16 April 2022

Curhat Hari Ini

Banyak sih yang bisa dicurhatkan, tapi lebih banyak lagi yang harus disembunyikan dari publik demi meminimalisir nyinyiran para netizen, hehe. Tapi, gak apa-apalah ya sekali-kali curhat disini.

Tulisan ini sebenarnya sudah mengendap di kepala saya sejak lama. Tapi entah kenapa baru bisa saya tuliskan sekarang. Bukan pemikiran yang berat kok, malah bisa dibilang hanya selintas pikiran ringan seperti kapas yang diam-diam melayang karena tertiup angin.

Curhatan perempuan

Baiklah, saya mulai dengan…

Kenapa banyak orang yang senang dengan pertanyaan yang bisa menyudutkan orang lainnya? Padahal, pertanyaan-pertanyaan itu sudah bisa terjawab dengan sendirinya oleh si penanya. Kenapa harus ditegaskan lagi? Lalu, ketika pertanyaan itu pada akhirnya terjawab, entah kenapa para penanya seolah diam dan tak menanggapi. Berlalu begitu saja.

Saya yakin, sudah banyak sekali tulisan yang membahas hal semacam ini. Tanggapannya pun beragam dan sudah tersebar dengan tautan seperti mata rantai.

Dimulai dari…

Kapan kamu wisuda?

Apakah kamu setuju bahwa setiap orang memiliki tingkat kesulitan berbeda? Mungkin ia memang cerdas dan pintar, tapi terkendala dengan penelitian, kurangnya referensi, survey, atau karena kesulitan menghadap dosen. Bisa juga karena memang ia kurang di bidang akademi tapi unggul dalam organisasi, hingga terkadang ada mata kuliah yang masih harus mengulang beberapa kali.

Bagi si penanya, mungkin ada alasan khusus harus terus melontarkan pertanyaan ini. Kan untuk motivasi biar cepat lulus. Kan untuk kebaikan dia juga, bisa cepat dapat kerja. Kan kasian orangtuanya terus membiayai. Lha, memangnya situ turut andil apa? Gak juga kan?

Padahal, belum tentu juga yang wisuda duluan akan dapat pekerjaan duluan. Bisa jadi, wisuda agak terlambat tapi ternyata pekerjaan dengan posisi yang lumayan sudah menunggu di depan mata. Lalu ketika sudah wisuda dan diundang acara syukuran, eh malah gak datang. Kocak sih.

Baca juga : Potongan Cerita Dari Wisuda

Lalu,

Sudah mulai kerja belum?

Ya, kalau kamu sudah wisuda, kamu harus segera masuk kerja. Itu tipikal orang-orang. Melanjutkan lagi pertanyaan sebelumnya. Setelah wisuda ya kerja, harus dapat pekerjaan yang sesuai lagi. Kalau ternyata pekerjaan dan latar pendidikannya berbeda, pasti jadi pertanyaan lagi.

Sayang lah ijazahnya, masa sudah lama di jurusan fisika, eh malah kerja di bank. Lha? Apalagi yang belum dapat kerja ya. Pertanyaanya bakalan kenapa belum kerja? Kalah dong sama si A yang lulusan SMA itu, sekarang sudah bisa kredit motor sendiri.

Dilanjut dengan,

Kapan nikah?

Apakah siklus hidup orang itu harus seteratur itu kah? Sudah wisuda, kerja, lalu harus bersegera menikah. Seolah akan jadi aib kalau kelamaan jadi gadis. Padahal, menikah itu harus punya banyak bekal dan gak asal memilih pasangan hidup. Memilih baju untuk kondangan yang mungkin hanya sebentar aja harus sesuai dan nyaman. Apalagi memilih pasangan hidup yang inginnya satu untuk selamanya, sehidup sesyurga.

Belum lagi kalau perempuan sudah berumur hampir 30-40 tahun. Sudahlah bersabar-sabar menanti jodoh, harus pula bersabar dengar omongan orang-orang. Kalau gak pacaran ya gak dapat jodoh, dong! Hello, jodoh itu di tangan Allah, manusia itu berusaha dan berdoa. Tentunya berusaha yang baik-baik, gak harus sampai gandeng sana sini yang pada akhirnya gak jadi juga.

Jahatnya lagi, yang selalu tanya kapan nikah, kapan nikah, berkali-kali itu, hampir bisa dipastikan tidak hadir saat diundang nikah beneran. Memang cuma reseh aja mulutnya. Ups!

Baca juga : Allah Pasti Punya Rahasia

Setelah itu,

Sudah hamil belum?

Rupanya, menikah saja gak cukup untuk membuat mulut orang-orang berhenti bertanya. Setelah menikah, berlanjut lagi pertanyaan yang bahkan dokter atau siapapun orang pintar pun belum tentu bisa menjawabnya.

Punya anak itu rezeki, hak mutlak dari Sang Pencipta manusia itu sendiri. Haruskah setelah menikah segera hamil dan punya anak? Sementara tidak semua orang itu sama. Ada yang memang dikaruniai anak dengan mudah, ada pula yang harus berjuang dulu.

Apalagi kalau sudah menikah dalam waktu lama, 3 tahun, 5 tahun, 7 tahun dan seterusnya tapi belum juga punya keturunan. Sudah bisa dipastikan akan jadi omongan sejagat raya. Gak salah sih kalau sudah begini, yang mengalami akan malas keluar rumah, berkumpul dengan tetangga atau bahkan saudara sendiri.

Kalau sudah punya anak, pasti pertanyaan lainnya pun muncul juga. Anaknya rewel terus, kapan dikasih adik? Anak baru 1 tahun, ibunya hamil lagi pun diomong pula. Anak sudah 5 tahun belum punya adik pun dicecar terus. Fiuuhh.

Tanpa sadar, memang mulut kita ini terlalu bawel bertanya kabar dengan dalih menyemangati lah, memotivasi lah, Cuma bertanya lah. Tapi tahukah kita perasaan orang yang ditanya seperti apa? Mungkin dari luar hanya cengar-cengir atau menanggapi dengan candaan, tapi hati siapa yang tahu?

Atau jika memang tidak bertanya langsung seperti itu, seringkali kita membanggakan apa yang sudah kita punya di hadapan orang yang belum pernah merasakannya. Misalnya, bagaimana senangnya kita membuat sarapan pagi untuk suami, jalan berdua, bercanda dan lain-lain di hadapan orang yang belum menikah.

Sedang berkumpul ramai, membicarakan perkembangan balita dengan serunya di hadapan perempuan yang belum pernah punya anak. Apakah begitu senangnya membanggakan diri di hadapan orang yang mungkin terluka? Sudahlah.

Baca juga : Bukan Perempuan Kadaluwarsa

Dan, hari ini mendekati idul fitri. Waktunya berkunjung dan saling bertemu, berkumpul dengan sanak keluarga dan kerabat. Sudahlah, simpan saja pertanyaan-pertanyaan itu yang bisa menyudutkan orang yang ada di lingkaranmu. Lebih baik membicarakan tentang kenangan masa kecil atau hal-hal konyol yang mengundang tawa ketimbang bertanya kabar yang membuat lelah.

Sudah ah, cukup curhatnya. Semoga lisan kita tetap terjaga ya. Semoga hati kita senantiasa dingin, dan pikiran kita tetap waras, hehe.

2 komentar:

Terimakasih sudah memberi komentar :)