29 Mei 2020

Tidak Sibuk Sebelum Lebaran

Cerita Lebaran Part #2

Preview part #1

Setelah sidang cukup panjang, akhirnya kami lebaran dengan seragam warna milo. Walaupun sudah selesai memutuskan warna, tapi drama seragam ini masih berlanjut hingga pemotongan dan jahit ulang baju karena masih kebesaran. Untung masih ada penjahit dekat pasar yang mau nerima reparasi, haha.

Drama menjelang lebaran bersambung pada kelilingnya saya dan suami demi biskuit kaleng legendaris, Khong Guan. Bagian ini nih yang bikin saya tepok jidat. Iya sih, kalau gak lebaran, gak bakal beli biskuit sekaleng besar yang harganya bisa untuk beli telor 4 kilo itu, wkwk.

ketupat lebaran
Ketupat lebaran

Baca : Cerita Lebaran Part #1, Keliling Demi Kaleng Khong Guan

Nah, selain dua cerita itu, saya masih punya cerita lainnya yang sayang kalau hanya mengendap di kepala.

Tumben Banget! Masak Cepat Kelar

Adalah kebiasaan di rumah ibu saya, menjelang lebaran itu selalu riweh. Sehari sebelum lebaran adalah hari paling sibuk. Beberes rumah dan masak-masak. Kalau dipikir sebenarnya gak ada pekerjaan yang benar-benar wah sih, tapi entah kenapa detak waktu terasa sangat cepat. Selepas subuh kok tau-tau sudah menjelang malam takbiran. Sementara, masak dan beberes rumah belum selesai.

Beberes rumah adalah hal wajib yang ibu saya lakukan pertama kali. Istilahnya, ini general cleaning setahun sekali. Hordeng-hordeng dicuci, kusen-kuseun dibersihkan, teralis dan kaca jendela dilap jadi kinclong lagi. Saya memaklumi kalau bersih-bersih skala besar ini hanya bisa dilakukan setahun sekali. Dengan anggota rumah yang semuanya sibuk, tanpa asisten rumah tangga, gorden yang banyak dan besar-besar, jendela yang gak Cuma sepetak kecil, wajar lah gak bisa kepegang setiap hari.

Ibu pantang sekali melihat kardus, buku-buku bertumpuk, dan printilan-printilan gak jelas ada di beberapa sudut rumah saat lebaran tiba. Makanya menjelang lebaran, sudah bisa dipastikan rumah akan terlihat lebih berantakan karena aksi pindah sana pindah sini itu kardus, tumpukan buku dan segala macamnya. Ibu menyulapnya jadi ruang yang lega untuk duduk para tamu sambil ngobrol dan mencicipi kue lebaran.

Baca juga : 5 Tradisi Lebaran Yang Masih Eksis

Saya juga memaklumi tujuan ibu beberes rumah ini. Ayah adalah salah satu tokoh di kampung saya. Ibunya (mbah saya) juga salah seorang yang awal-awal dulu membuka kampung ini. Makanya wajar kalau di hari lebaran, tamu-tamu yang berkunjung seperti tidak ada habisnya. Gak enak dong rumah berantakan saat lebaran?

Nah, tahun ini pun demikian. Walaupun ada instruksi untuk lebaran di rumah aja, ibu tetap cuci hordeng, dibantu abah membersihkan kaca, kusen dan teralis. Bedanya, ibu gak saya biarkan untuk pindah-pindahin barang lagi. Biarlah beberapa tumpukan kardus dan buku tetap mengisi ruang tengah. Lagipula, gak ada tamu juga, wkwk.

Jadi, gak terlalu banyak pekerjaan di hari itu. Saya yang datang ke rumah ibu sudah agak siang pun masih bisa beberes dengan nafas teratur, hehe. Memasang gorden yang habis dicuci, menyetrika pakaian dengan santai (biasanya kalau lebaran gini, di rumah hanya menyetrika baju lebaran aja karena mendesak, haha), dan beberes printilan yang sekiranya bisa membuat rumah terlihat lebih rapi saja.

Untuk urusan masak memasak juga sama seperti tahun-tahun yang lalu. Menu lebaran pada umumnya. Ketupat (kali ini hanya buat 20 biji aja), rendang, sayur kuah santan, dan sambal (kali ini orek tempe karena kemarinnya ada saudara yang nawarin tempe beberapa papan).

Baca juga : Tips Meminimalkan Waktu Masak Ketupat

Ajaibnya, sebelum magrib semua masakan itu sudah matang! Paling hanya koreksi rasa karena kami semua berpuasa saat memasak. Saya dan ibu yang notabene bertahun-tahun masak beginian, hanya tertawa saja. Kok bisa ya sudah matang sebelum magrib? Adik-adik perempuan saya yang gak bisa mudik pun heran saat kami telepon, haha.

masakan lebaran
Suasana dapur rumah ibu saat malam lebaran

Jadi, selepas magrib, gak ada kegiatan berarti yang melelahkan seperti tahun-tahun sebelumnya. Sayangnya, gak ada takbiran keliling yang meriah kemarin. Padahal kalau ada takbir keliling, mungkin kami yang sudah santai ini bisa ikutan keliling.

Di tengah-tengah keheranan kami, ada satu kesimpulan yang kami tarik. Tahun-tahun sebelumnya, kami semua berkumpul. Ada anak-anak kecil juga, di rumah ramai. Jadi kerjanya gak beres-beres karena disambi bercanda dan mengobrol. Malah banyakan becandanya daripada kerjanya, hehe.

Tapi, serius saya agak sedih waktu masak-masak kemarin. Biasanya anak-anak perempuan ibu berkumpul, berbagi tugas dengan sendirinya. Saya beberes rumah area dalam, adik perempuan nomor 3 masak, ibu beberes di halaman, adik perempuan nomor 4 spesialis asisten bagi kami, hehe. Tapi kemarin, saya hanya ditemani mereka lewat video call.

Ah, semoga tahun depan masih diberi umur panjang dan bisa menikmati lebaran bersama lagi. Menikmati keseruan dan kesibukan menjelang malam takbiran.

Well, sepertinya cerita lebaran ini harus dilanjutkan di episode berikutnya. Kepanjangan kalau ditaro disini semua, hehe. Cerita dong kesibukan kamu sebelum lebaran tahun ini.

28 Mei 2020

Sidang Panjang dan Keliling Demi Kaleng Khong Guan

Cerita Lebaran Part #1

Waaah sudah lebaran ya? Selamat Idul Fitri yaaaa! Taqobbalallahu minna waminkum. Semoga Allah menerima puasa kita semua dan menjadikan kita diri yang lebih baik lagi di tahun-tahun mendatang. Aamiin.

Gimana, gimana? Ada cerita apa aja nih lebaran kemarin? Kalau saya mah banyak cerita! Makanya pengen saya bagi lewat tulisan ini. Sekadar untuk menciptakan kenangan dan jejak sejarah untuk masa tua nanti, bahwa saya dan semua muslim di dunia pernah berlebaran di tengah pandemi. Berlebaran di situasi paling berbeda sepanjang sejarah, hehe.

Lebaran 2020

Eits! Tapi saya gak mau cerita yang sedih-sedih mulu. Saya mau cerita yang bahagia dan seru aja. Manalah masih wabah dari corona, ceritanya sedih lagi. Bye deh. Baiklah. Saya mulai dari mana ya?

Sidang Panjang Untuk Seragam Lebaran

Di beberapa tulisan saya sebelumnya, saya pernah menyinggung soal seragam lebaran ini. Jadi memang sudah beberapa tahun, keluarga dari suami suka seru-seruan untuk pakai baju seragam di hari lebaran. Tidak terkecuali tahun ini juga.

Walaupun katanya lebaran gak boleh kemana-mana, tapi namanya seseruan tetap aja jalan. Apalagi saat menentukan mau pakai baju warna apa. Itu tuh persis sidang yang alot. Lamaaaaaa banget untuk ambil keputusannya. Dari pengajuan berbagai warna, sampai mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan samaan dengan keluarga besar lainnya.

Kami mulai dari peach. Warnanya lembut dan kebetulan sudah ada beberapa orang yang punya. Tapi, melihat ke belakang, kok saya sering banget pakai warna itu ya. Waktu itu gamis saya hitam, jilbab peach. Lalu gamis putih, jilbab peach lagi. Lha kok ini mau gamis peach dengan jilbab hitam? Fix ganti! Cari lagi warna lain. Ungu-pink, rose pink-hitam, biru-dongker, hijau-hitam dan paduan warna-warna lainnya.

