pungky Prayitno dan Topan Pramukti yang merupakan pasangan suami istri (yang artinya ada dua isi kepala yang menyusun buku ini), buku ini memberikan gambaran realitas yang mereka rasakan karena menikah muda. Menyenangkan, membuat jatuh air mata, mengharukan, dan sederet perasaan lainnya. Salah satu hal yang membuat saya lebih mudah memahami, adalah cara penceritaan yang tidak menggurui sama sekali. Memang apa yang mereka tulis adalah pengalaman sendiri, tapi bagi mereka tidak untuk menggurui.

Buku ini dibagi menjadi tiga bagian yang masing-masing bagian menceritakan hal-hal yang berkaitan. Misalnya bagian pertama tentang bagaimana mereka melewati masa-masa awal menikah hingga memiliki seorang anak. Lalu bagian lain tentang harapan-harapan mereka pada buah hatinya itu. Kemudian bagian lain bercerita tentang pola pengasuhan mereka.


Ada satu bagian yang menurut saya belum banyak orang menngetahuinya, yaitu Postpartum Depression (PPD). Satu sindrom yang bisa dialami oleh beberapa perempuan yang baru saja memiliki anak. Saya juga termasuk yang belum tahu sampai saya baca buku ini. Bagian ini bisa dibilang mengambil perhatian saya karena memang ditulis dari dua sudut pandang. Dari sisi Pungky Prayitno sebagai seorang istri yang mengalami PPD, dan dari sisi Topan Pramukti sebagai seseorang yang hidup bersama istri yang mengalami sindrom.

Dari tulisan mereka, saya disuguhkan pikiran-pikiran yang terkadang malah berbanding terbalik dengan pikiran orang-orang pada umumnya. Tetapi jika ditelaah lebih dalam, akan ada beberapa hal yang nyatanya memang harus seperti itu. Saya kutipkan sebuah paragraf ya.

JANGAN PINTAR, JANGAN SOLEH, JANGAN BERGUNA BAGI NUSA BANGSA

Hari ini, genap empat tahun kamu hidup di dunia. Sama seperti ayah-ayah di keluarga lain, bapak juga punya ucapan, doa, atau sebut saja harapan. Ada tiga, semoga kamu mengamini semuanya.

Satu, bapak nggak ingin kamu jadi anak pintar. Kenapa? Karena pintar sekarang ini diukur dengan ijazah S1, S2, atau S3. Sehelai kertas yang menjadi pembuktian bahwa kamu telah merampungi studi. Pintar sekarang, adalah meraih gelar tanpa mendapatkan pengetahuan dari disiplin ilmu yang kamu pelajari. Pintar sekarang adalah sarjana pendidikan bahasa Inggris yang nonton film Hollywood harus pakai subtitle Indonesia.


Dari judulnya saja, saya sudah penasaran. Ada apa gerangan? Kenapa sang Bapak malah melarang anaknya menjadi pintar, soleh, dan berguna bagi nusa bangsa? Tapi, ketika saya membacanya sampai akhir, saya pun mengerti alasannya. Juga, saya mengerti lebih dalam apa sesungguhnya arti pintar, soleh, dan berguna bagi nusa bangsa menurut sang Bapak.

Satu hal yang saya ambil kesimpulan setelah membaca buku ini adalah, sebuah sikap saling menghargai orang lain. Apapun keputusan orang lain, hargailah. Orang lain bukan kita. Kita pun bukan orang lain. Maka, cara yang tepat adalah mencoba untuk memandang tidak hanya dari satu sisi saja, tapi dari banyak sisi hingga didapat kesimpulan yang benar.

Oke, resensi kali ini singkat aja ya. Buku ini recomended deh untuk para pasangan yang baru menikah. Siapa tahu bisa ambil inspirasi dari cerita mereka. See you next time!

4 komentar:

  1. Wah wah, menjalani kehidupan berpasangan itu memang penuh drama ya Mba, tetapi hal itu yang bikin hidup lebih hidup dengan sambil belajar bersama. Hihi

    BalasHapus
  2. Iya mba Ajeng, apalagi kalau besok sudah ada anak, mungkin bisa lebih drama lagi hehe. Terimakasih sudah berkunjung kesini :)

    BalasHapus
  3. Jadi pengin cepet berkeluarga aku bund hehe

    BalasHapus

Terimakasih sudah memberi komentar :)