26 Februari 2013

Kepada sahabatku, Fa

Lagi-lagi menulis surat untukmu, Fa. Ini surat yang kedua untukmu, hehe. Tapi aku senang bisa kembali berkisah dan mendengar kisahmu meski hanya lewat dunia maya.

Lama tak mendengar kabarmu, tiba-tiba kau menyapaku dan langsung bertanya bagaimana dengan aktivitasku menulis. Aku bisa langsung menebak bahwa kau sudah punya karya baru. Sebuah draft untuk buku puisi atau novel. Dan tebakanku memang benar :D kau punya novel baru! Sesungguhnya aku begitu iri padamu, Fa. Kau sudah menghasilkan beberapa buku, sedang aku? Lalu tiba-tiba aku ingat kau yang menertawakanku waktu itu. Aku pernah bilang padamu bagini,
“Lihat saja, bulan Oktober nanti, novelku sudah jadi dan bisa kuikutkan di lomba itu.”

Dan kau tertawa. Aku menafsirkannya sebagai tantangan. Coba saja. Atau, yah, tunjukkan saja besok. Begitu kira-kira arti tawamu untuk membalas ucapanku itu. Tapi ternyata bulan Oktober berlalu dan aku belum bisa menyelesaikan novelku. Uh!

Bahkan sampai surat ini kutulis. Hiks! Begitu menyedihkan ya :’(
Dan kau mengabari aku tentang novelmu yang baru. Dan kau bertanya apakah aku bisa menata letak tulisanmu untuk dijadikan buku. Dan kalau aku bisa, kau memintaku untuk menata letak tulisanmu. Bagaimana bisa aku menolak permintaanmu itu, Fa?

Lalu tiba-tiba saja kau bertanya,
“Apakah ada kisah perempuan dengan cinta sederhana?”
Kau! Itu diriku, Fa! Uh! Kau sudah membacanya dari buku puisiku waktu itu. Lama sudah kisah itu kusuguhkan. Dan kau berhasil mengungkapnya persis seperti yang ada dalam bait-baitnya. Tapi kenapa kau masih bisa berkata,
“Aku tak tahu apa-apa. Selama ini kau menyimpan kisah cintamu sendiri.”

Ahahahaha.. apakah aku seorang artis yang dengan mudah diketahui kisah cintanya oleh publik lalu disebarluaskan di acara infotainment tv? Wow! Kisah cintaku biasa saja kok, malah aku berfikir apakah kisahku itu bisa digolongkan sebagai kisah cinta ataukah hanya kisah biasa yang dibumbui dengan perasaan saja?

Tapi begitulah. Bagiku mencintai itu sederhana saja. Cintai orang yang memang ingin kau cintai. Biarkan rasa itu tumbuh seperti rumput yang tiba-tiba menjadi lebat tanpa kau tahu kapan tumbuhnya padahal kau tak pernah menyiramnya atau memberinya pupuk.

Tapi tak begitu juga setelah menjalaninya. Mencintai tidak sesederhana itu. Rumput yang tumbuh harus melewati banyak rintangan. Terinjak-injak oleh kaki manusia dan makhluk-makhluk besar lainnya, terkena panas terik dan hujan gigil, belum lagi sumpah serapah manusia yang tak menginginkan rumput itu tumbuh. Dan pada akhirnya, hanya ada dua pilihan; tetap berusaha untuk tumbuh atau mati saja dan tak pernah tumbuh lagi. Tumbuh saja di tempat lain meski kehidupan yang akan dialaminya pun sama. Dan ketika rumput itu akan hidup di tempat lain, ia sudah bisa belajar dari masa lalu.

Begitulah, Fa.
Bagiku, mencintai itu indah. Seindah pagi yang diselimuti kabut tipis dari embun yang turun sebelum itu. Mencintai itu hangat. Seperti mentari yang pelan-pelan menyelinap lewat ranting-ranting pepohonan di pagi hari. Mencintai itu membuat kita bahagia, bahwa ternyata kita bisa mencintai seseorang dengan rasa paling sederhana.

Begitulah, Fa.
Hei! Aku jadi melankolis ya? ehehe... bagaimana menurut pendapatmu sendiri?

Natar, 28  September 2012 

# nemu tulisan ini dan sudah searching di note ini atau di blog, ternyata belum pernah diposting :D
apa kabar, Fa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah memberi komentar :)