Karena takut para lelaki dalam grup keluarga gak nyaman dengan kluntang klunting wa yang muter-muter bahas seragam ini, akhirnya kami bela-belain untuk bikin satu grup wa lagi dengan nama ‘Baju Seragam Lebaran’ ckck! Dengan pertimbangan ini itu dan berbagai kemungkinan, maka sidang ditutup dengan sedikit pemaksaan karena salah satu kakak ipar saya sudah nekat beli baju warna milo. Fix deh akhirnya lebaran kali ini kami pakai seragam warna milo. Horee!

Saya kira, masalah seragam lebaran ini sudah selesai sampai disini. Ternyata masih ada lagi dramanya. Saya yang waktu itu masih santai belum dapat bajunya, terpaksa harus ngebut cari tuh baju. Mana gak berani ke pasar atau mall kan, jadi carinya lewat online deh. Sempat khawatir juga karena ada kabar bahwa beberapa jasa pengiriman akan tertunda dengan adanya kebijakan PSBB. Sampai gak nih baju sebelum lebaran tiba? Tapi, alhamdulillah, akhirnya baju tiba tepat waktu. Masih sempat dicuci dan disetrika juga.

Idul Fitri 2020
Fix pakai warna milo

Lain lagi dengan drama kakak ipar dan mamak. Karena badan yang kecil, jadi ukuran baju paling kecil pun masih kurang kecil juga. Di beberapa hari sebelum lebaran, baju yang dipesan harus dipotong dan jahit ulang. Karena sudah mepet waktu, penjahit langganan dekat rumah gak mau terima jahitan lagi walaupun hanya menjahit sedikit. Alhasil, pergi deh ke penjahit dekat pasar. Alhamdulillah bisa.

Rempong ya kami ini. Tapi disitulah serunya lebaran. Kan jadi ada cerita ya, hehe.

Baca juga : Sibuknya Menyambut Lebaran Ini

Keliling Demi Khong Guan

Ya ampun kalau inget ini mah, saya langsung tepok jidat, haha. Jadi, suami saya ini salah seorang penggemar berat biskuit. Pokoknya kalau sudah ke swalayan, bisa lama tuh di depan rak biskuit. Pilah pilih biskuit walaupun pada akhirnya jatuh pada biskuit favorit semacam gabing (see hong puff) atau marie (atau biasanya biskuit dempet yang ada krim coklatnya itu).

Nah, lebaran ini doi pengen banget beli biskuit Khong Guan yang kaleng besar. Maklum lah, hari-hari biasa gak pernah beli yang itu, gak kuat harganya. Lumayan banget kan kalau dibeliin telor bisa dapet 4 kiloan, wkwk.

Khong Guan Kaleng
Akhirnya ada Khong Guan Kaleng, wkwk

Semingguan sebelum lebaran, dia memang lihat masih ada jejeran kaleng besar itu di toko langganan dekat rumah, di swalayan dekat tempat kerjanya, dan di beberapa warung sekitar. Dipikir masih agak lama kan dan kami juga sempat beberapa hari menginap di rumah mertua dan rumah ibu saya, jadi kami tunda-tunda terus deh untuk belinya.

Dua hari sebelum lebaran, akhirnya kami putuskan untuk beli juga. Ternyata.. deng dong! Di warung langganan sudah habis. Mau beli di swalayan dekat tempat kerja kok jauh banget ya, dia sudah libur juga. Akhirnya kami keliling deh ke warung-warung dan toko-toko di sekitar. Sampai ke Indoma***t pun stok kosong!

Saya bilang aja,

“Makan biskuitnya di rumah ibu aja. Kemarin sempat lihat dapat bingkisan yang ada biskuit khong guan walaupun kaleng kecil.”

Dari mimik wajahnya, kayaknya doi masih belum mau menyerah. Katanya, besok kita cari lagi sebelum berangkat ke rumah ibu. Ya ampuunn!

Baca juga : Segubal, Kuliner Khas Lampung Untuk Lebaran

Benar. Jadi di satu hari sebelum lebaran itu, kami keliling lagi. Padahal itu sudah siap-siap mau mudik ke rumah ibu (tahun ini jatah lebaran pertama di rumah ibu). Baiklah. Kami jalan lagi menyusuri toko yang sekiranya kami lewati kemarin. Kosong semua. Sempat terpikir untuk ke swalayan besar yang agak jauh dari rumah, tapi melihat penampilan kami yang pakai baju rumahan banget, rasanya kok gimana gitu ya, haha. Lagipula kemarin itu masih pagi dan belum buka.

Untungnnya ada satu swalayan yang sudah buka. Begitu saya lewati pintu masuk, mata saya langsung menangkap jejeran kaleng besar berwarna merah itu. Ahamdulillah, akhirnya pencarian ini berakhir disini. Kami spontan tertawa. Terserah mau dipandang apa sama petugasnya, hehe.

Well, itu sedikit dari banyak cerita lebaran tahun ini. Masih ada lanjutannya. Tapi di postingan selanjutnya ada kali ya. Nah, kalau kamu punya cerita seru apa nih? Cerita dong di kolom komentar!


19 Mei 2020

Antara Novel dan Film

BPN Challenge Day#30

Disclaimer
Tulisan ini tidak ada sangkut pautnya dengan endorse novel atau film manapun. Tulisan ini murni pemikiran dari saya sendiri.

film saduran dari novel
Film yang disadur dari novel
Pernah gak sih pas nonton film yang disadur dari novel, tiba-tiba kita latah pengen jadi sutradara sekaligus pencari aktor dan aktrisnya? Hehe, saya sering!

Merasa kurang puas dengan adegan-adegan dalam cerita yang sudah pernah kita baca sebelumnya dalam bentuk novel, rasanya wajar ya. Sebagai pembaca novel dan cerita-cerita fiksi lainnya, saya kira kita sependapat kalau imajinasi setiap orang ketika membacanya itu pasti akan berbeda.

Atau merasa tokoh-tokoh yang ada tidak sesuai dengan tokoh hasil imajinasi sendiri ketika membaca novel aslinya. Yah, walaupun si penulis sudah mendeskripsikan si tokoh dengan panjang disertai adegan pendukung.

Saya sudah beberapa kali mengalaminya. Menonton film hasil saduran dari novel terkenal yang banyak pembacanya, yang ketika novelnya diluncurkan di toko-toko buku, langsung habis dalam waktu singkat. Bahkan ada yang rela pre-order juga.

Saya memang senang membaca novel. Sebenarnya bukan hanya novel saja, tetapi semua cerita fiksi dari banyak genre. Komedi, roman, novel sejarah, detektif, dan sedikit novel horor. Bagi yang sama-sama suka membaca seperti saya, pasti tahu lah ya sensasi membaca itu tiada duanya. Saya bisa membayangkan bagaimana tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. Bagaimana suaranya. Bagaimana penampilannya. Bagaimana emosinya.

Dengan buku yang sama, mungkin imajinasi setiap pembaca akan berbeda. Saya pernah mencobanya. Saya dan suami membaca novel yang sama, tentunya yang suami beneran tertarik karena dia gak begitu suka baca. Nah, setelah selesai, saya tanya bagaimana bayangan dia tentang beberapa tokoh yang ada dalam cerita itu.


Ternyata benar. Saya dan dia punya bayangan yang sedikit berbeda. Soal penampilan salah satu tokoh misalnya. Saya dan dia agak berbeda menggambarkannya. Dari sini saya bisa simpulkan bahwa membaca itu bisa membuat pikiran jadi kreatif dan punya imajinasi yang banyak. Tak terlepas dari buku yang dibaca juga ya.

Nah, ketika novel itu dijadikan film, saya yang harap-harap cemas. Bisa sesuai dengan bayangan saya gak ya? Haha *siapalah saya ini kok berharap tinggi seperti itu!

Film pertama hasil saduran dari novel yang pertama kali saya tonton itu kalau gak salah Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. Itu dulu terkenal banget kan? Saya sampai pesan ke toko buku langganan lho untuk dapatin novelnya. Saya punya imajinasi sendiri tentang tokoh-tokoh yang ada dalam novelnya. Wajahnya, perawakannya, ekspresinya, emosinya, dan penampilannya. Bahkan saya bisa membayangkan suaranya!

