29 April 2019

Selamat pagi, Jekardah! (Sebuah Prolog)

Halo!

Kita jalan-jalan lagi, yeaaayyy!! Oke, kita mulai ceritanya dari prolog dulu ya. Oh iya, sepertinya prolog ini agak panjang, jadi boleh diskip saja. Tapi kadang gak asik kalau gak baca prolog dari sebuah cerita, haha.
Saya menang lomba! Iyes, menang lomba fotografi yang hadiahnya adalah voucher menginap di Hotel Sofyan Betawi! Penasaran dan sayang lah ya kalau gak diambil. Jadi, mantenginlah saya jadwal hari libur yang berderet dengan libur di hari Minggu. Dapat pas kemarin hari Easter. Untung tabungan sudah ada, ya secara ini perjalanan keluar kota, pake nyebrang selat Sunda kan? Jadi walaupun nginap dan makannya gratis, transportasi tetap ditanggung sendiri.

Selamat pagi, Jakarta
Hitung-hitung sekalian ngerayain tanggal 15an yang kelewat beberapa hari (kami berdua selalu berfoto dan merayakan kecil-kecilan di tanggal 15 setiap bulannya, haha), berangkatlah kami berdua menuju Jakarta. Seminggu sebelum berangkat, saya memang sudah memesan kamar dan alhamdulillah masih ada. Jadi langsung gercep cari tiket Damri juga karena takut kehabisan. Dan segalanya mudah, tiket sudah dapat dan kamar juga ada.

Yeyeyeyeeyy! >,<
Kami berangkat dari Lampung naik Damri pukul 21.00, tiketnya cari yang paling murah, kelas Bisnis Rp 160.000,-/orang. Kalau cari di agen online sepertinya agak lebih murah sedikit, tapi waktu itu sudah habis di agen online. Oh iya, sempat ada drama juga sedikit waktu mau berangkat malam itu. Jadi, kami berangkat dari rumah mertua saya di Bandar Lampung yang notabene lebih dekat ke stasiun ketimbang dari rumah kami. Dari sana, rencananya kami cari Gocar aja yang mudah. Eh, pas sampai sana, mati lampu!

Saya juga lupa memperhitungkan keadaan sinyal internet dari server yang saya pakai. Kalau di rumah mertua, entah kenapa sinyalnya hilang. Trus, mau nebeng aplikasi kakak ipar, sinyalnya juga hilang karena mati lampu. Tepok jidat dah! Mana saat itu, waktu sudah mepet untuk check in di loket Damri. Saya dan suami saling cari sinyal sampai keluar rumah, gelap dan sepi. Oh!

Saya telpon adik saya yang di rumah (untungnya sinyal telepon gak ikut hilang juga), dan suami saya cari pinjeman aplikasi ojek online ke rumah kakak. Akhirnya dapat, yes! Alhamdulillah, ada tetangga yang punya aplikasi ojek online itu dan pesenin. Lega deh. Eh tapi.. rupanya deg-degan lagi karena kok mobilnya gak sampe-sampe sih? Kabar selanjutnya adalah, mobilnya terperosok di got. Aaarrghh ini gak boleh berangkat atau Cuma latihan jantung ya? Haha.

Kami bertiga (saya, suami, dan tetangga yang orderin gocar itu melihat jam dan sudah lewat dari menit ke 60 dimana waktunya harus check in. Jadi, mas tetangga yang baik hati itu langsung gercep juga keluarin mobilnya untuk anterin kami. Duh, rasanya tuh gak enak gimana gitu, jadi malah merepotkan dia yang seharusnya gak tau apa-apa. Tambah gak enak karna mas tetangga gak mau dikasih uang bensin. Tepok jidat lagi, haha. Pada akhirnya kami sampai dengan selamat dan tepat waktu. Gak berselang beberapa lama dari kami check in dan naik ke bus yang ternyata sudah rame, bus kami berangkat. Fiuhh, alhamdulillah. Drama ini berakhir lega.

