Menangis karena dilangkahi menikah oleh seseorang yang lebih
muda itu memang hal yang wajar. Kebanyakan memang adik sendiri (kalau adik
sepupu atau adik kelas, beda ceritanya). Wajar memang. Itu manusiai. Itu
perempuan banget, hehe.
Saya juga mengalami kok yang namanya dilangkahi menikah oleh
adik. Dan rasanya itu gak enak. Gak enak banget! Karena sepertinya, yang
seharusnya menikah duluan adalah kakaknya. Tapi itu kan ‘seharusnya’ dalam
kamus kita, nah kalau dalam kamus kehidupan kan beda lagi. Hidup, mati, rezeki,
termasuk jodoh itu kan yang mengatur yang mencipta kita, tho? Tinggal bagaimana
upaya kita untuk mendapatkan yang terbaik dari keempat perihal tadi. Hidup yang
baik, mati dalam keadaan baik, rezeki yang baik, dan jodoh yang baik.
Semua pasti setuju, semua tidak datang tiba-tiba. Semua
harus diusahakan. Siapa yang bisa hidup dalam keadaan baik kalau hanya berdiam
diri saja? Menunggu orang lain datang mengantar bantuan, begitu? Gak, tho? Mati
dalam keadaan baik juga harus diusahakan, kan? Bagaimana mungkin kita mati
dalam keadaan baik kalau sehari-harinya kita melakukan hal yang buruk. Itu juga
usaha. Rezeki juga begitu. Kalau mau dapat lebih baik, ya belajar, ikhtiarnya
lurus, optimis. Untuk jodoh? Sama aja.
Kalau kita hanya berdiam diri di rumah, gak punya kenalan,
gak mau dikenal-kenalin, ya selamat menunggu aja. Pasti dapet sih, karena sudah
dijanjikan bahwa manusia itu diciptakan berpasang-pasangan, tapi masa gak ada
usaha? Mau sampai kapan menunggunya? Kalau sudah usaha dan belum dapet juga, ya
berarti kita sedang diuji kesabarannya. Kalau sudah punya –katakanlah calon
suami/istri- trus terasa lama dan akhirnya dilangkahi, ya itu sudah takdir
namanya.
Tapi begini, saya hanya ingin tekankah bahwa dilangkahi
menikah oleh adik itu gak sehoror yang kita bayangkan kok. Awalnya memang kita
membayangkan deretan pertanyaan ini :
“Apa kata dunia kalau saya dilangkahi?”
“Kata orang kan kalau dilangkahi, akan lebih sulit jodohnya.
Jadi gimana dong?”
“Kenapa sih dia gak sabar? Saya yang lebih lama galaunya aja
masih belum nikah.”
Nah lho!
Saya hanya ingin tekankan bahwa dilangkahi menikah adalah
sesuatu yang wajar. Kalau kata temanku, tidak akan membuat kita mati berdiri,
hehe. Tidak serta merta membuat kita kehilangan harga diri. Dan satu lagi yang
penting untuk digarisbawahi adalah, setidaknya kita tidak menghalangi orang
lain untuk berbahagia. Begitu kan?
Ini hanya sekedar coretan tangan saja, gak usah terlalu
ditanggapi kalau memang suasana hati sedang galau karena (akan) dilangkahi. Survey
membuktikan, orang yang dilangkahi (khususnya perempuan), akan baik-baik saja
setelah pernikahan sang pelangkah itu.
So, menangis ya gak papa, karena memang itu wajar. Tapi, gak
usah terlalu berlarut-larut, apalagi sampai menggagalkan pernikahan sang adik
atau membuatnya menunda-nunda. Gak mau kan sang adik sampai bilang begini :
“Kalau mau nikah tua, jangan ngajak-ngajak dong!”
Hehe, just for fun ya. Semoga kita diberi kesabaran yang
lebih dalam menghadapi hidup ini, xixixi.
Catatan :
Tulisan ini sebenarnya sudah lama ada di kepala, tapi baru bisa dilahirkan siang ini. Sebabnya karena beberapa hari lalu saya mendengar lagi ada teman yang mau dilangkahi. Dia cerita ke saya, yah saya ceritakan pengalaman saya. Kayaknya saya bisa jadi Duta Perempuan Galau karena dilangkahi deh, haha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah memberi komentar :)