Ketika novel itu dijadikan film, tentu imajinasi yang saya bangun sedikit banyak berubah. Dari tokohnya, adegan-adegannya, juga dari suaranya. Wajar lah, sutradara dan saya punya imajinasi yang berbeda. Tapi saya menikmati film dengan melihat akting tokoh-tokohnya, cara pengambilan gambar, dan bagaimana percakapan yang dibangun itu terlihat natural dan tidak ketara hanya menghafal.

Seiring berjalannya waktu, makin banyak film-film Indonesia yang disadur dari novel, bahkan dari judul buku puisi. Salah satunya adalah Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono. Oh iya, saya juga sangat suka dengan puisi-puisinya. Bahkan bukunya itu saya jadikan permintaan mahar untuk pernikahan saya, hehe.

Sebelumnya, saya juga nonton film saduran dari novel fenomenalnya Dee Lestari. Supernova seri pertama, Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Saya baca juga novelnya sebelum nonton filmnya. Seperti biasa, saya punya imajinasi sendiri dengan tokoh-tokoh dan adegan dalam novel Dee itu.

Ketika saya nonton filmnya, agak kecewa sih. Jujur ini ya. Aktor dan aktrisnya kurang greget memerankan tokoh dalam novel itu. Apalagi pas dialog, banyak yang seperti hanya menghafal daripada meresapi sendiri. Ini pendapat pribadi saya lho ya.

Tapi kalau hanya lihat filmnya tanpa membaca novelnya terlebih dahulu, mungkin akan berbeda sensasinya. Sebab, kita tidak punya imajinasi sendiri sebelumnya dan hanya dituntun oleh sang sutradara.

Mungkin pemikiran seperti saya inilah yang membuat beberapa penulis novel seperti enggan untuk memfilmkan novelnya yang laris manis. Salah satunya adalah Andrea Hirata untuk novel Orang-Orang Biasa.


Seperti karya Andrea Hirata lainnya, novel ini juga punya kisah sederhana tapi selalu bisa membuat jejak di kepala pembacanya. Dalam suatu kesempatan, Andrea sempat bilang bahwa ia tidak ingin buru-buru memutuskan untuk memfilmkan novelnya itu.

Di satu sisi, saya setuju. Sebab, imajinasi dalam membaca novel itu tidak bisa digantikan dengan adegan-adegan yang dituangkan dalam film. Tapi di sisi lain, saya juga penasaran bagaimana serunya kisah si Sersan dan Inspektur di kota yang sepi kriminalitas itu.

Nah, kalau menurutmu gimana? Suka baca novelnya dulu atau langsung nonton filmnya?

18 Mei 2020

Kamu Tim Kuker Bikin Sendiri atau Pesan Aja?

BPN Challenge Day#29

Hai!
Tinggal berapa hari lagi nih lebaran? Kamu sudah siap-siap kue belum? Walaupun masih dirudung wabah, lebaran tetap harus dirayakan dong ya. Kapan lagi coba kita bersenang-senang selain di hari lebaran?

kue kering lebaran
Kue kering lebaran
Biasanya lebaran belum lengkap tanpa jajaran kue kering dalam toples di meja. Memang mainstream banget sih ya, dimana-mana ketemunya kue kering. Malah sering ada jenis yang sama di tiap rumah. Sebut saja yang paling mainstream, nastar, putri salju, dan ring keju. Selain itu, pasti akan dijumpai juga jenis kue kering lainnya semacam kue kacang, kastengel, babon, dan lain-lain.

Walaupun sebenarnya kue kering itu lakunya sudah lewat beberapa hari lebaran (ada yang sama gak? Hehe), tapi rasanya hampa lebaran tanpa kue kering.

Beli vs Bikin Sendiri

Dulu waktu saya masih kecil, saya inget banget kehebohan soal bebutan kue kering ini. Kamu tahu kan kehidupan di kampung itu pasti beda dengan kehidupan di kota? Khususnya soal bantu membantu. Nah, waktu saya dan adik-adik masih kecil, ibu saya nekat mau bikin kue kering sendiri. Mungkin ibu pikir saya sudah agak besar, jadi bisa lah bantu-bantu sedikit.

Padahal lebaran-lebaran sebelumnya, ibu selalu minta tolong mbah putri untuk buat kue kering ini. Saya bisa bayangkan sih sekarang bagaimana repotnya ibu waktu saya dan adik-adik masih kecil. Selisih umur kami itu hanya 1-3 tahun. Makanya gak heran kalau ibu hanya terima beres dari mbah putri.

Setelah dirasa saya sudah cukup bisa membantu (waktu itu saya masih kelas 3 atau 4 SD kalau tak salah), ibu nekat pengen coba-coba bikin sendiri di rumah. Dan, saat itulah ada beberapa tetangga yang siap membantu. Namanya tradisi pasti tidak akan berubah sebelum ada tradisi lain menggantikannya.


Jadi waktu itu, sekali bikin adonan bisa sampai 3 kg mentega dalam sehari. Bisa kebayang kan banyaknya? Gelaran cetak mencetak kue juga bisa sampai penuh seruang makan, hehe. Karena banyak tangan yang bantu, hasilnya juga banyak yang beda. Tapi disitulah serunya.

Seiring dengan berjalannya waktu, tradisi bantu membantu ini pelan-pelan hilang juga. Mungkin orang-orang sudah lebih sibuk dengan keperluan masing-masing. Atau mungkin juga karena tak ingin membuat terlalu banyak, jadi tidak terlalu membutuhkan banyak tangan.

Keluarga saya pun begitu. Karena saya dan adik-adik sudah beranjak dewasa, jadi kami mulai membuat sendiri kue-kue kering saat lebaran tanpa bantuan tetangga atau mbah putri lagi. Seperti biasa, ada pembagian tugas yang rasanya sudah diatur sendiri tanpa dikomandoi. Saya yang buat adonan, adik keempat mencetak, adik ketiga kebagian jaga oven karena dia yang telaten dan rela panas-panasan depan kompor, hehe.

Dari tahun ke tahun seperti itu kebiasan di keluarga saya. Sampai waktunya saya dan adik saya menikah kemudian pisah rumah. Bikin kue kering sendiri di rumah tetap jalan meskipun tidak banyak. Puncaknya, saat adik saya kuliah di Bogor. Bubar deh semua anak peremuan ibu dari rumah, hehe.

Nah, saat itu saya coba untuk pesan saja kue kering dari teman. Kebetulan ada teman sesama penulis yang produksi kue kering lebaran. Praktis memang. Tanpa lelah buat adonan, mencetak, dan memanggang, hehe. Kuenya juga enak.


Selain praktis itu, pesan kue kering memang lebih pasti hasilnya. Dari segi penampilan, pasti yang jual akan memilihkan tampilan kue paling bagus kan? Lebih seragam dan konsisten bentuknya dibanding dengan buat kue sendiri yang kalau sudah capek, bentuknya mendadak berubah hehe.
Waktu kita juga akan lebih banyak untuk melakukan kegiatan lain. Mungkin bisa lebih banyak untuk beberes rumah, atau lebih banyak ibadah lagi.

Tapi bagi kami, lebaran tanpa bikin kue kering sendiri itu seperti ada yang kurang dari lebaran kami. Seolah ada sesuatu yang ditinggalkan. Lebay ya, hehe. Tapi begitulah. Jadi kami memutuskan untuk kembali bikin kue kering lebaran lagi.

Tak terkecuali tahun ini.
Walaupun kedua adik saya gak bisa mudik karena adanya pandemi, saya nekat bikin kue di rumah ibu. Alhamdulillah sudah ada adik ipar yang bantu. Di keluarga suami juga kemarin bikin kue kering sendiri. Saat saya bebikinan kue kering ini, ingatan saya dengan sendirinya kembali saat saya dan adik-adik perempuan masih berkumpul di rumah.

Bikin kue kering sambil bercanda, kadang malah sambil ngantuk. Banyak kenangan dengan kue kering bikinan sendiri ini.

Nah, kalau kamu tim mana nih? Kue kering bikin sendiri atau kue kering pesan saja?

17 Mei 2020

Doa di Penghujung Ramadhan

BPN Challenge Day#28

(1) Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. (2) Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (3) Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (4) Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. (5) Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
(Q.S. Al Qadr : 1-5)

doa di penghujung ramadhan

Tidak terasa ya Ramadhan sudah memasuki penghujungnya. Di sepuluh hari terakhir Ramadhan ini, ada satu malam istimewa yang selalu dinanti oleh umat Islam. Malam Lailatul Qadar. Malam yang mulia dan bernilai baik dari seribu bulan.

