30 Mei 2019

BPN Day 25 : 5 Tradisi Lebaran Yang Masih Eksis

Menghitung-hitung hari raya tiba ya. Tinggal lima hari lagi lebaran tiba. Kok rasanya cepat sekali Ramadhan berlalu? Anak-anak yang merantau jauh dari kampung halaman, mungkin sebagiannya sudah mulai mudik. Saya pribadi suka tiba-tiba meneteskan air mata kalau lihat pawai mudik pakai motor, atau mobil-mobil pribadi dengan bagasi atas yang banyak. Saya teringat dulu waktu kerja diluar kampung halaman dan harus ikut keramaian mudik pakai transportasi umum. Rasanya begitu haru kala bertemu keluarga di rumah.


Mudik kala lebaran memang jadi salah satu tradisi di Indonesia. Gak heran kalau setiap orang yang merantau jauh menantikan moment yang hanya setahun sekali dijumpai ini. Selain bisa bertemu keluarga, biasanya juga si pemudik bisa menjumpai tradisi lebaran di daerahnya masing-masing atau bahkan hanya dijumpai di keluarga besarnya.

Nah, kalau di keluarga saya, ada tradisi lebaran yang sepertinya tidak pernah terlewat selama saya menjumpai lebaran di rumah. Apa saja itu? Yuk lanjut bacanya 😉

1. Buat ketupat
Tradisi yang satu ini mungkin tidak jauh berbeda dari tradisi lebaran di daerah lain. Biasanya saya dan Abah saya yang membuat ketupatnya sendiri dari janur (daun kelapa yang masih muda) karena orang di rumah gak ada yang bisa buat bungkus ketupat ini, hehe. Seru aja kumpul sambil buat bungkus ketupat sendiri. Masaknya biar ibu aja, gak lama juga kok karena punya trik sendiri.

Baca juga : Tips Meminimalkan Waktu Masak Ketupat

2. Takbiran keliling kampung
Tradisi kedua adalah takbiran keliling kampung. Ini dilakukan pada malam lebaran dimana hampir semua orang di kampung orang tua saya ikut meramaikan takbiran ini. Jadi selepas solat Maghrib, gema takbir sudah berkumandang dari masjid dan mushola. Lalu selepas Isya, barulah beramai-ramai pawai dari masjid utama kampung kami, keliling melewati jalan-jalan yang sudah ditentukan oleh anak-anak Risma. Setiap rombongan melewati rumah warga, ada penambahan peserta pawai. Jadi dari awal sudah ramai, di tengah sampai akhir pawai tambah ramai lagi.



Bahkan, sudah beberapa kali saya ikut pawai, jalanan kampung jadi padat sekali. Peserta pawainya ramai sekali hingga tidak jalannya hanya merayap saja. Tapi seru lho! Apalagi, dari pengurus Rismanya selalu membuat mobil hias atau masjid minimalis yang penuh lampu warna warni.

3. Sungkeman
Sebenarnya bukan sungkeman yang njawa banget ya, tapi bisa dibilang salaman sama orang tua dengan takzim. Jadi, selesai solat Ied, kami sekeluarga akan bersiap duduk rapi. Abah dan Ibu duduk di kursi dan kami anak-anak serta menantu dan cucu akan bergantian salaman dan maaf-maafan. Begitu juga dengan kami anak-anaknya.


Lalu, kami meluncur ke rumah mbah dari pihak abah yang rumahnya hanya di samping rumah kami. Biasanya sudah kumpul juga anak-anak dan cucu-cucunya mbah. Sungkeman seperti ini kami lakukan pagi-pagi segera setelah solat Ied, karena kalau nanti-nanti bakalan susah. Para tetangga sudah datang dan rumah akan ramai.

4. Memberi hadiah
Kalau tradisi yang satu ini sebenarnya bukan hanya di hari raya Idul Fitri saja. Keluarga saya seringkali memberi hadiah untuk masing-masing kami di hari-hari tertentu semisal hari lahir atau ketika ada yang mendapatkan prestasi. Kalau di hari raya, biasanya berupa uang yang masih disebut THR itu. Dan, yang diberi adalah anggota keluarga yang masih berstatus pelajar atau yang belum bekerja. Tapi beberapa kali lebaran juga kami saling memberi hadiah atau tukar hadiah berupa barang yang sederhana. Bukan seberapa mahal atau bagusnya hadiah yang diberikan, tapi rasa kasih sayang antar kami yang menjadikan moment ini begitu berharga.

5. Keliling kampung
Ini tradisi yang sampai sekarang masih dilakukan di kampung orang tua saya. Seperti yang sudah saya sebutkan tadi, setelah sungkeman dengan orang tua dan mbah di samping rumah, para tetangga akan mulai berdatangan untuk silaturahmi. Karena kebetulan rumah orang tua saya dekat dengan rumah mbah yang notabene termasuk ornag yang dituakan, maka berimbas juga dengan ramainya tetangga yang datang. Biasanya adik-adik saya yang keliling duluan, saya jaga rumah sambil bantu ibu untuk menyiapkan minuman atau makanan untuk orang yang datang.

Baru setelah sore menjelang, giliran kami sekelurga yang keliling ke rumah tetangga. Walaupun paginya sudah bertemu di masjid atau malah sudah ada yang datang ke rumah, tapi kami tetap datang juga untuk silaturahmi. Tradisi ini biasanya tidak hanya sehari saja, tapi hari kedua dan ke tiga lebaran pun, masih ada beberapa tetangga yang saling silaturahmi.

Baca juga : Lakukan Hal Ini Untuk Lebaran Berkesan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah memberi komentar :)