22 November 2020

Sirkus Pohon - Resensi Novel Andrea Hirata

Judul                     : Sirkus Pohon

Penulis                  : Andrea Hirata

Tahun terbit           : 2017

Penerbit                 : Bentang

Hal                         : xiv + 410 halaman

 

Sirkus Pohon Andrea Hirata

Apa yang menarik dari buku-bukunya Andrea Hirata? Banyak! Ide cerita, alur, pesan moral, latar, sampai penokohannya. Bagi saya, kesemuanya itu punya daya tarik tersendiri. Seperti saya ada di dunia luar yang baru saya tahu. Beberapa bukunya sudah khatam saya baca dan ada beberapa yang saya resensi disini. Kali ini saya ingin sedikit bercerita setelah saya khatam baca salah satu bukunya.

Sirkus Pohon. Termasuk buku agak lama sih ini, sudah tiga tahun sejak terbitan pertama. Tapi saya baru kesampaian bacanya sekarang.

Oke, saya mulai dari sampul bukunya. Dikemas dengan softcover berwarna putih dan hitam dengan judul besar Sirkus Pohon. Gambarnya mewakili judul dengan ornamen sirkus kebanyakan dan jenis font khas sirkus masa lalu. Saya seperti kembali pada zaman sekolah dasar dimana pertunjukan sirkus masih sesekali menghiasi layar kaca.

Masuk ke cerita, saya tiba-tiba disuguhkan dengan kekesalan si tokoh utama pada sebuah pohon delima. Ia membandingkan delima malang dengan pohon-pohon lain yang tumbuh di pekarangan rumahnya. Alih-alih saya diperkenalkan dengan si tokoh, malah saya terlebih dahulu diperkenalkan dengan si pohon yang di sepanjang cerita nanti seperti tokoh yang tidak bisa dihilangkan keberadaannya.

Baiklah kawan, kuceritakan kepadamu soal pertempuranku melawan pohon delima di pekarangan rumahku dan bagaimana akhirnya pohon itu membuatku kena sel, lalu wajib lapor setiap Senin di Polsek Belantik.

Benci nian aku pada delima itu. Lihatlah pohon kampungan itu, ia macam kena kutuk. Pokoknya berbongkol-bongkol, dahan-dahannya murung, ranting-rantingnya canggung, kulit kayunya keriput, daun-daunnya kusut. Malam Jumat, burung berkelong-kelong berkaok-kaok di puncaknya, memanggil-manggil malaikat maut. Tak berani aku dekat-dekat delima itu karena aku tahu pohon itu didiami hanntu.

Tapi dari cara penceritaan si pohon delima inilah saya dapat gambaran tentang si tokoh utamanya. Namanya Sobri. Seorang lelaki dewasa yang nasibnya 11-12 dengan si pohon delima. Karena pertemanan masa kecilnya dengan Taripol, ia tak berhasil lulus SMP. Itu juga yang membuatnya belum juga mendapat pekerjaan tetap.

Sirkus Pohon Andrea Hirata

Bercerita tentang perjalanan kehidupan seorang Sobri yang sederhana, baik penampilan dan jalan pikirannya. Selalu berusaha mendapat pekerjaan tetap untuk bisa menikahi perempuan idamannya. Kala Sobri berhasil mendapat pekerjaan yang membuatnya bangga dan bersiap menuju hari bahagia dengan perempuan idamannya itu, dari situlah cerita pohon delima dimulai.

Baca juga : Belajar Naif dari Orang-Orang Biasa Andrea Hirata

Bermula dari kekesalan Sobri, ia membuang sekeranjang buah delima ke halaman rumahnya. Biji-biji buah delima yang kuat telah berkonspirasi dengan alam semesta untuk membuatnya tumbuh subuh menjadi pohon besar dan tak pantang mati. Banyak hal terjadi dan orang pintar di kampungnya mempercayai pohon delima itu keramat.

Saking keramatnya, pada pemilihan kepala desa, beberapa calon kepala desa berebut memasang foto dirinya di batang pohon delima. Berharap akan menang karena karomahnya.

Di sisi lain, satu alur cerita dari tokoh yang berbeda disuguhkan dengan cara yang berbeda pula. Menampilkan tokoh Tegar dan Tara, dua anak kecil kelas 5 SD yang sama-sama hidup di tengah perceraian kedua orang tuanya. Pertemuan kali pertama mereka seperti pertemuan cinta pertama yang terputus kisahnya.

Sama-sama tak bertanya nama, alamat, atau keterangan apapun. Lalu hilang begitu saja dan meninggalkan kenangan manis pada keduanya. Seperti drama yang tak berkesudahan, pertemuan demi pertemuan yang nyaris tertambat harus berakhir denga nihil. Aslinya, saya gregetan dengan Andrea Hirata ini. Kenapa sih dua tokoh ini harus selalu saling bersimpangan padahal sudah hampir bertemu kembali?

Sebenarnya, cerita di buku ini sangat sederhana dan dibawakan oleh tokoh-tokoh yang juga sederhana. Saya seperti membaca dua cerita berbeda namun pada akhirnya bertemu di satu titik yang sama, yang keduanya bisa disatukan dengan apik dan menarik. Ibaratnya, saya menenun pada satu ujung benang, lalu mulai menenun lagi dengan ujung benang yang lain sampai akhirnya saya tahu bahwa kedua ujung benang itu bukanlah benang yang berbeda.

Andrea Hirata mampu menyihir saya untuk terus membaca hingga tuntas. Akhir ceritanya ia buat dengan plot twist yang benar-benar diluar dugaan saya. Bagaimana nasib Sobri dan perempuan idamannya itu, apakah Tara dan Tegar akhirnya bisa bertemu, dan siapa sebenarnya Taripol yang amat Sobri benci tapi terkadang ia sayangi itu?

Ringan, tapi mengasyikkan membacanya. Penasaran?

Baca juga : Resensi Buku Explore, Enjoy, Repeat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah memberi komentar :)