Seperti yang digambarkan dalam Alquran surat Al Qadr di atas, pada malam itu akan turun malaikat-malaikat Allah. Makanya banyak orang berburu ingin mendapat malam Lailatul Qadr yang turun pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan.

Doa-doa di penghujung Ramadhan

Ada satu riwayat mengenai malam Lailatul Qadr. Begitu agungnya malam Lailatul Qadar ini, sehingga Aisyah ra pernah bertanya kepada Rasulullah.

“Wahai Rasulullah, seandainya aku bertepatan dengan malam Lailatul Qadar, doa apa yang aku panjatkan?”
Rasulullah menjawab,
Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwan fa’fu ‘anni
Yang artinya, Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan Engkau menyukai maaf, maka maafkan aku.
(H.R Tirmidzi dan Ibnu Majah)


Selain doa meminta ampunan itu, ada satu doa lagi yang biasa diajarkan Nabi Muhammad SAW. Mungkin doa ini juga sudah akrab dengan telinga kita dan kita baca setiap selesai solat.

Robbanaa aatina fiddunya hasanah, wa fil aakhirati hasanah wa qina ‘adzaabannar.
Yang artinya, Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat. Lindungilah kami dari siksa api neraka.

Ramadhan memang terasa lebih istimewa dibanding dengan bulan-bulan lain dalam setahun. Banyak keberkahan yang melingkupi. Dan saya selalu berharap bisa dipertemukan kembali pada Ramadhan tahun depan. 

16 Mei 2020

Tips Hemat Saat Lebaran

BPN Challenge Day#27

Siapa yang setiap kali lebaran, pengeluaran selalu membengkak drastis? Bahkan uang THR pun seperti menguap tak bersisa lagi. Seringnya merasa aneh ya, kok tetiba semua barang terlihat lusuh dan harus diganti dengan yang baru, hehe. Tiba-tiba saja, barang yang belum ada di rumah, jadi suatu keharusan untuk ada saat lebaran.

hemat saat lebaran
Tips Hemat Saat Lebaran

Eits! Lebaran tahun ini, berubah dong. Masa pemikiran boros seperti itu harus terulang lagi? Betul memang, lebaran adalah hari kemenangan dimana kita sebagai umat Islam harus merayakan dengan sukacita. Tapi, pemborosan juga tak pernah diajarkan dalam Islam.

Jadi gimana dong biar hemat saat lebaran?

Sebenarnya berhemat itu mudah lho asal kita ada niat dan kemauan. Karena hemat bukan berarti kikir dan pelit, maka hemat bisa dilakukan tanpa mengurangi kebahagian berlebaran.

Beli atau buat kue secukupnya

Di masa pandemi covid seperti ini, kemungkinan besar akan sedikit sekali tamu yang datang. Bahkan bisa jadi tidak ada tamu kecuali keluarga dan saudara dekat sendiri. Maka dari itu, sediakan kue secukupnya saja. Kalau biasanya belanja kue dalam porsi banyak karena keluarga, saudara, tetangga, dan teman-teman pada kumpul, kali ini cukupkan untuk keluarga saja.


Toh kalau kebanyakan dan kelamaan habisnya, kue juga jadi tak terlalu enak kan? Apalagi kue basah yang daya tahannya hanya beberapa hari saja. Jangan hanya nafsu pengen kue ini itu, tapi mubazir karena gak ada yang makan. Mubazir itu temannya syaithan!

Boleh beli baju, asal…

Hanya yang dibutuhkan. Iya, seringnya kita juga nafsu nih mau beli baju. Kalau baju lama masih ada dan layak, kenapa gak pakai itu saja? Sekarang banyak kok tokoh publik yang gak malu-malu pakai baju dengan model yang sama di kesempatan berbeda.

Trik menghemat beli baju saat lebaran ala saya adalah, beli baju yang gak Cuma bisa dipakai saat lebaran aja. Jadi, baju itu bisa juga dipakai saat acara lain. Misalnya pergi jalan-jalan santai atau acara semiformal. Juga, saya akan pilih model yang simpel dan cenderung warna netral, jadi bisa gonta ganti asesoris dan padu padankan dengan yang lain.


Jangan menuruti nafsu ganti barang-barang di rumah

Nah, satu lagi nih penyakit yang biasanya melanda ibu-ibu. Lebaran maunya semua baru. Gak hanya baju dan sepatu baru saja, barang-barang di rumah pun kalau bisa baru semua. Duh!

Lebaran bukan ajang untuk pamer macam-macam. Apalagi saat sekarang ya. Mau beli barang baru juga gak ada yang lihat karena orang-orang pada di rumah aja. Kecuali mau difoto dan posting sana sini, beda cerita itu mah.

Sama seperti baju tadi, hak pribadi sih untuk beli perabot dan segala macam untuk lebaran. Tapi, perlu diingat juga kebermanfaatannya. Yakin barang itu dibutuhkan saat lebaran saja? Atau bisa digunakan dalam waktu yang lama? Atau apakah barang yang lama sudah benar-benar tidak bisa dipakai lagi sehingga harus diganti? Disini, kita sendirilah yang perlu bijak untuk menyikapinya.


Lebaran memang hari kemenangan untuk kita. Merayakannya juga suatu keharusan. Tapi sekali lagi, bukan untuk bermewah-mewah dan memubazirkan banyak makanan dan barang. Yuk kita coba sedikit demi sedikit merubah pemikiran boros tadi. Semoga kita dihindarkan dari sifat boros tetapi juga tidak kikir dan pelit.

15 Mei 2020

Lebaran Dimana Tahun Ini?

BPN Challenge Day #26

Lebaran dimana tahun ini? Duh, si BPN bikin ngakak nih. Halunya jadi kelewatan deh ah. Ya lebaran di rumah aja lah, hehe.

Di masa pandemi seperti ini, mau lebaran atau hari biasa, baiknya tetap di rumah. Lagipula, saya juga gak merantau kemana-mana, jadi gak heboh mau mudik atau pulang kampung. Paling saya hebohnya Cuma mau menyiapkan lebaran di rumah orang tua atau di rumah mertua.

Lebaran di rumah aja
Lebarang tahun lalu, kumpul semua
Jadi, ada semacam kesepakatan tidak tertulis antara saya dan suami. Setiap lebaran, kami harus selang seling. Gantian gitu antara rumah orang tua dan rumah mertua. Kalau tahun ini di rumah orang tua saya, berarti tahun depannya ya di rumah mertua. Padahal mah ya, rumahnya deketan, hehe.

Karena masing-masing kami memang punya keluarga besar, jadi ajang berkumpul saat lebaran pastilah selalu ditunggu-tunggu. Apalagi ada 2 orang adik saya yang tidak tinggal di Lampung. Otomatis, jarang ketemu dan kalau gak lebaran rasanya susah untuk kumpul di rumah.

Nah, tahun ini sepertinya di rumah orang tua saya sedikit sepi. Tidak seperti tahun-tahun lalu yang bisa kumpul semua anggota keluarganya. Adanya kebijakan PSBB dan larangan mudik, membuat adik-adik saya terpaksa menunda mudiknya. Walaupun di rumah masih ada saya dan adik-adik lain, tapi rasanya tetap berbeda kalau ada yang tidak hadir.

Tapi tidak apa-apa. Menunda mudik akan jauh lebih baik daripada memaksakan mudik di tengah wabah seperti ini. Lagipula, kita juga masih tetap bisa berkomunikasi lewat telepon dan panggilan video. Hari gini mah, yang jauh terasa dekat.


Setelah dari rumah orang tua, saya dan suami lanjut ke rumah mertua a.k.a rumah orang tua suami. Disana memang lebih ramai dan terasa benar keluarga besarnya. Boleh dihitung sendiri dari 6 bersaudara dan punya pasangan juga anak-anak. Kalau kumpul jadi seru dan asik.

Karena ada wabah seperti ini, di rumah mertua juga sepertinya gak akan kemana-mana lagi. Kalau biasanya kami akan silaturahmi ke rumah saudara, tahun ini sepertinya ditunda dulu. Cukup berkumpul di rumah saja. Masak-masak. Makan-makan. Ngobrol sana sini. Golar goler.


Sudah beres di rumah orang tua dan mertua, kami pulang deh ke rumah sendiri. Menikmati hari-hari lebaran sendiri. Semoga saja wabah ini segera berakhir ya. Jadi tahun depan bisa berkumpul dengan suasana yang meriah dan bahagia. Eh tapi yang paling penting, berharap dipanjangkan usianya sampai Ramadhan dan Idul Fitri lagi.

