Ran
Merindumu, Ran,
adalah denyut yang tak pernah hilang dari nadiku
kau mungkin tak pernah tahu
aku telah mengenali hujan dari matamu yang basah sore itu
ketika ku bilang jangan pernah merinduku untuk satu masa setelah ini
aku tak berani menatap mata yang bening sebagai telaga pada wajahmu
sungguh
merindumu, ran,
adalah sebuah nafas yang kini mulai tersendat sebab air mata yang menyesakkan
merindumu, ran,
adalah butir-butir doa yang kukumpulkan tiap detik waktu
kau mungkin tak pernah tahu
aku telah memahat wajahmu di sekeliling dinding yang mengungkungku kian dalam tiap detiknya
dinding senyap yang makin beku tanpa tawamu
merindumu, ran,
adalah malam-malam lambat yang terasa diam menjangkau pagi
kau mungkin tak pernah tahu
aku telah menganggapmu pagi yang menebarkan embun pada tiap helai daun dan kelopak bunga ilalang
merindumu, ran,
adalah air mata yang kian menggumpal di pelupuk mata
entah sampai kapan akan tertuang
Palembang, 6 Juli 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah memberi komentar :)