Sapardi Djoko Damono Meninggal Dunia
Saya dengar kabar ini pertama kali lewat
salah satu grup wa di komunitas menulis. Minggu pagi menjelang siang, ketika
saya sedang duduk di depan jejeran buku-buku. Tanpa aba-aba, mata saya langsung
tertuju pada satu buku yang sudah lima tahun ini ada disana.
Salah satu buku Sapardi Djoko Damono |
Hujan Bulan Juni. Sepilihan Sajak Sapardi Djoko Damono. Saya membuka
halaman-halamannya seperti saya ingin menelusuri perjalanan kisahnya. Saya ingin
kembali merasakan perasaan yang ia coba untuk interpretasikan dalam kata-kata,
meski mungkin sangat jauh berbeda.
Saya baca larik-larik puisinya dan seperti biasa, saya seperti bersamanya.
Melihatnya sedang memandang hujan, merasakan angin, berbicara pada hatinya
sendiri. Meski, sekali lagi, mungkin sangat jauh berbeda dengan realitasnya
saat menulis puisi-puisi itu.
Dan, saya berhenti pada satu halaman.
Puisi Sapardi Djoko Damono |
HUJAN TURUN SEPANJANG JALAN
hujan rinai waktu musim berdesik-desik pelan
kembali bernama sunyi
kita pandang: pohon-pohon di luar basah kembali
tak ada yang menolaknya. Kita pun mengerti, tiba-tiba
atas pesan yang rahasia
tatkala angin basah tak ada bermuat debu
tatkala tak ada yang merasa diburu-buru
(1967)
Saya memang tidak mengenalnya secara langsung. Saya mengenalnya lewat tulisan-tulisannya, khususnya puisi-puisinya. Sebegitu sukanya saya terhadap puisi-puisinya, saya sampai meminta satu buku puisinya sebagai salah satu mahar untuk pernikahan saya.
Baca juga : Mahar Handmade
Entah karena saya terlalu sering menyukai hujan, atau karena saya yang terkadang
terlalu melankolis. Puisi-puisinya selalu membawa saya ke tempat paling nyaman
untuk menyapa kesendirian. Puisi-puisinya selalu membawa saya pada satu
pandangan dengan perspektif yang berbeda.
Dan sekarang, penulis puisi itu, pujangga itu, sastrawan itu, telah kembali.
Meninggalkan kenangan yang tertoreh tidak saja pada kertas-kertas, pada bait-bait
lagu, tetapi juga pada setiap hati yang tersentuh oleh puisi-puisinya.
Baca juga : Antara Novel dan Film
Selamat jalan, Eyang Sapardi Djoko Damono. Semoga engkau mendapatkan
tempat terbaik di sisi Sang Pencipta.
Selamat jalan, Eyang :(
BalasHapusHari ini tiba-tiba saja pikiran saya dipenuhi puisi-puisi karya beliau yang tidak pernah gagal membuat hati saya mendadak melow :)
@uphiet, iya sama.. saya langsung baca2 lagi puisi2nya..
Hapusiya selamat jalan eyang SDD, wah serunya pernah jadi mahar ya mbk... tp emang puisinya melow dan nyentuh banget... kayak hujan bulan juni, jadi tambah suka kan pas ujan hehe
BalasHapus@catatanwaktu saking sukanya dan waktu itu memang pengen banget punya bukunya hehe
HapusPenulis puisi favorit melegenda memang setiap puisi hujannya. Semua bukunya menjadi koleksi dirumah
BalasHapusPerginya Eyang Sapardi jadi kehilangan besar untuk dunia sastra Indonesia. Meski saya nggak terlalu kenal karya beliau karena nggak terlalu suka puisi tapi karya beliau sudah jadi legenda yang tak akan tergantikan.
BalasHapusInna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Beliau walaupun sudah sepuh masih berkarya. Pada event penulis internasional di kota Makassar tahun lalu, beliau datang. jadi teladang bagi kita semua untuk tetap berkarya.
BalasHapusInnalillahi wa inna ilaihi rojiun.. beliau memang sangat legendaris ya... semoga diberi keselamatan di alam sana.. amiiin
BalasHapusSelamat jalan Eyang Sapardi. Terima kasih buat karya-karyamu yang mewarnai dunia.
BalasHapusselamat jalan legend, selamat jalan salah satu putra bangsa yang membanggakan, salah satu kebanggaan negara Indonesia, ragamu sudah tiada namun karyamu akan selalu terpatri dan dikenang sepanjang masa, menjadi sejarah yang indah dalam dunia puisi, karyamu tak akan lekang oleh waktu
BalasHapusKita telah kehilangan salah satu sastrawan hebat. Tapi karya-karyanya tak pernah hilang dari sejarah
BalasHapusSelamat jalan eyang Sapardi. Karyamu akan dikenang sepanjang masa
BalasHapus@Nyonya Faruq. Koleksi bukunya beliau juga mba? Waah, yang mana aja?
BalasHapus@Alfa Kurnia. Iya mba, betul. Karya beliau itu sungguh melegenda
BalasHapus@mugniar, iya.. jadi inget sepenggal puisinya,
BalasHapuspada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri
innalillahi wainna ilaihi rojiun eyang sapardi djoko damono meninggal dunia, kita kehilangan sastrawan yang melegenda.
BalasHapuspuisinya menyentuh selalu semua karyamu tidak akan pernah lekang oleh waktu. Alfathiah untuk eyang sapardi djoko damono.
Yang fana adalah waktu. Kita abadi.
BalasHapus@Sepenuhnya, Saya juga suka sajak yany satu itu.
Hapus