Baiklah. Sekian saja celoteh saya siang ini. Jadi, kamu lebaran di rumah juga, kan?


14 Mei 2020

Tahan Dulu Deh Mudiknya Ya!

BPN Challenge Day#25

Sejak dicanangkannya PSBB di Indonesia dan keluarnya pernyataan dari Presiden RI tentang mudik atau pulang kampung, banyak orang yang jadi galau menjelang lebaran ini. Tidak boleh mudik untuk mencegah penyebaran wabah covid.

mudik lebaran 2020
Mudik? Tahan dulu deh ya!
Alhamdulillah saya dan suami gak tinggal jauh dari orang tua, jadi gak terlalu ambil pusing soal mudik di hari lebaran nanti. Tapi, saya sendiri punya adik yang tinggalnya beda provinsi. Jauh pula. Makanya kemarin ibu dan ayah saya sempat sedih karena kemungkinan adik-adik saya itu gak bisa pulang lebaran ini.

Walaupun beberapa hari yang lalu sempat diberitakan ada pembukaan jalur transportasi antar provinsi, tapi tetap di rumah adalah suatu hal yang bijak saat ini. Setidaknya ada beberapa alasan kenapa harus menunda mudik dulu lebaran ini.
  • Kamu bisa saja tertular virus corona dalam perjalanan

Mungkin kamu memang sudah mempersiapkan perlengkapan tempur sebelum mudik. Masker, hand sanitizer, sabun cuci tangan, dan vitamin C untuk jaga daya tahan tubuh. Tapi, dalam perjalanan pasti akan bertemu banyak orang dan berhenti di beberapa tempat umum. Gak mungkin kan bawa-bawa toilet portable sendiri?

Nah, di tempat-tempat umum seperti ini, tak ada jaminan steril kan? Bahkan jika kamu menyemprotkan desinfektan terlebih dahulu. Belum lagi, kamu bertemu dengan banyak orang dalam transportasi umum. Yakin masih bertekad beli tiket untuk mudik?

  • Kamu mungkin merasa sehat, tapi…

Pada kenyataannya, virus corona ini dapat menyerang siapapun. Bahkan pada orang dengan daya tahan tubuh yang sehat. Nah, ini bahayanya. Kamu mungkin merasa sehat dan baik-baik saja, tetapi belum tentu di dalam tubuhmu tidak ada virus corona ini.

Sudah banyak kan informasi mengenai orang tanpa gejala yang masih tetap bisa menularkan virus corona ini pada orang lain. Apalagi, kalau sampai bertemu orang tua yang sudah lanjut usia dan lebih rentan terhadap virus. Duh, jangan sampai ya kedatangan kamu malah membuat orang-orang di sekelilingmu terancam wabah.

Jadi, anggaplah kita ini sebagai pembawa virus sehingga kita bisa lebih berhati-hati dan menjaga jarak aman dengan banyak orang.
  • Jadilah pemutus rantai penyebaran wabah

Untuk kamu, saya, dan banyak orang di dunia yang sering bertanya kapan wabah ini akan berakhir, sekaranglah saatnya untuk ambil bagian menuju jawabannya. Dengan tetap di rumah saja dan menunda mudik, berarti kamu sudah berkontribusi untuk memutus rantai penyebaran wabah covid ini.

Kalau kamu berkilah dengan, ‘ah, masih banyak orang yang melanggar PSBB kok, jadi kalau saya sendiri yang tertib, gak akan signifikan dong.’ Sepertinya pemikiranmu harus direset ulang, hehe. Kebaikan sekecil apapun, bisa dimulai dari diri sendiri lho. Siapa tahu kamu jadi inspirasi untuk tetanggamu yang nekat mau mudik juga.


Sedih karena gak mudik? Walaupun sampai saat ini, saya memang belum pernah merasakan lebaran sendiri di kampung orang, tapi saya bisa ikut merasakan kesedihan. Dulu pernah tinggal diluar Lampung, tapi lebaran selalu bisa pulang. Sampai menikah, ternyata jodohnya masih di Lampung walaupun beda kota/kabupaten. Jadi masih aman aja saat yang lain ribut mempersiapkan mudik.

mudik lebaran 2020
Lebaran tahun lalu
Sekali lagi, tahan dulu aja mudiknya. Percayalah, bukan kamu aja yang kangen keluarga. Keluarga besarmu juga kangen kamu sangat. Biarlah tak bertemu lebaran ini tapi bisa membawa kemaslahatan untuk banyak orang. Berikhtiar untuk mencegah penyebaran covid lebih penting daripada memaksakan kehendak untuk bertemu keluarga. Oke!

13 Mei 2020

Rindu Lebaran Masa Kecil

BPN Challenge Day#24

Saya merindukan lebaran saat saya masih kanak-kanak. Mengenangnya selalu membuat saya merasa sudah sangat berumur.

Dulu, lebaran adalah hari yang paling saya nanti-nantikan. Pada malam takbir, saya dan teman-teman akan janjian untuk berkeliling. Ada satu hal yang masih saya kenang sampai sekarang. Alih-alih pakai lightstick, kami berkeliling untuk takbiran dengan membawa obor buatan sendiri.

pawai obor
Pawai obor menjelang Idul Fitri. Foto dari tempo.co
Karena di kampung saya listrik masih sangat terbatas waktu itu, maka jangan heran kalau di jalan pun belum ada lampu sebanyak sekarang. Entah tradisi atau memang kebutuhan, maka membawa obor saat takbiran menjadi seperti sebuah keharusan. Mungkin juga keseruan.

Obor sederhana dibuat dari batang daun pepaya. Dengan adanya lubang di dalam batangnya, maka itu bisa diisi dengan minyak lampu dan diberi sumbu. Kalau mau lebih kuat lagi, obor dibuat dari bambu. Tapi karena bambu lebih lama buatnya, maka obor dari batang daun pepaya jadi pilihan. Toh hanya dipakai semalam saja saat berkeliling.

Seiring berjalannya waktu, tradisi membawa obor ini menghilang juga. Bahkan beberapa tahun sebelum saya lulus SD. Obor sederhana tergantikan dengan lampu warna-warni dari lightstick yang lebih praktis, murah, dan tentunya lebih aman untuk anak-anak.


Setelah saya dewasa, saya sempat bertanya-tanya. Kok bisa sih dulu anak-anak pakai obor dengan aman? Tak pernah saya dengar ada yang terbakar saat malam takbiran. Apakah anak-anak kecil dulu lebih mudah diatur atau bagaimana.

Dulu, lebaran adalah hari yang paling saya nanti-nantikan. Mungkin sudah jadi kebiasan para ibu untuk membelikan baju dan sepatu baru saat lebaran. Lumrah dan wajar lah ya. Makanya, saya dan adik-adik begitu senang akan lebaran. Kami akan punya baju dan sepatu baru!

Perihal baju dan sepatu baru ini juga ada kenangannya. Seperti sekarang, model baju dan sepatu itu musim-musiman. Model baju yang sedang tren akan benar-benar tren sehingga banyak sekali anak-anak yang kembaran. Padahal ya sama sekali gak janjian.

Saya mengalaminya. Jadi, saya dan teman saya sama-sama punya adik perempuan yang sebaya. Saya sekelas dengan teman saya. Adik perempuan saya sekelas dengan adik perempuannya. Ada beberapa orang yang seperti itu. Nah, pada saat lebaran tiba dan kami bertemu, ternyata kami pakai baju dengan model yang sama. Bahkan warnanya juga senada!

Saya kembaran dengan teman saya. Adik saya pun kembaran dengan adik perempuannya. Tapi, reaksi kami malah senang. Tidak seperti orang dewasa yang kedapatan punya baju dengan model yang sama saat pesta kemudian jadi saling menjauh. Kami malah memamerkannya pada hampir setiap orang di rumah yang kami datangi saat lebaran.


Dulu, lebaran adalah hari yang paling saya nanti-nantikan. Setelah berpuasa selama sebulan penuh, dengan perjuangan menahan haus dan lapar, akhirnya tiba juga saatnya bisa memakan apapun yang saya mau. Tiba juga hari dimana saya akan berkeliling bersama teman-teman, mencicipi kue-kue dan minuman manis, serta mengantongi uang jajan dari para tetangga dan saudara-saudara.