Intermezzo di kapal laut.
Jadi karena mungkin kami berangkatnya pas long weekend juga ya, jadi ternyata kapal yang kami naiki padat sekali. Kami dapat kapal yang gak terlalu bagus juga. Kelas ekonomi tanpa AC, bangku keras, dan letaknya diluar, tambahan ada alat musik orgen tunggal. Wah alamat bakal berisik banget. Jadi kami cari kelas lain yang lumayan nyaman. Busyet kelas AC lesehan dan tempat duduk penuh semua! Yah, dengan berat hati dan itupun pakai cari-cari dulu, kami duduk di kelas ekonomi. Ya sudahlah, Cuma 2-3 jam ini.

Di tengah perjalanan, apa yang saya khawatirkan itu terjadi juga. Musik mulai dimainkan dan penyanyi-penyanyi mulai keluar. Perempuan muda dan setengah tua yang dandanannya dipaksa cantik mulai bernyanyi dengan musik yang keras. Duh, salonnya kegedean dengan ruangan yang ada.  Kadang saya berfikir, kalau saja mereka bernyanyi seperti di panggung gedung pertemuan yang slow, ceria tapi pas suaranya, pasti penontonnya juga banyak yang suka ya. Yah, selera dan jalan pikir orang kan berbeda ya.

Pada akhirnya saya juga gak bisa apa-apa. Mau gak didengerin gak mungkin karena untuk ngobrol sama suami yang deketan aja harus teriak. Mau tidur juga gak bisa karena berisik dan sandaran bangku juga pendek. Yah, 2 jam akhirnya berlalu juga kok, hehe.

Lanjut deh perjalanan naik bus dari Merak ke Gambir. Saking ngantuknya, saya tidur aja di perjalanan. Padahal biasanya saya selalu tertarik lihat pemandangan diluar selama perjalanan dari Merak melewati Jakarta, aplagi di malam yang penuh lampu dari gedung-gedung tinggi. Haha, anak kampung sih, maklum ya. Eh, taunya sudah sampai stasiun aja dan hujan! Saat itu sekitar pukul 04.00 pagi, masih gelap!

Saya yang baru pertama kali ke Gambir, jadi celingak celinguk aja, haha. Suami juga sering disorientasi kalau ke tempat baru, yah kami sama-sama seperti orang tersesat, haha. Tapi, hal pertama yang ada di benak saya adalah menemukan masjid atau musola. Aman dah kalau sudah disana mah. Nanti gampang tanya petugas mau kemana atau menunggu agak terangan. Niat saya, begitu sampai Gambir, saya cari masjid atau kamar mandi yang bisa untuk mandi, eh ternyata gak ada ya, haha. Ya sudah lah masih wangi kok badannya walaupun gak mandi juga, wkwkwk.

Selepas subuh, kami hanya duduk-duduk dan ngemil sambil menunggu suasana agak terangan biar kami bisa jalan-jalan. Kemarin waktu saya pesan hotel itu, belum bisa check in pagi-pagi. Jadi saya memang sudah ada rencana jalan-jalan dulu setelah ini. Tujuannya? Ke Monas (lagi).

Eh btw, prolognya beneran panjang ya? Haha, monmaap yee.. sayang aja kalau gak ada cerita drama-drama begini. Lanjut cerita hari pertamanya di psotingan selanjutnya aja kali ya. Sudah cape bacanya belum? Hehe. See you tomorrow yaa!


Sekadar tips ringan.
1. Kalau mau bepergian pakai bus Damri, sekarang bisa pesan lewat online di OTA atau aplikasi Damri itu sendiri di www.damri.org.id.
2. Pilih bangku di baris 1 atau 3 di belakang supir untuk pemandangan yang lega. Karena biasanya baris ke 2 agak terhalang bingkai jendela (soalnya saya penyuka pemandangan dari jendela bus).
3. Perhitungkan waktu perjalanan dari kota asal ke kota tujuan. Kemarin, waktu tempuh lancar dari Bandar Lampung ke Gambir hanya sekitar tujuh jam saja. Kalau langsung dijemput sih gak masalah, tapi kalau seperti kami yang harus menunggu waktu, sebaiknya berngkat di jadwal yang paling malam, yaitu pukul 22.00 agak tidak terlalu lama menunggu waktu terang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah memberi komentar :)