Tak terkecuali dari ayah dan ibu saya. Seperti juga anak kecil lainnya yang sedang dilatih berpuasa, saya dan adik-adik juga dilatih untuk berpuasa. Awalnya setengah hari, tetapi karena tergiur iming-iming dari ayah dan ibu, akhirnya saya dan adik-adik mencoba untuk puasa sehari penuh.
Apa coba iming-imingnya?

Yup! THR saat lebaran tiba, haha. Ayah dan ibu menjanjikan untuk memberi Rp 500,-/hari kalau berhasil puasa sehari penuh. Dulu uang segitu sudah sangat berarti untuk kami yang masih SD. Kalikan saja Rp 500,- selama 30 hari. Kami akan dapat Rp 15.000,- saat lebaran. Bahkan ayah dan ibu tak segan-segan untuk menggenapkannya menjadi Rp 20.000,-.

Lebaran adalah hari dimana saya adik-adik saling bertanya sudah berapa uang THR yang terkumpul, hehe. Ketika lebaran sudah lewat, kami biasanya akan membeli barang-barang kesukaan kami dengan uang itu. Rasanya tuh bangga bisa membeli sesuatu dengan uang sendiri.

Baca juga : 5 Tips Mengatur THR

Dan sekarang…

Saya merindukan lebaran saat wabah covid belum menyerang. Padahal belum sampai lebaran ya, tapi rasanya saya sudah melihat lebaran besok akan sepi. Mungkin tidak ada orang-orang berkeliling dari rumah ke rumah untuk seilaturahmi. Mungkin tidak ada anak-anak yang menyerbu kue-kue dalam toples. Mungkin tidak ada keluarga dari jauh yang datang berkumpul.

Aih, meembayangkannya sekarang malah jadi sedih.

12 Mei 2020

Segubal, Kuliner Khas Lampung Untuk Lebaran

BPN Challenge Day#23

Waw! Tema kali ini bikin saya sedikit berfikir. Kira-kira apa ya menu khas lebaran di daerah saya? Ada sih beberapa makanan yang disajikan saat lebaran, semacam menu khas begitu. Tetapi saya juga tidak tahu persis apakah makanan-makanan itu asli khas Lampung atau termasuk juga makanan khas pada umumnya orang Sumatera.

segubal lampung

Soalnya, meskipun saya tinggal di Lampung, tapi darah keluarga tetap Jawa dari kedua belah pihak. Baik dari ayah atau ibu saya. suami juga begitu. Jawa tulen. Jadi, sepertinya memang makanan yang dibuat saat lebaran adalah makanan pada umumnya saja. Tidak ada yang benar-benar jadi ciri khas daerah Lampung.

Menu Lebaran Khas Lampung

Kalau saya perhatikan, ada beberapa makanan khas lebaran dari Lampung yang memang mirip-mirip bentuk dan rasanya dengan makanan khas dari daerah lain di Sumatera. Mungkin karena memang masih sejalur ya, dan juga masih bertalian suku Melayunya. Jadi tidak terlalu heran kalau beberapa makanan ini tidak hanya dijumpai di satu provinsi saja, tetapi juga di provinsi lain di Sumatera.

Segubal

Makanan yang satu ini terbuat dari ketan putih dicampur santan yang dibungkus daun pisang atau daun kelapa dan dimasak dengan cara dikukus. Biasanya dibentuk per lempeng kecil berdiameter sekitar 5 cm dengan ketebalan sekitar 2 cm. Lempengan-lempengan kecil ini kemudian disatukan sebanyak per 5 atau per 10 keping dan dibalut lagi dengan daun pisang, lalu diikat. Maka bentuknya akan terlihat seperti lontong.

segubal lampung
Segubal. Foto dari Travelingyuk.com
Berikut resep segubal yang saya ambil dari Teraslampung.com.

Resep Segubal

Bahan :
1 kg beras ketan, cuci bersih, kukus
Santan dari 1 butir kelapa, masak hingga berminyak
Garam secukupnya
Daun pisang untuk membungkus

Cara membuat :
Ketan yang sudah dikukus masukkan dalam wadah, kemudian siram dengan santan dan beri garam. Kukus lagi hingga matang. Cetak dengan cetakan. Bungkus dengan daun pisang lalu susun berlapis dan bungkus lagi daun pisang. Ikat agar tidak berceceran. Rebus sekitar 2 jam, kemudian angkat dan siap disajikan.

Cara menikmatinya bisa bermacam-macam. Kalau ingin sensani manis, bisa dimakan bersama tapai ketan hitam. Kalau ingin sensasi gurih, bisa dimakan bersama opor, rendang, atau kari. Kalau mau original juga bisa dengan memakannya langsung.

Sekilas, sepertinya segubal mirip dengan gemblong dari Jawa atau Lemang dari Padang, Sumatera Barat. Tetapi meskipun bentuk dan bahannya hampir sama, tetapi cara membuatnya berbeda. Inilah yang membuat rasanya juga agak berbeda. Kalau segubal dibuat dengan cara dikukus, lemang dibuat dengan mencetaknya dalam bilah bambu kemudian dibakar.

Baca juga : 3 Kue Legendaris Kala Lebaran Tiba

Lapis Legit

Nah kalau makanan yang satu ini hampir selalu ada di rumah orang Lampung saat lebaran. Sesuai dengan namanya, kue ini memang berlapis-lapis tipis dan punya rasa yang manis legit, dan lembut. Bahan-bahan pembuatnya terdiri dari tepung terigu, kuning telur, susu kental manis, dan gula dengan perbandingan yang hampir sama.

lapis legit lampung
Lapis legit. Foto dari malahayati.ac.id
Kue ini termasuk makanan mewah yang kalau dijual bisa seharga hingga ratusan ribu rupiah per loyangnya. Tapi rasanya juga memang mewah dan membuat orang ketagihan setelah mencicipinya. Ini juga salah satu kue yang selalu saya incar kalau datang ke rumah saudara atau teman, hehe.

Lempok Durian

Selain kopi dan lada, Lampung juga terkenal dengan duriannya. Kalau sudah musim durian, Lampung khususnya daerah Kota Agung punya durian yang jadi primadona. Selain rasanya yang manis dan legit, harganya juga bisa lebih murah daripada durian yang dijual di tempat lain.

lempok durian lampung
Lempok Durian Lampung. Foto dari Tokopedia
Salah satu olahan durian ini adalah lempok durian atau dodol durian. Dibuat dengan campuran daging durian dan tepung ketan yang dicampur dengan gula merah. Makanan ini biasa disajikan saat lebaran bersama dengan kue-kue basah lainnya seperti lapis legit, engkak, dan dodol agar.

Itu dia beberapa makanan khas saat lebaran di daerah Lampung. Dari beberapa makanan itu, yang biasa ada di rumah mertua atau di rumah ibu adalah lapis legit dan dodol agar. Seringnya sih pesan karena kepraktisan.

Baca juga : Resep Dodol Agar Cokelat

Tapi, kalau kakak ipar saya malah memilih buat kue delapan jam. Kue basah khas Palembang yang benar-benar delapan jam untuk mengukusnya. Kalau saya, angkat tangan deh, hehe. Membayangkannya saja saya sudah ngantuk *dasar pemalas!

Nah, ada kue khas apa nih di daerahmu kalau lebaran tiba? Share di kolom komentar ya!

11 Mei 2020

Baju Baru Atau Baju Lama?

BPN Challenge Day#22

“Besok jadi kan pakai baju warna milo?”
“Jadi dong. Siapa yang belum punya?”
Sambil nyengir, saya tunjuk tangan.
“Aku, hehe.”

Itu sepenggal obrolan saya dan kakak-kakak ipar saya beberapa waktu yang lalu. Saya nyengir saja mengingat saya belum punya baju warna milo hasil kesepakatan bersama yang rundingannya sampai berminggu-minggu itu, hehe.

baju lebaran 2020
Gambar oleh StockSnap dari Pixabay 
Sudah beberapa tahun ini, kami sepakat untuk menyeragamkan warna baju lebaran. Biar kompak aja gitu, seru-seruan. Makin asik karena anggotanya juga banyak. Dari 6 bersaudara ditambah pasangan dan anak-anak yang juga sudah pada besar-besar, kesepakatan untuk kompakan warna baju ini makin asik.

Dari mulai warna hitam, putih, gold, dan sekarang menuju milo. Sempat kepikiran gak sih, ada aja ya penjual yang ngasih nama warna dengan merk minuman coklat itu. Mungkin besok-besok akan ada lagi warna ovaltine atau luwak white cofe, hehe.

Dari sepenggal cerita itu, mungkin ada yang berkesimpulan saya harus pakai baju baru terus dong kalau lebaran. Ya gak juga sih. Kalau ada baju lama dengan warna senada juga gak apa-apa. Gak harus baru. Tapi karena saya memang belum punya, jadi ya memang beli baju baru.

Sebenarnya tentang baju baru atau baju lama ini, bukan masalah untuk saya. Dulu, waktu saya dan adik-adik masih kecil, iya. Kami akan ribut minta baju baru menjelang lebaran tiba. Apalagi, teman-teman sepermainan sering tanya-tanya.

Kamu pakai baju warna apa? Model apa? Lucunya lagi, sudah diumpet-umpetin gak boleh ada yang tahu dulu, eh pas lebaran ternyata model dan warnanya mirip! Ada yang pernah mengalami masa kecil seperti ini? Jadi kenangan ya sekarang.


Kembali ke topik baju baru ini, bisa dibilang saya tim tengah-tengah. Gak harus baju baru, tapi seringnya beli juga untuk lebaran. Gimana ya? Saya ini tipe yang jarang banget beli baju kalau gak kepengen banget atau perlu banget. Nah, momen lebaran ini seringnya saya jadikan untuk ajang beli baju.

Alasannya, pasti para penjual itu mengeluarkan banyak model, jadi bisa pilih-pilih sesuai selera walaupun sudah dipastikan pilihan jatuh pada model yang serupa. Gamis berpinggang yang simpel dan gak rame. Juga, yang bisa dipakai kemanapun dan ke acara apapun. Kalau beruntung, bisa ikutan pre-order untuk model terbatas dari penjual-penjual online yang sekarang banyak tersebar.

Tapi kembali lagi sih. Lihat situasi dan kondisi. Kalau tidak memungkinkan untuk beli baju baru, kenapa harus maksa beli kan? Toh lebaran bukan ajang untuk pamer baju juga. Penampilan memang harus rapi, bersih, dan memakai pakaian yang paling indah yang kita punya. Kalau masih ada baju lama dan jarang dipakai, mubazir juga kan kalau hanya ditumpuk saja?

Sebenarnya kita juga bisa kok punya baju baru dengan merombak sedikit baju lama yang ada. Misalnya untuk set dengan outer, kita bisa padu padankan dengan outer yang lain. Atau kalau ada gamis polos, bisa ditambahi sedikit renda atau pernak pernik tambahan lain.


Dan untuk tahun ini juga sepertinya gak akan kemana-mana. Paling Cuma kepakai untuk dokumentasi keluarga. Foto lebaran seperti biasanya, hehe.

So, kalian masuk tim mana nih? Baju baru atau baju lama?

10 Mei 2020

Harapan Untuk Ramadhan

BPN Challenge Day#21

Apa kabar puasa di hari ke 17 ini? Semoga tetap sehat dan semangat ya walaupun masih dikepung dengan wabah yang entah kapan akan berakhir ini. Padahal sebelum masuk Ramadhan kemarin, saya berharap akan menjalani puasa dengan meriah dan semarak. Tapi rupanya kondisinya memang seperti ini. Jadi ya dijalani saja Ramadhan ini meski dengan suasana berbeda.


harapan saat ramadhan


Eh tapi, saya memang merasakan Ramadhan selalu berbeda antara tahun yang satu dengan tahun lainnya. Selalu saja ada hal yang bisa membuat saya terkenang dan berharap pada Ramadhan selanjutnya. Kalau ditanya punya harapan apa untuk Ramadhan tahun depan, saya akan jawab, banyak sekali. Tapi, gak mungkin ya menjabarkan satu per satu disini? Bisa ketiduran sambil baca postingan saking kepanjangan hehe.

Baca juga : Momen Terbaik Ramadhan

Misalnya, beberapa tahun yang lalu, saya menjalani Ramadhan dengan sangat berbunga-bunga. Sebab, selepas Idul Fitri, saya akan menikah. Tahun berikutnya, saya merasakan Ramadhan pertama bersama suami. Rasanya tetap berbunga-bunga, tapi kali itu bunganya lebih banyak, hehe. 

Pengalaman pertama dong menyiapkan sahur dan buka puasa untuk seseorang selain orang rumah.
Begitu juga Ramadhan selanjutnya, menjadi Ramadhan pertama di rumah sendiri. Gubrak gubruk menyiapkan sahur dan buka puasa tanpa ibu. Alhamdulillahnya, suami adalah laki-laki yang kooperatif. Karena kami berdua sama-sama kerja waktu itu, dia mau turun tangan membantu saya menyiapkan semuanya. Jadi saya gak merasa cape sendiri di rumah.

Hingga sampai tahun ini. Ramadhan dengan segala keterbatasan. Ramadhan paling sepi yang pernah saya rasakan. Tidak ada acara punggahan menjelang Ramadhan. Tidak ada tarawih jamaah di masjid. Dan tidak ada yang ribut ngajak buka puasa bersama.

Eh, malah curhat. Kembali ke harapan untuk Ramadhan tahun depan.
Oke, harapan pertama adalah bisa dipertemukan kembali dengan Ramadhan. Sepertinya ini juga jadi harapan banyak orang. Siapa yang tidak berharap akan bertemu lagi dengan bulan pernuh keberkahan ini?

Baca juga : 3 Hal Positif Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi

Saya merasa belum maksimal dalam mengisi Ramadhan kali ini. Walaupun di rumah saja, rasanya masih banyak kegiatan duniawi yang saya lakukan. Padahal harusnya bisa lebih banyak lagi ibadah, lebih banyak lagi memperbaiki diri.

Harapan kedua, saya ingin Ramadhan kembali semarak dan ceria. Sungguh walaupun baru kali ini saya merasakan Ramadhan sepi, tapi saya merindukan Ramadhan yang ramai. Anak-anak tergesa ke masjid, berlarian, ribut sana sini selepas tarawih.


tadarus

Tak apa. Saya malah lebih suka anak-anak ramai di masjid. Itulah yang nanti akan jadi kenangan mereka setelah dewasa. Seperti saya dan mungkin teman-teman juga, yang semasa anak-anaknya masih suka dimarahi oleh guru ngaji karena selalu ribut. Tapi itu juga yang dirindukan sekarang kan?

Harapan ketiga, saya ingin Ramadhan tahun depan bisa damai. Tanpa wabah, tanpa bencana alam, dan tanpa peperangan. Cukuplah sekali ini saja Ramadhan bersama wabah yang berhasil membuat banyak orang khawatir dan seperti katak dalam tempurung. Gak bisa kemana-mana. Bahkan silaturahmi pun hanya lewat dunia maya. Dan cukuplah sekali ini saja Ramadhan tanpa rencana mudik dari sanak keluarga yang merantau.

Oke, itu beberapa harapan saya untuk Ramadhan tahun depan. Giliran kamu nih cerita. Punya harapan apa untuk tahun depan?

09 Mei 2020

3 Hal Positif Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Dengan Emeron

Sudah beberapa bulan sejak diumumkannya wabah covid-19 mulai memasuki Indonesia. Beberapa minggu kemudian, kebijakan-kebijakan seperti isolasi mandiri, karantina di rumah, dan menjaga jarak mulai digulirkan. Sampai akhirnya semua kegiatan harus dilakukan di rumah. Belajar di rumah. Bekerja di rumah. Beribadah di rumah.

jaga kesehatan mental dengan emeron

Bagi orang introvert, melakukan kegiatan di rumah mungkin akan baik-baik saja. Tetapi bagi orang yang memang kesehariaannya terbiasa dengan banyak orang, beraktivitas di luar dan ramai, mungkin akan menjadi sedikit masalah. Apalagi kalau sudah berbulan-bulan. Beberapa hari bosan, selanjutnya bisa jadi memicu stres.

Makanya, di saat seperti ini penting sekali melatih diri supaya tidak terancam stres. Serius ya, saya bahkan pernah menangis tanpa sebab yang jelas beberapa waktu yang lalu. Ada perasaan sesak yang sepertinya akan hilang kalau sudah menangis. Kalau memungkinkan malah saya pengennya jejeritan, haha. Tapi ya masa jejeritan di komplek? Bisa heboh kan para tetangga, hehe.

Kata suami, saya cuma agak stres aja gegara terkurung dalam rumah dalam waktu lama. Jiahaha, saya pengen ketawa sih aslinya, tapi gak jadi. Lha, saya ini termasuk tipe orang introvert yang tidak terlalu menyukai keramaian kok. Tapi mungkin beda ya. Kesunyian dalam hiruk pikuk normal dengan kesunyian dalam keadaan seperti ini.

Bisa jadi juga, saya kepikiran bagaimana nanti kalau wabah ini masih lama. Bagaimana nanti kalau keadaan gak membaik? Bagaimana nanti kalau Indonesia jadi negara miskin lagi? Duh, dasarnya saya ini pemikir, jadi suka mikir yang kepanjangan juga.

3 (Tiga) Hal Positif

Saya jadi berfikir (lagi-lagi) kalau saya menuruti pikiran negatif seperti itu, bakal memicu perasaan yang gak enak juga dong. Jadi, saya berusaha untuk selalu menanamkan 3 hal positif pada diri dan lingkungan saya. Apakah itu?

hal positif dengan emeron


Positif Thinking

Berfikir positif terus menerus. Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Jadi, saya berusaha untuk terus berfikir dan berprasangka baik. Seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu itu, saya menangis tanpa sebab kan mungkin alam bawah sadar saya berfikir yang negatif melulu.

Wajar sih ya sebenarnya. Berita dan informasi juga bertebaran dimana-mana. Ada yang hoax, banyak juga yang benar. Tapi kebanyakan kita yang kurang meneliti dan memahami. Semua dilahap. Berita entah dari mana sumbernya, diikuti. Makanya pikiran juga termakan berita negatif.

Untuk mengatasinya, saya mulai dengan lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Pencipta. Wabah, virus, atau apapun itu, ada yang menciptakannya. Jadi, Dia juga nanti yang akan menciptakan penawarnya. Entah lewat perantara para peneliti, para dokter, atau mungkin lewat makhluk yang sudah ada di bumi ini.

Baca juga : Melihat Covid Dengan Sudut Pandang Berbeda

Keadaan apapun juga itu merupakan kehendak-Nya. Jadi, saya mulai berfikir positif bahwa semua akan kembali tenang pada waktunya. Bukankah kita juga sudah berusaha semaksimal mungkin? Menjaga kesehatan, rajin cuci tangan, pakai masker kalau keluar rumah, dan menerapkan jaga jarak antar individu. Kalau sudah berusaha seperti itu, tinggal berdoa saja dan berharap keadaan segera membaik.

Pikiran ini yang terus menerus saya jaga. Alhamdulillahnya, dari pikiran positif seperti ini, akan melahirkan perasaan yang positif pula.

Positif Feeling

Setelah berfikir positif, perasaan juga secara otomatis akan terbawa positif juga. Ada perasaan lega dan plong setelah meditasi dengan pikiran tadi, seperti ada yang berbisik #dengarkanhatimu. Ada beberapa cara yang biasanya saya lakukan untuk mendapatkan perasaan positif seperti ini, selain dengan berfikir positif.

Mendengarkan musik kesukaan atau melihat album foto lama. Untuk saya, ini beneran healing untuk perasaan saya. Melihat foto lama misalnya, saya bisa asyik sendiri sambil senyum-senyum membayangkan kembali kenangan yang ada di foto itu. Kebanyakan foto yang saya simpan adalah foto jalan-jalan, foto kumpul keluarga, dan foto teman-teman yang membuat saya bahagia.

Ssstt, saya juga sering membimbing hati saya untuk selalu jatuh cinta! Jatuh cinta kan bisa pada apapun dan siapapun, bebas. Jatuh cinta sama diri sendiri juga gak apa-apa selama kadarnya gak sampai pada narsisus, hehe. Kalau kamu sudah menikah, coba deh sesekali pandangi lagi foto-foto pernikahan dan rasakan kenangan bahagia yang menjalari perasaan. Mulai senyum-senyum sendiri kan?

Oh iya, perasaan positif ini juga bisa didapat dengan cara bersyukur lho. Tidak melulu berfikir apa yang tidak didapat, tetapi mulai berhitung apa saja yang sudah didapat, bahkan tanpa diminta. Rezeki yang berlimpah, pekerjaan yang menyenangkan, keluarga yang sehat dan rukun. Wah, kalau dihitung-hitung, gak cukup deh angka-angka berderet itu.

Positif Acting

Beraktivitas positif bisa diartikan sebagai kegiatan apapun yang memiliki efek baik untuk tubuh sehingga bisa membuat hati merasa bahagia, dan bisa bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Beraktivitas positif bisa dilakukan dengan banyak cara. Kegiatan fisik seperti olahraga, bernyanyi dan menari, beberes rumah dan bermain bersama keluarga bisa jadi kegiatan positif di tengah-tengah pandemi seperti ini.

Menyalurkan hobi adalah salah satu cara paling efektif untuk menghilangkan kejenuhan selama masa #dirumahAja. Karena saya suka crafting, biasanya saya buat macam-macam asesoris dan dekorasi rumah. Dari kain flanel, saya bisa membuat kotak tisu, tempat pensil, dan hiasan bunga. Lumayan untuk pengisi rumah mungil saya.

Saya juga sering bernyanyi dan menari sendiri kalau di rumah. Terserah deh pak suami keberisikan atau gak, yang penting saya bahagia, haha. Kadang, melihat saya sering begitu, dia juga ikutan kok dan gayanya itu bisa buat saya terbahak. Sungguh ini hiburan tersendiri untuk saya.

Baca juga : Kegiatan Seru Berdua vs Ramean

Selain itu, saya juga senang merawat diri. Luluran, bersih-bersih wajah, dan merawat rambut. Justru karena #dirumahAja, makanya saya telatenin. Kegiatan merawat diri ini juga seperti healing untuk perasaan saya.

Merasakan kulit lembut sehabis luluran, merasakan wajah bersih setelah perawatan sendiri, dan merasakan rambut wangi setelah shampoan itu, rasanya beda. Apalagi kalau dipuji suami. Fix plong! Bahagia semesta raya, hehe.

Salah satu yang saya perhatikan adalah rambut. Dari dulu keluhan saya adalah kerontokan rambut. Mau rambut panjang atau pendek, tetap aja rontok. Gak enak banget lah lihat rambut rontok dimana-mana setiap kali bersisir atau buka ikatan rambut. Makanya saya cari shampo yang cocok untuk rambut rontok saya.


EMERON COMPLETE HAIRCARE
Perawatan rambut rontok dengan Emeron
Untungnya ada Emeron Hair Fall Control. Shampo keluaran Lion dari Jepang. Dari sekian banyak varian shamponya, saya pilih varian dengan aloe vera untuk masalah kerontokan rambut.

Setidaknya ada 3 keunggulan shampo ini

Wanginya lembut
Saya memang suka shampo yang wangi, tapi kalau wanginya terlalu kuat juga saya malah pusing. Beda dengan Emeron. Wanginya enak dan nempel sampai rambut kering. Pernah lah suami saya deketin dan bilang, kamu pakai shampo ya? Rambutnya wangi! Hihihi. *terimakasih Emeron, sudah membuat doi menyanjungku.

Dilengkapi dengan Active Provite Amino
Emeron shampo ini dilengkapi dengan Active Provite Amino. Nutrisi ini dapat membuat rambut kuat, tebal, halus, dan berkilau. Bisa kibas-kibas manja ala iklan sampo lah kalau di rumah sama suami, haha.

Mengandung aloe vera
Aloe vera dipercaya mampu merawat kekuatan akar rambut dan memberi nutrisi sampai ujung rambut sehingga rambut menjadi kuat dan tidak gampang rontok.

Kamu punya masalah rambut lainnya? Tenang! Emeron gak hanya punya solusi untuk rambut rontok seperti saya saja kok. Ada banyak produk Emeron untuk berbagai masalah rambutmu. Rambut kering, lepek, ketomber, rusak? Bisa!


rangkaian produk emeron complete haircare
Rangkaian produk Emeron Complete Haircare
Boleh cek di situsnya langsung disini. Soalnya kalau saya jabarin, mungkin bisa sepanjang jalan kenangan, hehe. Selain mendapat informasi produk, banyak juga tips perawatan rambut, gaya hidup, juga informasi menarik lainnya. Cucok lah sebagai bacaan untuk waktu #dirumahAja.

Nah, itu dia 3 hal yang bisa mengurangi stres saya selama masa pandemi seperti ini. Sekali lagi, berfikir positif akan membuat perasaan menjadi positif, sehingga akan melahirkan kegiatan yang positif juga. Kalau kamu gimana? Share di kolom komentar ya!